BEM UI Demo Tolak Omnibus Law Bukan karena Postingan Jumhur Hidayat
loading...
A
A
A
JAKARTA - M Jumhur Hidayat kembali menjalani sidang kasus dugaan penyebaran berita hoaks di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (10/5/2021) ini dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak pengacara.
Berdasarkan pantauan, sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Agus Widodo di Ruang Sidang utama PN Jaksel, dihadiri terdakwa Jumhur, tim penasihat hukum, dan jaksa. Agenda sidang mendengarkan keterangan saksi fakta dari Koordinator Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI Rozy Brilian, yang juga seorang peneliti Kontras.
Menurut Rozy, dia diminta sebagai salah satu koordinator BEM UI saat melakukan aksi demo Omnibus Law UU Ciptaker. Sebabnya, pada tahun 2019 dia ditunjuk sebagai koordinator Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI dan tahun 2020 dia juga menjadi salah satu koordinator Sosial dan Politik BEM UI.
"Dalam aksi yang dilakukan BEM UI saya selalu hadir dan bertanggung jawab, setidaknya dalam setahun ada lima atau enam aksi khusus untuk menolak Omnibus Law. Dan kami murni berangkat dari kesadaran akan keresahan UU Ciptaker," ujarnya di PN Jakarta Selatan, Senin (10/5/2021).
Menurutnya, demo penolakan yang dilakukan BEM UI lantaran UU Ciptaker itu dinilai sebagai regulasi provokatif, bukan afirmatif action dan aturan itu justru mengalami kemunduran. Sebelum melakukan aksinya, BEM UI pun telah melakukan berbagai macam kajian tentang aturan tersebut.
"Kami menilai justru menindas kaum buruh, itu berdasarkan kajian ilmiah. Kami juga mengeluarkan sejumlah sikap terkait UU Ciptaker itu," tuturnya.
Dia menerangkan, BEM UI bersama aliansi mahasiswa lainnya, hingga para buruh kerap melakukan aksi demo penolakan UU Ciptaker, khususnya ke kawasan Istana Negara berharap Presiden mengeluarkan Perppu tentang hal itu. Namun, aksi yang dilakukannya itu murni didasarkan pada kesadaran tentang aturan itu yang dianggap meresahkan itu.
"Saya tidak tahu soal itu (postingan Jumhur). Setahu saya mereka (para buruh) juga melakukan pengkajian dan aktif dalam memantau substansi yang ada di Omnibus Law. Jadi saya kira mereka berangkat dari kesadaraan masing-masing juga yang merasa Omnibus Law ini berbahaya untuk ke depannya dan resah," jelasnya.
Adapun tentang seruan ajakan demo, tambahnya, dia tak tahu apakah ada ajakan demo sebelumnya, khususnya dari media sosial kepada para mahasiswa dan buruh. Namun, dari BEM UI dipastikan melakukan demo UU Ciptaker atas kesadarannya masing-masing.
"Di media sosial sebenarnya begitu banyak yang menyuarakan, baik secara pribadi maupun lembaga, tapi saya tidak tahu persisnya mereka itu secara individu karena saya tidak menanyakan satu per satu mereka ikut aksi karena apa, tapi teman dekat saya dan BEM sebelumnya sudah berkonsolidasi," katanya.
Berdasarkan pantauan, sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Agus Widodo di Ruang Sidang utama PN Jaksel, dihadiri terdakwa Jumhur, tim penasihat hukum, dan jaksa. Agenda sidang mendengarkan keterangan saksi fakta dari Koordinator Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI Rozy Brilian, yang juga seorang peneliti Kontras.
Menurut Rozy, dia diminta sebagai salah satu koordinator BEM UI saat melakukan aksi demo Omnibus Law UU Ciptaker. Sebabnya, pada tahun 2019 dia ditunjuk sebagai koordinator Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI dan tahun 2020 dia juga menjadi salah satu koordinator Sosial dan Politik BEM UI.
"Dalam aksi yang dilakukan BEM UI saya selalu hadir dan bertanggung jawab, setidaknya dalam setahun ada lima atau enam aksi khusus untuk menolak Omnibus Law. Dan kami murni berangkat dari kesadaran akan keresahan UU Ciptaker," ujarnya di PN Jakarta Selatan, Senin (10/5/2021).
Menurutnya, demo penolakan yang dilakukan BEM UI lantaran UU Ciptaker itu dinilai sebagai regulasi provokatif, bukan afirmatif action dan aturan itu justru mengalami kemunduran. Sebelum melakukan aksinya, BEM UI pun telah melakukan berbagai macam kajian tentang aturan tersebut.
"Kami menilai justru menindas kaum buruh, itu berdasarkan kajian ilmiah. Kami juga mengeluarkan sejumlah sikap terkait UU Ciptaker itu," tuturnya.
Dia menerangkan, BEM UI bersama aliansi mahasiswa lainnya, hingga para buruh kerap melakukan aksi demo penolakan UU Ciptaker, khususnya ke kawasan Istana Negara berharap Presiden mengeluarkan Perppu tentang hal itu. Namun, aksi yang dilakukannya itu murni didasarkan pada kesadaran tentang aturan itu yang dianggap meresahkan itu.
"Saya tidak tahu soal itu (postingan Jumhur). Setahu saya mereka (para buruh) juga melakukan pengkajian dan aktif dalam memantau substansi yang ada di Omnibus Law. Jadi saya kira mereka berangkat dari kesadaraan masing-masing juga yang merasa Omnibus Law ini berbahaya untuk ke depannya dan resah," jelasnya.
Adapun tentang seruan ajakan demo, tambahnya, dia tak tahu apakah ada ajakan demo sebelumnya, khususnya dari media sosial kepada para mahasiswa dan buruh. Namun, dari BEM UI dipastikan melakukan demo UU Ciptaker atas kesadarannya masing-masing.
"Di media sosial sebenarnya begitu banyak yang menyuarakan, baik secara pribadi maupun lembaga, tapi saya tidak tahu persisnya mereka itu secara individu karena saya tidak menanyakan satu per satu mereka ikut aksi karena apa, tapi teman dekat saya dan BEM sebelumnya sudah berkonsolidasi," katanya.
(zik)