Tantangan Pendidikan Generasi Muda, TIDAR: Bukan Hanya Jadi Pintar tapi Cerdas

Jum'at, 07 Mei 2021 - 21:15 WIB
loading...
Tantangan Pendidikan...
Ketua Umum TIDAR, Aryo Djojohadikusumo menjelaskan selain pendidikan formal anak muda saat ini harus mengenyam pendidikan informal. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tunas Indonesia Raya (TIDAR), organisasi sayap Partai Gerindra mengadakan acara Ragam Aktualiasi Tidar (RADAR) dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Acara itu bertajuk pendidikan sebagai kunci generasi yang kokoh.

Ketua Umum TIDAR, Aryo Djojohadikusumo menjelaskan selain pendidikan formal anak muda saat ini harus mengenyam pendidikan informal. Tujuannya agar anak muda saat ini menjadi generasi yang pintar dan cerdas. Baca juga: Gerindra Disalip Demokrat, Ahmad Muzani: Survei Internal Kami Masih Oke

"Pendidikan formal bagi saya penting, tapi hal yang ada hubungannya dengan jadi diri kita tidak kalah penting, meskipun hari ini kita bicara tentang pendidikan sebagai kunci generasi yang kokoh, kita juga mau mengingatkan hal-hal, kan pendidikan IQ, saya juga mengingatkan jangan lupa EQ bagi anak-anak muda. Komitmen ketekunan kesabaran juga enggak kalah, tidak semua harus instan," ujarnya, Jumat (7/5/2021).

Rektor Universitas Mahakarya Asia Ferro Ferizka berpendapat pendidikan tidak hanya dimaknai dengan sekolah saja dalam situasi dan kondisi saat ini. "Pendidikan bagi saya adalah suatu proses pendewasaan, jadi kita maknai sebagai pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal itu kan mulai dari SD dan seterusnya, wajib," kata Ferro.

Dia menuturkan setelah mengenyam pendidikan baik formal maupun informal orang akan terbagi menjadi dua golongan. Yakni golongan orang yang pintar dan cerdas. "Orang yang pintar adalah orang yang nilai akademisi bagus. orang cerdas adalah orang yang bisa melihat peluang. ada orang yang cerdas saja dan ada orang pintar," kata Ferro.

Dia memberikan contoh orang yang cerdas adalah orang yang sukses namun tidak mengenyam pendidikan secara formal. Orang seperti banyak ditemukan di Indonesia. Kebanyakan mereka membuka usaha.

"Banyak pengusaha sukses mungkin tidak lulus SD, SMP, SMA dan seterusnya, bukan berarti mereka tidak mampu secara otak, mereka mampu tapi mereka cerdas, mereka bisa melihat kesempatan, mereka bisa meraih kesempatan. Mereka bisa mencapai titik a ke titik b, tapi orang pintar hafal prosedur hafal ilmunya," jelasnya.

Sementara orang yang pintar belum tentu dia sukses secara finansial. "Yang saya miris adalah banyak profesor di bidang IT, tapi kalau berbicara sofware enggenering atau kapan terakhir beliau membuat sofware, kadang-kadang mereka tidak pernah atau sama sekali tidak membuat software," katanya.

Maka dari itu, dia menyarankan kepada anak muda saat ini jadilah orang yang pintar tetapi juga cerdas. Dengan demikian, orang tersebut dapat melewati setiap masalah dan tantangan yang dihadapi.

"Sebaiknya kita menjadi yang kedua-duanya, pintar, memiliki akademisi yang baik tapi juga cerdas. Artinya kita bisa melihat solusi dari setiap permasalahan, bukan melihat masalah dari setiap solusi," paparnya.

Apalagi, kata dia, bagi anak yang hidup di era modern ini sangat mudah menjadi orang yang pintar. Tetapi belum tentu orang itu cerdas. "Kalau kita bicara cerdas kita dapatkan dari lapangan, makanya pendidikan menurut saya di abad ini menjadi orang pintar itu gampang teman-teman, karena yang namanya pengetahuan tinggal melihat google selesai, mau tahu apa di google selesai," tuturnya.

Menurut dia, yang penting adalah mengasah berpikir kritis (Critical thinking). Kata Dia, berpikir kritis bisa diasah ketika terbentur dengan kenyataan atau konflik. Dia melanjutkan banyak orang tidak nyaman dengan konflik ataupun permasalahan. Padahal, lanjut dia, orang yang akan bertahan di masa depan adalah orang yang tertempa dari satu masalah ke masalah yang lain.

"Nah untuk itu, sebagai anak muda tugas kita membangun karakter sebagai anak muda adalah pendidikan sebaik-baiknya, tetapi eksposelah diri kita sebanyak-banyaknya dengan kesempatan, ekspose diri kita sebanyak-banyaknya dengan masalah. Karena dengan masalah membuat kita semakin pandai mencari solusi. Nanti semakin kita sering ketemu dengan masalah, maka semakin kita melihat pola bagaimana kita menyelesaikan masalah tersebut. Hingga kedepan kita bisa melihat masalah menjadi efisien," tutupnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1056 seconds (0.1#10.140)