Ristek Gabung ke Kemendikbud, Link and Match Jadi Tantangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penggabungan fungsi riset dan teknologi yang sebelumnya ada di Kementerian Riset dan Teknologi ( Ristek ) ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diharapkan dapat mendorong peningkatan link and match antara lembaga riset dan dunia usaha atau industri.
Kendati demikian, untuk mewujudkannya tentu tidak akan mudah mengingat masih ada sejumlah tantangan yang harus diselesaikan, mulai dari pengelolaan sumber daya manusia (SDM) hingga pengaloksian dana riset yang dinilai masih relatif rendah dibanding negara lain.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memutuskan untuk menggabungkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Presiden kemudian mempercayakan Nadiem Makarim untuk memimpin kementerian hasil merger tersebut.
Penggabungan dua kementerian tersebut ditengarai tidak akan berjalan mudah. Pasalnya, masih ada proses yang harus dilalui yakn reorganisasi beserta pengisian pejabat-pejabat dalam struktur yang ada, dan lainnya. Selain itu, lebih mendasar lagi, ada perbedaan filosopi antara dua kementerian tersebut.
Kondisi tersebut dikhawatirkan bukan hanya menambah beban kerja kementerian, tapi juga menghambat kinerja.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf secara gamblanga menyampaikan kekhawatiran tersebut.
Dia memprediksi reorganisasi membutuhkan waktu selama enam bulan. Hingga kini, ujar dia, Komisi X DPR bahkan belum menerima “proposal” dari Nadiem mengenai rencana reorganisasi kementeriannya pasca masuknya Ristek.
“Ini pasti akan terhambatnya program-program yang mestinya sudah berjalan. Seperti dulu dikti digabung, sekitar enam bulan ada perombakan eselon, dirjen, dan sebagainya,” ujar Dede.
Dia mengakui, banyak pihak menilai penggabungan ini akan menambah kerja Kemendikbud. Politisi Partai Demokrat itu menerangkan Kemendikbud itu masuk lembaga negara kategori A. Artinya, dari dahulu strukturnya organisasinya sudah besar. Namun dia optimistis, penggabungan ini tidak akan terlalu membebani kerja Kemendikbud.
“Tinggal menambah satu direktorat saja. Akan tetapi, yang berat tugas menterinya karena tugasnya mempercepat proses pendidikan. Dengan adanya teknologi, pasti ada beban tambahan. Saya mengusulkan ada wakil menteri khusus bidang riset dan teknologi,” katanya.
Sebaliknya, Dede Yusuf meyakini penggabungan ini akan mendorongnya dan mengakselerasi
lahirnya penelitian-penelitian baru, terutama dari perguruan tinggi. Dia pun menegaskan pentingnya link and match antara perguruan tinggi dan industri atau dunia usaha.
“Intinya, di dalam dunia pendidikan tinggi salah satu kepentingannya adalah penelitian yang didalamnya ada pembuatan jurnal, riset, dan project base. Dengan digabungkan ristek ke Kemendikbud, diharapkan lebih maju lagi riset-riset yang berkaitan dengan akademis dan terapan. Terapan juga membutuhkan gerakan kampus dan stakeholder secara langsung, dunia usaha dan industri,” tuturnya.
Pengamat dan praktisi pendidikan dari Center for Education Regulation and Development (CERDAS) Indra Charismiadji mengaku belum bisa menjelaskan banyak perihal penggabungan Kemenrisktek dan Kemendikbud. Sepengetahuannya, penggabungan dua kementerian ini merupakan implikasi dari dibentuknya Kementerian Investasi. Dia juga mengatakan, belum melihat desain khusus mengapa Kemenristek digabung dengan Kemendikbud.
“Pembentukan Kementerian Investasi karena itu satu kementerian dikorbankan dan kenapa yang dipilih ristek itu belum ada penjelasannya. Saya belum lihat ada desain khusus mengapa Kemenristek digabung dengan Kemendikbud hanya karena munculnya Kementrian Investasi. Jadi tidak masuk dalam bagian dari program pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul,” katanya.
Dia menegaskan, ada filosofi berbeda antara pendidikan dan riset. Menurutnya, keduanya memerlukan riset dan memiliki basis riset berbeda. Riset di Kemendikbud lebih mengutamakan pada kemampuan berfikir dasar.
“Artinya riset yang dilakukan membahas bagaimana perkembangan kognisi anak, meningkatkan kemampuan literasi. Risetnya lebih untuk mendapatkan ilmu dasar agar orang tidak sesat berfikir,” tegasnya.
Sedangkan riset di Kemenristek membahas mengenai terapan. Riset lebih pada membahasa apa yang ingin dihasilkan. Ditegaskan bahwa riset di Kemendikbud dan Kemenristek memiliki dasar yang berbeda.
“Pandangan saya kalaupun dileburkan Ristek lebih ke Perindustrian karena risetnya akan berbasis industri, bukan ilmu pengetahuan,” paparnya.
Dengan adanya penggabungan ini, menurutnya, ada potensu merusak jenjang karir seseorang yang sudah dirintis sejak lama. "ini bisa merusak karir orang karena pasti karirnya sudah dirintis sejak lama. Ini seharusnya dipikirkan,” tegasnya.
Dampak lainnya juga bisa merusak pengembangan SDM. Karena, kata dia, orang akan berusaha mendapatkan jabatan dengan struktur baru tersebut. Dapat dipastikan banyak pejabat eselon 1 di Kemenristek yang kehilangan jabatan. “Ini buruk dampaknya untuk pengembangan SDM,” ucapnya.
Sebelumnya, usai dilantik oleh Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim menegaskan, dirinya sangat dekat dengan dunia riset dan teknologi. Pasalnya dunia riset memang sangat erat dengan Pendidikan yang selama ini dipegangnya.
Dia lantas menuturkan punya harapan besar untuk meningkat inovasi dan riset serta teknologi di perguruan tinggi di Indonesia. Dia menginginkan perguruan tingga melakukan iset sebanyak-banyaknya, sehingga akan muncul inovasi baru yang memang milik Indonesia. "Saya menginginkan sebanyak mungkin murid-murid kita, mahasiswa kita, dan dosen-dosen kita melakukan penelitian dan melakukan program-program seperti Kampus Merdeka di dalam badan-badan di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional," katanya.
Menurutnya, pelajar dan mahasiswa di Indonesia bisa belajar melalui riset, proyek-proyek sosial, magang di suatu industri, hingga pertukaran pelajar. Hal ini juga selaras dengan link and match serta peningkatan kemampuan mahasiswa dalam perguruan tinggi. Karena itu dia menegaskan, penggabungan Kemendikdub dengan Kemenristek menjadi kabar gembira bagi para perguruan tinggi. ‘’Sebab, kini riset dan transformasi pendidikan ada pada satu pintu kementerian, sehingga para rektor akan semakin mudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat,’’ kata dia.
Perubahan Struktur Masih Dibahas
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbud-Ristek Nizam menerangkan pihaknya masih membahas perubahan struktur dan anggaran Kemendikbud-Ristek. Tak bisa dimungkiri riset dan teknologi merupakan kunci dan motor kemajuan suatu bangsa. Maka, masuknya ristek ke tubuh Kemendikbud langsung memantik sejumlah tanya, seperti arah riset nasional, pendanaan, dan keseriusan pemerintah.
Dia mengungkapkan, selama ini sebenarnya penelitian itu dilakukan perguruan tinggi. Itu sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Dikti.
“Sementara penelitian di luar perguruan tinggi (PT) di bawah koordinasi BRIN. Tentu kerja sama antara lembaga-lembaga di bawah BRIN dengan perguruan tinggi, kita harapkan terjadi akselerasi dan komplementer antarpeneliti,” ujarnya kepada Koran SINDO, Selasa (5/5/2021).
Nizam belum bisa memastikan kapan reorganisasi ini akan selesai. Penataan struktur organisasi ini tentu harus dilakukan cepat agar tidak mengganggu penelitian yang sudah berjalan. Dalam penggabungan dua lembaga ini, biasanya ada posisi dan pejabatnya yang tetap di pos masing-masing. Akan tetapi, terbuka kemungkinan ada jabatan yang hilang atau ditambah.
Tak heran, setiap muncul rencana penggabungan lembaga negara atau badan usaha milik negara kerap muncul riak-riak. Nizam menjelaskan struktur organisasi dan jabatan itu akan mengikuti fungsi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Dia mengutip arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendorong efisien birokrasi.
“Tidak perlu gemuk, tapi fungsional, efisien, efektif, dan cepat melayani keperluan masyarakat dan dinamika yang ada,” ucapnya.
Nizam belum mengetahui apakah Ristek akan menjadi satu direktorat jenderal (ditjen) tersendiri atau gabung dengan yang sudah ada. Dia terus berkomunikasi dengan eks-Kemenristek/BRIN. Hal ini untuk meminimalisir gangguan layanan yang mungkin terjadi di tengah proses reorganisasi.
Dia mengakui, urusan riset dan teknologi ini bukanlah perkara mudah. Salah satu tantangannya, membuat hasil riset dan temuan teknologi di perguruan tinggi diterima industri. Nizam menjabarkan beragam rintangan yang harus dihadapi, seperti membawa inovasi ke industri/pasar tidak murah, kesiapan industri dan perguruan tinggi dalam menghilirkan produk, kemauan masyarakat dalam membeli produk dalam negeri, dan perlindungan dari sisi kebijakan (proteksi).
Kendati demikian, untuk mewujudkannya tentu tidak akan mudah mengingat masih ada sejumlah tantangan yang harus diselesaikan, mulai dari pengelolaan sumber daya manusia (SDM) hingga pengaloksian dana riset yang dinilai masih relatif rendah dibanding negara lain.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memutuskan untuk menggabungkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Presiden kemudian mempercayakan Nadiem Makarim untuk memimpin kementerian hasil merger tersebut.
Penggabungan dua kementerian tersebut ditengarai tidak akan berjalan mudah. Pasalnya, masih ada proses yang harus dilalui yakn reorganisasi beserta pengisian pejabat-pejabat dalam struktur yang ada, dan lainnya. Selain itu, lebih mendasar lagi, ada perbedaan filosopi antara dua kementerian tersebut.
Kondisi tersebut dikhawatirkan bukan hanya menambah beban kerja kementerian, tapi juga menghambat kinerja.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf secara gamblanga menyampaikan kekhawatiran tersebut.
Dia memprediksi reorganisasi membutuhkan waktu selama enam bulan. Hingga kini, ujar dia, Komisi X DPR bahkan belum menerima “proposal” dari Nadiem mengenai rencana reorganisasi kementeriannya pasca masuknya Ristek.
“Ini pasti akan terhambatnya program-program yang mestinya sudah berjalan. Seperti dulu dikti digabung, sekitar enam bulan ada perombakan eselon, dirjen, dan sebagainya,” ujar Dede.
Dia mengakui, banyak pihak menilai penggabungan ini akan menambah kerja Kemendikbud. Politisi Partai Demokrat itu menerangkan Kemendikbud itu masuk lembaga negara kategori A. Artinya, dari dahulu strukturnya organisasinya sudah besar. Namun dia optimistis, penggabungan ini tidak akan terlalu membebani kerja Kemendikbud.
“Tinggal menambah satu direktorat saja. Akan tetapi, yang berat tugas menterinya karena tugasnya mempercepat proses pendidikan. Dengan adanya teknologi, pasti ada beban tambahan. Saya mengusulkan ada wakil menteri khusus bidang riset dan teknologi,” katanya.
Sebaliknya, Dede Yusuf meyakini penggabungan ini akan mendorongnya dan mengakselerasi
lahirnya penelitian-penelitian baru, terutama dari perguruan tinggi. Dia pun menegaskan pentingnya link and match antara perguruan tinggi dan industri atau dunia usaha.
“Intinya, di dalam dunia pendidikan tinggi salah satu kepentingannya adalah penelitian yang didalamnya ada pembuatan jurnal, riset, dan project base. Dengan digabungkan ristek ke Kemendikbud, diharapkan lebih maju lagi riset-riset yang berkaitan dengan akademis dan terapan. Terapan juga membutuhkan gerakan kampus dan stakeholder secara langsung, dunia usaha dan industri,” tuturnya.
Pengamat dan praktisi pendidikan dari Center for Education Regulation and Development (CERDAS) Indra Charismiadji mengaku belum bisa menjelaskan banyak perihal penggabungan Kemenrisktek dan Kemendikbud. Sepengetahuannya, penggabungan dua kementerian ini merupakan implikasi dari dibentuknya Kementerian Investasi. Dia juga mengatakan, belum melihat desain khusus mengapa Kemenristek digabung dengan Kemendikbud.
“Pembentukan Kementerian Investasi karena itu satu kementerian dikorbankan dan kenapa yang dipilih ristek itu belum ada penjelasannya. Saya belum lihat ada desain khusus mengapa Kemenristek digabung dengan Kemendikbud hanya karena munculnya Kementrian Investasi. Jadi tidak masuk dalam bagian dari program pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul,” katanya.
Dia menegaskan, ada filosofi berbeda antara pendidikan dan riset. Menurutnya, keduanya memerlukan riset dan memiliki basis riset berbeda. Riset di Kemendikbud lebih mengutamakan pada kemampuan berfikir dasar.
“Artinya riset yang dilakukan membahas bagaimana perkembangan kognisi anak, meningkatkan kemampuan literasi. Risetnya lebih untuk mendapatkan ilmu dasar agar orang tidak sesat berfikir,” tegasnya.
Sedangkan riset di Kemenristek membahas mengenai terapan. Riset lebih pada membahasa apa yang ingin dihasilkan. Ditegaskan bahwa riset di Kemendikbud dan Kemenristek memiliki dasar yang berbeda.
“Pandangan saya kalaupun dileburkan Ristek lebih ke Perindustrian karena risetnya akan berbasis industri, bukan ilmu pengetahuan,” paparnya.
Dengan adanya penggabungan ini, menurutnya, ada potensu merusak jenjang karir seseorang yang sudah dirintis sejak lama. "ini bisa merusak karir orang karena pasti karirnya sudah dirintis sejak lama. Ini seharusnya dipikirkan,” tegasnya.
Dampak lainnya juga bisa merusak pengembangan SDM. Karena, kata dia, orang akan berusaha mendapatkan jabatan dengan struktur baru tersebut. Dapat dipastikan banyak pejabat eselon 1 di Kemenristek yang kehilangan jabatan. “Ini buruk dampaknya untuk pengembangan SDM,” ucapnya.
Sebelumnya, usai dilantik oleh Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim menegaskan, dirinya sangat dekat dengan dunia riset dan teknologi. Pasalnya dunia riset memang sangat erat dengan Pendidikan yang selama ini dipegangnya.
Dia lantas menuturkan punya harapan besar untuk meningkat inovasi dan riset serta teknologi di perguruan tinggi di Indonesia. Dia menginginkan perguruan tingga melakukan iset sebanyak-banyaknya, sehingga akan muncul inovasi baru yang memang milik Indonesia. "Saya menginginkan sebanyak mungkin murid-murid kita, mahasiswa kita, dan dosen-dosen kita melakukan penelitian dan melakukan program-program seperti Kampus Merdeka di dalam badan-badan di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional," katanya.
Menurutnya, pelajar dan mahasiswa di Indonesia bisa belajar melalui riset, proyek-proyek sosial, magang di suatu industri, hingga pertukaran pelajar. Hal ini juga selaras dengan link and match serta peningkatan kemampuan mahasiswa dalam perguruan tinggi. Karena itu dia menegaskan, penggabungan Kemendikdub dengan Kemenristek menjadi kabar gembira bagi para perguruan tinggi. ‘’Sebab, kini riset dan transformasi pendidikan ada pada satu pintu kementerian, sehingga para rektor akan semakin mudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat,’’ kata dia.
Perubahan Struktur Masih Dibahas
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbud-Ristek Nizam menerangkan pihaknya masih membahas perubahan struktur dan anggaran Kemendikbud-Ristek. Tak bisa dimungkiri riset dan teknologi merupakan kunci dan motor kemajuan suatu bangsa. Maka, masuknya ristek ke tubuh Kemendikbud langsung memantik sejumlah tanya, seperti arah riset nasional, pendanaan, dan keseriusan pemerintah.
Dia mengungkapkan, selama ini sebenarnya penelitian itu dilakukan perguruan tinggi. Itu sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Dikti.
“Sementara penelitian di luar perguruan tinggi (PT) di bawah koordinasi BRIN. Tentu kerja sama antara lembaga-lembaga di bawah BRIN dengan perguruan tinggi, kita harapkan terjadi akselerasi dan komplementer antarpeneliti,” ujarnya kepada Koran SINDO, Selasa (5/5/2021).
Nizam belum bisa memastikan kapan reorganisasi ini akan selesai. Penataan struktur organisasi ini tentu harus dilakukan cepat agar tidak mengganggu penelitian yang sudah berjalan. Dalam penggabungan dua lembaga ini, biasanya ada posisi dan pejabatnya yang tetap di pos masing-masing. Akan tetapi, terbuka kemungkinan ada jabatan yang hilang atau ditambah.
Tak heran, setiap muncul rencana penggabungan lembaga negara atau badan usaha milik negara kerap muncul riak-riak. Nizam menjelaskan struktur organisasi dan jabatan itu akan mengikuti fungsi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Dia mengutip arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendorong efisien birokrasi.
“Tidak perlu gemuk, tapi fungsional, efisien, efektif, dan cepat melayani keperluan masyarakat dan dinamika yang ada,” ucapnya.
Nizam belum mengetahui apakah Ristek akan menjadi satu direktorat jenderal (ditjen) tersendiri atau gabung dengan yang sudah ada. Dia terus berkomunikasi dengan eks-Kemenristek/BRIN. Hal ini untuk meminimalisir gangguan layanan yang mungkin terjadi di tengah proses reorganisasi.
Dia mengakui, urusan riset dan teknologi ini bukanlah perkara mudah. Salah satu tantangannya, membuat hasil riset dan temuan teknologi di perguruan tinggi diterima industri. Nizam menjabarkan beragam rintangan yang harus dihadapi, seperti membawa inovasi ke industri/pasar tidak murah, kesiapan industri dan perguruan tinggi dalam menghilirkan produk, kemauan masyarakat dalam membeli produk dalam negeri, dan perlindungan dari sisi kebijakan (proteksi).
(ynt)