Rumput Liar Negara Hukum
loading...
A
A
A
Pandemi Covid-19 sudah berlangsung lebih satu tahun. Belum ada tanda-tanda mereda. Dalam perspektif yuridis-spiritual, pandemi Covid-19 (termasuk larangan mudik) merupakan ujian terhadap negara hukum. Benarkah hukum Tuhan telah dijadikan sumber pembuatan regulasi dan penanganan pandemi Covid-19? Bukankah Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Alquran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah, Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS Al-Qasas: 85).
Di situlah terdapat petunjuk bahwa “cinta tanah air merupakan sebagian dari iman”. Sahabat Umar RA berkata; “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air dibangunlah negeri-negeri.” (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Juz 6, hlm 441-442).
Amat disayangkan, betapa banyak di negeri ini rumput liar bersemi di sela-sela hukum negara. Rumput liar tumbuh di Kementerian Sosial, berupa korupsi dana bantuan sosial. Rumput liar pun disemai di berbagai pemerintahan daerah saat pemilihan kepala daerah. Masih banyak rumput liar lain tumbuh di berbagai lembaga dan oknum pejabat publik.
Idealnya, pandemi Covid-19 dimaknai sebagai peringatan, agar seluruh umat manusia, kembali ke jati dirinya sebagai makhluk suci, cinta tanah airnya, cinta bangsanya. Cinta tanah air bersifat naluriah, demi terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki keseimbangan dunia dan akhirat.
Ramadan dan Hari Raya Idulfitri di era pandemi Covid-19 perlu dikelola secara bijak. Basmilah rumput-rumput liar melalui sinkronisasi kebijakan kesehatan dengan kebijakan ekonomi. Padukan kebijakan transportasi dengan kebijakan pariwisata. Konsistenkan antara kebijakan pusat (nasional) dan daerah (lokal). Setiap larangan, mesti disertai solusinya. Kebijakan mudik berwatak sosial-religius diperlukan agar pada satu sisi kebijakan tersebut bernilai ibadah. Pada sisi lain, agar kemudaratannya dapat diminimalkan. Wallahu a’lam.
Di situlah terdapat petunjuk bahwa “cinta tanah air merupakan sebagian dari iman”. Sahabat Umar RA berkata; “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air dibangunlah negeri-negeri.” (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Juz 6, hlm 441-442).
Amat disayangkan, betapa banyak di negeri ini rumput liar bersemi di sela-sela hukum negara. Rumput liar tumbuh di Kementerian Sosial, berupa korupsi dana bantuan sosial. Rumput liar pun disemai di berbagai pemerintahan daerah saat pemilihan kepala daerah. Masih banyak rumput liar lain tumbuh di berbagai lembaga dan oknum pejabat publik.
Idealnya, pandemi Covid-19 dimaknai sebagai peringatan, agar seluruh umat manusia, kembali ke jati dirinya sebagai makhluk suci, cinta tanah airnya, cinta bangsanya. Cinta tanah air bersifat naluriah, demi terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki keseimbangan dunia dan akhirat.
Ramadan dan Hari Raya Idulfitri di era pandemi Covid-19 perlu dikelola secara bijak. Basmilah rumput-rumput liar melalui sinkronisasi kebijakan kesehatan dengan kebijakan ekonomi. Padukan kebijakan transportasi dengan kebijakan pariwisata. Konsistenkan antara kebijakan pusat (nasional) dan daerah (lokal). Setiap larangan, mesti disertai solusinya. Kebijakan mudik berwatak sosial-religius diperlukan agar pada satu sisi kebijakan tersebut bernilai ibadah. Pada sisi lain, agar kemudaratannya dapat diminimalkan. Wallahu a’lam.
(bmm)