Pemerintah Diminta Terbuka soal Pelatihan Online Kartu Prakerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mendesak pemerintah agar transparan dalam penunjukan lembaga yang melaksanakan pelatihan online dalam program kartu prakerja.
Menurut dia, pemerintah harus menjelaskan alasan-alasan pemilihan lembaga yang ditunjuk. "Harus dijelaskan secara terbuka karena mereka yang sudah mendaftar bisa tahu lembaga mana yang cocok untuk mereka ikuti sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki,” kata Saleh kepada SINDOnews, Sabtu 18 April 2020.
Pernyataan itu seiring dengan munculnya isu terkait materi pelatihan online progam Kartu Prakerja mirip dengan konten gratis yang sudah tersedia di aplikasi seperti Youtube.
Jika materi pelatihan yang diberikan sama dengan ada di internet atau media sosial, Saleh menilai DPR akan mengkritik tegas efektivitas program pelatihan tersebut.
"Kalau sama, tanpa ada kartu prakerja pun, ya tidak perlu. Karena itu sudah banyak di media sosial. Artinya sudah tidak asing. Ini sama saja dengan membagi-bagi uang maka yang dapat untung banyak bukan masyarakat, tetapi lembaga penyedia pelatihan,” tuturnya.
Saleh meminta agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang mengurusi program kartu prakerja untuk menjunjung transparansi dan akuntabilitas dalam proses penunjukan mitra pelatihan kerja. Hal itu diperlukan untuk mencegah spekulasi negatif tentang program tersebut.
“Karena pelatihan online program kartu prakerja ini kan menggunakan dana negara. Jadi jangan sampai penggunaan dana ini jadi sia-sia,” ujarnya.( )
Selain itu, Komisi IX DPR juga berupaya memanggil kementerian/lembaga terkait, termasuk mitra program kartu prakerja untuk mengetahui informasi secara konkret perihal materi pelatihan yang diberikan.
“Apakah tawaran itu visible atau tidak dengan tantangan dunia kerja saat ini. Apalagi, program ini tidak ada link and match dengan perusahaan-perusahaan. Belum ada jaminan setelah pelatihan akan direkrut oleh perusahaan,” katanya.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mendorong pemerintah agar pelatihan ini diiringi dengan praktek kerja lapangan yang konkret. Dengan begitu, pesertanya terbukti memiliki skill dan keahlian, bukan hanya sekadar sertifikat.
“Tanpa ada praktik kerja tersebut, target awalnya enggak tercapai. Karena target dari awal kan ingin meningkatkan skill dari pekerja, baik yang belum dapat kerjaan, pekerja yang di-PHK,” tandasnya.
Menurut dia, pemerintah harus menjelaskan alasan-alasan pemilihan lembaga yang ditunjuk. "Harus dijelaskan secara terbuka karena mereka yang sudah mendaftar bisa tahu lembaga mana yang cocok untuk mereka ikuti sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki,” kata Saleh kepada SINDOnews, Sabtu 18 April 2020.
Pernyataan itu seiring dengan munculnya isu terkait materi pelatihan online progam Kartu Prakerja mirip dengan konten gratis yang sudah tersedia di aplikasi seperti Youtube.
Jika materi pelatihan yang diberikan sama dengan ada di internet atau media sosial, Saleh menilai DPR akan mengkritik tegas efektivitas program pelatihan tersebut.
"Kalau sama, tanpa ada kartu prakerja pun, ya tidak perlu. Karena itu sudah banyak di media sosial. Artinya sudah tidak asing. Ini sama saja dengan membagi-bagi uang maka yang dapat untung banyak bukan masyarakat, tetapi lembaga penyedia pelatihan,” tuturnya.
Saleh meminta agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang mengurusi program kartu prakerja untuk menjunjung transparansi dan akuntabilitas dalam proses penunjukan mitra pelatihan kerja. Hal itu diperlukan untuk mencegah spekulasi negatif tentang program tersebut.
“Karena pelatihan online program kartu prakerja ini kan menggunakan dana negara. Jadi jangan sampai penggunaan dana ini jadi sia-sia,” ujarnya.( )
Selain itu, Komisi IX DPR juga berupaya memanggil kementerian/lembaga terkait, termasuk mitra program kartu prakerja untuk mengetahui informasi secara konkret perihal materi pelatihan yang diberikan.
“Apakah tawaran itu visible atau tidak dengan tantangan dunia kerja saat ini. Apalagi, program ini tidak ada link and match dengan perusahaan-perusahaan. Belum ada jaminan setelah pelatihan akan direkrut oleh perusahaan,” katanya.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mendorong pemerintah agar pelatihan ini diiringi dengan praktek kerja lapangan yang konkret. Dengan begitu, pesertanya terbukti memiliki skill dan keahlian, bukan hanya sekadar sertifikat.
“Tanpa ada praktik kerja tersebut, target awalnya enggak tercapai. Karena target dari awal kan ingin meningkatkan skill dari pekerja, baik yang belum dapat kerjaan, pekerja yang di-PHK,” tandasnya.
(dam)