Pimpinan DPD Diminta Kirim Nota Protes Terkait UU Minerba
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pimpinan Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Hasan Basri menyatakan komitenya telah sepakat meminta pimpinan DPD untuk mengirim nota keberatan atau nota protes kepada pemerintah dan DPR terkait proses pengesahan RUU Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi Undang-Undang pada Sidang Paripurna DPR pekan lalu.
Menurut Hasan Basri, keputusan tersebut mengerucut dalam pertemuan antara pimpinan Komite II dengan sejumlah pimpinan alat kelengkapan DPD, di antaranya Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) Alirman Sori, Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Silviana Murni dan Wakil Ketua Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) Tb Ali Ridho, yang digelar Rabu 20 Mei 2020 malam di kediaman Ketua Komite II Yorrys Raweyai.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama empat jam itu, hadir juga pimpinan Komite II lainnya, Abdullah Puteh dan Bustami Zainuddin. Hadir juga Senator DKI Jakarta Jimly Asshiddiqie, Senator NTT Anggelo dan Wakil Ketua III DPD Sultan Baktiar Najamudin.
“Kami melihat ada dua persoalan fundamental dalam proses pengesahan UU tersebut. Pertama secara formil, ada tahapan yang salah yang dilakukan DPR berkaitan dengan peran dan fungsi DPD sebagaimana diatur dalam konstitusi dan UU MD3. Kedua, secara materiil, kami sudah memberikan pikiran dan masukan yang oleh DPR sama sekali tidak diakomodasi dalam substansi UU tersebut,” tutur Hasan dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Kamis (21/5/2020).
Oleh karena itu, dia akan segera bersurat kepada pimpinan agar menerbitkan nota keberatan dan protes resmi dari DPD.
“Bila perlu materi dan pandangan serta masukan dari DPD terhadap substansi UU tersebut yang tidak diakomodasi oleh DPR akan kami berikan kepada para pihak yang mengajukan gugatan atas UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi,” tandas Senator dari Kalimantan Utara ini.( )
Persoalan UU Minerba yang telah disahkan oleh DPR tanpa mendengar masukan DPD dinilainya sebagai bentuk pengabaian apa yang telah di amanahkan oleh Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) dan dan tidak menjaga etika dalam kelembagaan.
"Seharusnya DPR juga harus menghargai putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 yang di muat dalam Berita Negara Republik Indonesia," tuturnya.
Senator Sumatera Barat, Alirman Sori juga menyoroti proses pengesahan Perppu Nomor 1 tahun 2020 yang telah disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
“Itu prosesnya hampir sama. Maka tidak salah, akan banyak yang menggugat ke Mahmakah Konstitusi,” ujar Alirman.
Dia berharap apa yang dilakukan Komite II dengan meminta pimpinan melayangkan nota keberatan atau surat protes tersebut bisa menjadi pelajaran penting bagi semua lembaga negara, khususnya DPR dan Presiden agar memperhatikan dan melaksanakan amanat konstitusi dan undang-undang dalam proses bernegara, terutama berkaitan dengan proses legislasi.
“DPD ini wakil daerah. Undang-Undang Minerba itu berdampak langsung kepada masyarakat di daerah. Masukan dan suara kami wajib untuk diperhatikan dan diakomodasi. Karena itu saya bisa memahami apa yang teman-teman Komite II lakukan. Dan ke depan hal seperti ini tidak boleh lagi terjadi,” tuturnya.
rsoalan UU minerba yang telah disahkan oleh DPR RI yang dimana tidak mengakomodir dari pada masukan DPD RI saya menganggap ini sudah mengasampingkan apa yang telah di amanahkan oleh UU MD3, dan tidak menjaga etika dalam kelembagaan. Yang seharusnya DPR RI juga harus menghargai putusan MK No 92/PUU-X/2012 yang di muat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Menurut Hasan Basri, keputusan tersebut mengerucut dalam pertemuan antara pimpinan Komite II dengan sejumlah pimpinan alat kelengkapan DPD, di antaranya Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) Alirman Sori, Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Silviana Murni dan Wakil Ketua Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP) Tb Ali Ridho, yang digelar Rabu 20 Mei 2020 malam di kediaman Ketua Komite II Yorrys Raweyai.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama empat jam itu, hadir juga pimpinan Komite II lainnya, Abdullah Puteh dan Bustami Zainuddin. Hadir juga Senator DKI Jakarta Jimly Asshiddiqie, Senator NTT Anggelo dan Wakil Ketua III DPD Sultan Baktiar Najamudin.
“Kami melihat ada dua persoalan fundamental dalam proses pengesahan UU tersebut. Pertama secara formil, ada tahapan yang salah yang dilakukan DPR berkaitan dengan peran dan fungsi DPD sebagaimana diatur dalam konstitusi dan UU MD3. Kedua, secara materiil, kami sudah memberikan pikiran dan masukan yang oleh DPR sama sekali tidak diakomodasi dalam substansi UU tersebut,” tutur Hasan dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Kamis (21/5/2020).
Oleh karena itu, dia akan segera bersurat kepada pimpinan agar menerbitkan nota keberatan dan protes resmi dari DPD.
“Bila perlu materi dan pandangan serta masukan dari DPD terhadap substansi UU tersebut yang tidak diakomodasi oleh DPR akan kami berikan kepada para pihak yang mengajukan gugatan atas UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi,” tandas Senator dari Kalimantan Utara ini.( )
Persoalan UU Minerba yang telah disahkan oleh DPR tanpa mendengar masukan DPD dinilainya sebagai bentuk pengabaian apa yang telah di amanahkan oleh Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) dan dan tidak menjaga etika dalam kelembagaan.
"Seharusnya DPR juga harus menghargai putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 yang di muat dalam Berita Negara Republik Indonesia," tuturnya.
Senator Sumatera Barat, Alirman Sori juga menyoroti proses pengesahan Perppu Nomor 1 tahun 2020 yang telah disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
“Itu prosesnya hampir sama. Maka tidak salah, akan banyak yang menggugat ke Mahmakah Konstitusi,” ujar Alirman.
Dia berharap apa yang dilakukan Komite II dengan meminta pimpinan melayangkan nota keberatan atau surat protes tersebut bisa menjadi pelajaran penting bagi semua lembaga negara, khususnya DPR dan Presiden agar memperhatikan dan melaksanakan amanat konstitusi dan undang-undang dalam proses bernegara, terutama berkaitan dengan proses legislasi.
“DPD ini wakil daerah. Undang-Undang Minerba itu berdampak langsung kepada masyarakat di daerah. Masukan dan suara kami wajib untuk diperhatikan dan diakomodasi. Karena itu saya bisa memahami apa yang teman-teman Komite II lakukan. Dan ke depan hal seperti ini tidak boleh lagi terjadi,” tuturnya.
rsoalan UU minerba yang telah disahkan oleh DPR RI yang dimana tidak mengakomodir dari pada masukan DPD RI saya menganggap ini sudah mengasampingkan apa yang telah di amanahkan oleh UU MD3, dan tidak menjaga etika dalam kelembagaan. Yang seharusnya DPR RI juga harus menghargai putusan MK No 92/PUU-X/2012 yang di muat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
(dam)