Kisah Pilu Alde Maulana, CPNS Penyandang Disabilitas yang Digagalkan Jadi PNS
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rasa kecewa, marah, dan bingung bercampur jadi satu di benak Alde Maulana. Impian penyandang disabilitas asal Padang, Sumatera Barat itu menjadi abdi negara buyar setelah Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI memberhentikannya dari Calon Pegawai Negeri Sipil ( CPNS ) karena tidak memenuhi syarat kesehatan.
Alde adalah seorang difabel yang disebabkan stroke dan coiling anevrisma pada 2015. Mata kirinya buta 50% derajat kecacatan, sementara tangan dan kakinya lumpuh layu dengan derajat kecacatan pertama. Setelah menjalani fisioterapi, kondisinya membaik meski tidak sempurna.
"Saya ikut mendaftar CPNS BPK RI pada 2018 dengan jenis formasi Penyandang Disabilitas," tutur Alde saat berbincang dengan SINDOnews di Gedung SINDO Jakarta Pusat, Kamis (22/4/2021). Alde ditemani istrinya, Dewi Radnasari dan Wendra Rona Putra dari LBH Padang.
Setelah menjalani serangkaian seleksi, pada Januari 2019 Alde dinyatakan lulus. BPK pun mengangkat lulusan Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang ini menjadi CPNS dengan golongan III/A.
Persoalan muncul dua bulan kemudian saat Alde mengikuti Diklat Orientasi Ke-BPK-an Angkatan V selama 55 jam pelajaran di Medan, Sumatera Utara. Dalam diklat yang digelar 11-19 Maret 2019, kata Alde, semua peserta disama-ratakan, baik yang normal maupun penyandang disabilitas.
Peserta wajib mengikuti setiap acara dari mulai apel pagi, belajar di dalam kelas, hingga apel sore. Akibatnya Alde jatuh sakit hingga kejang-kejang karena aktivitas yang berlebih itu.
"Saya kemudian dibawa ke RSUP H Adam Malik Medan. Di-CT scan. Hasilnya, dokter menyatakan bahwa saya tidak boleh berpikir keras," kata pria kelahiran Padang, 17 Desember 1983 itu.
Atas hasil itu, Alde disarankan untuk tidak melanjutkan Diklat dan dikembalikan ke unit kerja BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Barat. Bahkan, dia juga disarankan mengundurkan diri dari CPNS. Namun karena merasa sudah kembali sehat, Alde tetap mengikuti kelas diklat meski akhirnya tidak mengikuti beberapa ujian.
Alde kemudian kembali ke tempat kerjanya dan diperbantukan di bagian Sumber Daya Manusia (SDM). Dia pun bekerja seperti biasa dengan sepenuh hati. Hingga akhirnya pada awal 2020, Alde diminta untuk melakukan medical check up di RSPAD Gatot Subroto Jakarta sebanyak dua kali.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Alde Maulana untuk sementara belum memenuhi syarat kesehatan dan memerlukan pengobatan/perawatan karena menderita pembengkakan jantung.
"Pada 14 Februari 2020, ada pelantikan CPNS menjadi PNS, tapi saya tidak ikut dilantik. Katanya nanti ada orang BPK RI yang akan menjelaskan status saya," tuturnya.
Tak lama setelah itu, BPK RI mengeluarkan Surat Keputusan Jenderal BPK Nomor:73/K/X-x.3/03/2020 tentang pemberhentian dengan hormat Alde Maulana sebagai CPNS.
Didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Alde kemudian mencari second opinion mengenai kesehatannya. Dia melakukan medical check up di RSUP DR M Djamil Padang. Dari hasil pemeriksaan, dokter menyatakan bahwa Alde memenuhi syarat untuk jenis pekerjaan tertentu.
"Kami sudah mengirimkan surat hasil pengujian ini ke BPK RI pada Agustus 2020. BPK RI baru memberikan jawaban pada Maret 2021 bahwa mereka tetap tidak mau merevisi SK pemberhentian saudara Alde," kata Wendra Rona Putra dari LBH Padang.
Padahal, menurutnya, dalam rakor Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) bahwa pemberhentian Alde Maulana bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam Pasal 11 huruf d dinyatakan bahwa tidak diberhentikan karena alasan disabilitas.
"Ini bisa dikatakan BPK RI telah melakukan perbuatan melawan hukum. Kami akan melakukan gugatan hukum ke pengadilan," kata Wendra.
Susah Mendapat Pekerjaan Lagi
Pemberhentian sebagai CPNS membuat Alde kecewa, hancur, dan bingung. Apalagi dia harus menghidupi seorang istri yang dinikahinya tak lama setelah mendapat SK CPNS. Pekerjaan serabutan terpaksa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
"Jualan buah. Kalau ada modal jualan, kalau tidak laku kan busuk. Habis modal," kata Dewi Radnasari, istri Alde Maulana.
Bukan tidak ada usaha untuk mencari pekerjaan yang lebih baik tapi pasca diberhentikan sebagai CPNS, tidak ada perusahaan yang mau menerimanya. Alasannya, negara saja tidak percaya dengan status kesehatannya, apalagi swasta.
"Kondisi ini sama saja membunuh kami secara pelan-pelan," ucap Alde Pilu.
Sementara pihak BPK RI belum merespons ketika dikonfirmasi mengenai kasus ini. Nomor telepon Ketua BPK RI, Agung Firman Sampurna tidak aktif, sedangkan Anggota BPK RI Achsanul Qosasi tidak mengangkat telepon saat dihubungi.
Alde adalah seorang difabel yang disebabkan stroke dan coiling anevrisma pada 2015. Mata kirinya buta 50% derajat kecacatan, sementara tangan dan kakinya lumpuh layu dengan derajat kecacatan pertama. Setelah menjalani fisioterapi, kondisinya membaik meski tidak sempurna.
"Saya ikut mendaftar CPNS BPK RI pada 2018 dengan jenis formasi Penyandang Disabilitas," tutur Alde saat berbincang dengan SINDOnews di Gedung SINDO Jakarta Pusat, Kamis (22/4/2021). Alde ditemani istrinya, Dewi Radnasari dan Wendra Rona Putra dari LBH Padang.
Setelah menjalani serangkaian seleksi, pada Januari 2019 Alde dinyatakan lulus. BPK pun mengangkat lulusan Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang ini menjadi CPNS dengan golongan III/A.
Persoalan muncul dua bulan kemudian saat Alde mengikuti Diklat Orientasi Ke-BPK-an Angkatan V selama 55 jam pelajaran di Medan, Sumatera Utara. Dalam diklat yang digelar 11-19 Maret 2019, kata Alde, semua peserta disama-ratakan, baik yang normal maupun penyandang disabilitas.
Peserta wajib mengikuti setiap acara dari mulai apel pagi, belajar di dalam kelas, hingga apel sore. Akibatnya Alde jatuh sakit hingga kejang-kejang karena aktivitas yang berlebih itu.
"Saya kemudian dibawa ke RSUP H Adam Malik Medan. Di-CT scan. Hasilnya, dokter menyatakan bahwa saya tidak boleh berpikir keras," kata pria kelahiran Padang, 17 Desember 1983 itu.
Atas hasil itu, Alde disarankan untuk tidak melanjutkan Diklat dan dikembalikan ke unit kerja BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Barat. Bahkan, dia juga disarankan mengundurkan diri dari CPNS. Namun karena merasa sudah kembali sehat, Alde tetap mengikuti kelas diklat meski akhirnya tidak mengikuti beberapa ujian.
Alde kemudian kembali ke tempat kerjanya dan diperbantukan di bagian Sumber Daya Manusia (SDM). Dia pun bekerja seperti biasa dengan sepenuh hati. Hingga akhirnya pada awal 2020, Alde diminta untuk melakukan medical check up di RSPAD Gatot Subroto Jakarta sebanyak dua kali.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Alde Maulana untuk sementara belum memenuhi syarat kesehatan dan memerlukan pengobatan/perawatan karena menderita pembengkakan jantung.
"Pada 14 Februari 2020, ada pelantikan CPNS menjadi PNS, tapi saya tidak ikut dilantik. Katanya nanti ada orang BPK RI yang akan menjelaskan status saya," tuturnya.
Tak lama setelah itu, BPK RI mengeluarkan Surat Keputusan Jenderal BPK Nomor:73/K/X-x.3/03/2020 tentang pemberhentian dengan hormat Alde Maulana sebagai CPNS.
Didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Alde kemudian mencari second opinion mengenai kesehatannya. Dia melakukan medical check up di RSUP DR M Djamil Padang. Dari hasil pemeriksaan, dokter menyatakan bahwa Alde memenuhi syarat untuk jenis pekerjaan tertentu.
"Kami sudah mengirimkan surat hasil pengujian ini ke BPK RI pada Agustus 2020. BPK RI baru memberikan jawaban pada Maret 2021 bahwa mereka tetap tidak mau merevisi SK pemberhentian saudara Alde," kata Wendra Rona Putra dari LBH Padang.
Padahal, menurutnya, dalam rakor Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) bahwa pemberhentian Alde Maulana bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam Pasal 11 huruf d dinyatakan bahwa tidak diberhentikan karena alasan disabilitas.
"Ini bisa dikatakan BPK RI telah melakukan perbuatan melawan hukum. Kami akan melakukan gugatan hukum ke pengadilan," kata Wendra.
Susah Mendapat Pekerjaan Lagi
Pemberhentian sebagai CPNS membuat Alde kecewa, hancur, dan bingung. Apalagi dia harus menghidupi seorang istri yang dinikahinya tak lama setelah mendapat SK CPNS. Pekerjaan serabutan terpaksa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
"Jualan buah. Kalau ada modal jualan, kalau tidak laku kan busuk. Habis modal," kata Dewi Radnasari, istri Alde Maulana.
Bukan tidak ada usaha untuk mencari pekerjaan yang lebih baik tapi pasca diberhentikan sebagai CPNS, tidak ada perusahaan yang mau menerimanya. Alasannya, negara saja tidak percaya dengan status kesehatannya, apalagi swasta.
"Kondisi ini sama saja membunuh kami secara pelan-pelan," ucap Alde Pilu.
Sementara pihak BPK RI belum merespons ketika dikonfirmasi mengenai kasus ini. Nomor telepon Ketua BPK RI, Agung Firman Sampurna tidak aktif, sedangkan Anggota BPK RI Achsanul Qosasi tidak mengangkat telepon saat dihubungi.
(kri)