Indo-Pasifik Dalam Pusaran 'Fait Accompli'
loading...
A
A
A
Di sisi lain, Quad sebagai aliansi terdepan dalam menantang sikap agresif Beijing di LCS telah sampai pada analisis tentang perlunya kehadiran kekuatan sepadan di kawasan Indo-Pasifik. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi tindakan sewenang-wenang dan kemungkinan agresi China di masa depan. Dengan merajut kerja sama pertahanan termasuk mengupayakan keterlibatan dengan negara-negara di Asia Tenggara, Quad menahbiskan diri sebagai jangkar perdamaian di Indo-Pasifik.
Posisi Indonesia
Sikap sejumlah negara di Asia Tenggara menyangkut pelanggaran hak berdaulat di ZEE dengan kenyataan eratnya hubungan atau bahkan ketergantungan ekonomi dengan China telah membawa pada posisi dilematis. Indonesia misalnya baru saja mencapai kesepakatan perdagangan dengan China senilai Rp20,04 triliun pada 3 April lalu. Tetapi, hubungan Indonesia dengan negara yang tergabung di dalam Quad juga terjalin dengan baik. Seperti saat Indonesia menandatangani kerja sama di bidang pertahanan melalui kerja sama alih teknologi alutsista dengan Jepang, juga saat berlangsungnya percakapan khusus via telepon antara Menhan AS Lloyd Austin dengan Menhan Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.
Dalam kerja sama dengan Jepang dan pembicaraan dengan AS tersebut, keduanya sama-sama menilai pentingnya kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan, khususnya di kawasan Indo-Pasifik. Ini merupakan sinyal yang menjelaskan bahwa bagi Indonesia, kerja sama ekonomi dan persoalan kedaulatan adalah dua hal yang berbeda. Hubungan dagang bisa dilakukan dengan negara mana pun di kawasan Indo-pasifik, termasuk dengan China sama halnya dengan kerja sama pertahanan dapat dilakukan dengan pihak mana pun, dalam hal ini termasuk dengan pihak yang berseberangan dan menentang klaim teritorial China atas LCS, yakni Jepang dan AS.
Apa yang dilakukan Indonesia belakangan ini semakin menegaskan karakter utama prinsip politik bebas aktif. Namun, pada saat yang sama, Indonesia juga mencermati kondisi geopolitik kawasan yang memerlukan respons cepat khususnya dalam membangun kekuatan alutsista khususnya untuk matra laut. Hal ini sebagaimana terlihat dari kehadiran dua kapal perang baru buatan Indonesia, yaitu KAL Pandang1-1-72 dan KAL Sarudik1-2-18. Dengan spesifikasi, kecepatan 28 knot, panjang 28 meter, dan berat 90 ton. TNI AL juga membangun pangkalan yang difungsikan sebagai stasiun bantu untuk mendukung tugas operasi kapal selam di Selat Lampa, Natuna. Selanjutnya, laut Natuna akan dikonsentrasikan sebagai tempat dilakukannya simulasi peperangan antikapal selam dalam waktu dekat.
Apa yang tengah dilakukan Indonesia dalam bidang pertahanan, termasuk melalui upaya pengadaan alutsista, serta pembangunan sarana pendukung operasi militer merupakan hal yang perlu diapresiasi. Dapat dibayangkan sulitnya membangun armada tempur di tengah refocusing anggaran akibat pandemi Covid-19. Mencermati upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dalam upaya mengembangkan kemandirian industri pertahanan dalam negeri, juga dalam mendukung dan memprioritaskan pembangunan di bidang pertahanan secara keseluruhan, saya meyakini secara bertahap, suatu hari nanti Indonesia akan tampil sebagai negara dengan kekuatan militer mumpuni dan disegani dunia.
Selain itu, hal penting lainnya yang tidak dapat dikesampingkan adalah bahwa prajurit TNI tidak diragukan lagi memiliki jiwa patriotisme yang tinggi. Ini merupakan suatu nilai penting yang mendasari semangat agar tidak dikendalikan dan tunduk pada kekuatan luar. Sebab, sekuat apa pun peralatan militer suatu negara, tidak berarti apa-apa tanpa jiwa patriot di dalam dada para prajuritnya. Terakhir, mengutip apa yang disampaikan oleh Panglima TNI dalam upacara peresmian kapal selam Alugoro-405 sekaligus peresmian stasiun bantu kapal selam di dermaga Faslabuh Pangkalan TNI AL, Selat Lampa, Natuna pada 6 April 2021, “Every ship has a soul, setiap kapal di dalamnya terdapat jiwa, dan para pengawak KRI Alugoro-405 menjadi jiwa dari alutsista kebanggaan kita bersama ini”.
Jaya selalu TNI, Jayalah Indonesia!
Posisi Indonesia
Sikap sejumlah negara di Asia Tenggara menyangkut pelanggaran hak berdaulat di ZEE dengan kenyataan eratnya hubungan atau bahkan ketergantungan ekonomi dengan China telah membawa pada posisi dilematis. Indonesia misalnya baru saja mencapai kesepakatan perdagangan dengan China senilai Rp20,04 triliun pada 3 April lalu. Tetapi, hubungan Indonesia dengan negara yang tergabung di dalam Quad juga terjalin dengan baik. Seperti saat Indonesia menandatangani kerja sama di bidang pertahanan melalui kerja sama alih teknologi alutsista dengan Jepang, juga saat berlangsungnya percakapan khusus via telepon antara Menhan AS Lloyd Austin dengan Menhan Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.
Dalam kerja sama dengan Jepang dan pembicaraan dengan AS tersebut, keduanya sama-sama menilai pentingnya kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan, khususnya di kawasan Indo-Pasifik. Ini merupakan sinyal yang menjelaskan bahwa bagi Indonesia, kerja sama ekonomi dan persoalan kedaulatan adalah dua hal yang berbeda. Hubungan dagang bisa dilakukan dengan negara mana pun di kawasan Indo-pasifik, termasuk dengan China sama halnya dengan kerja sama pertahanan dapat dilakukan dengan pihak mana pun, dalam hal ini termasuk dengan pihak yang berseberangan dan menentang klaim teritorial China atas LCS, yakni Jepang dan AS.
Apa yang dilakukan Indonesia belakangan ini semakin menegaskan karakter utama prinsip politik bebas aktif. Namun, pada saat yang sama, Indonesia juga mencermati kondisi geopolitik kawasan yang memerlukan respons cepat khususnya dalam membangun kekuatan alutsista khususnya untuk matra laut. Hal ini sebagaimana terlihat dari kehadiran dua kapal perang baru buatan Indonesia, yaitu KAL Pandang1-1-72 dan KAL Sarudik1-2-18. Dengan spesifikasi, kecepatan 28 knot, panjang 28 meter, dan berat 90 ton. TNI AL juga membangun pangkalan yang difungsikan sebagai stasiun bantu untuk mendukung tugas operasi kapal selam di Selat Lampa, Natuna. Selanjutnya, laut Natuna akan dikonsentrasikan sebagai tempat dilakukannya simulasi peperangan antikapal selam dalam waktu dekat.
Apa yang tengah dilakukan Indonesia dalam bidang pertahanan, termasuk melalui upaya pengadaan alutsista, serta pembangunan sarana pendukung operasi militer merupakan hal yang perlu diapresiasi. Dapat dibayangkan sulitnya membangun armada tempur di tengah refocusing anggaran akibat pandemi Covid-19. Mencermati upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dalam upaya mengembangkan kemandirian industri pertahanan dalam negeri, juga dalam mendukung dan memprioritaskan pembangunan di bidang pertahanan secara keseluruhan, saya meyakini secara bertahap, suatu hari nanti Indonesia akan tampil sebagai negara dengan kekuatan militer mumpuni dan disegani dunia.
Selain itu, hal penting lainnya yang tidak dapat dikesampingkan adalah bahwa prajurit TNI tidak diragukan lagi memiliki jiwa patriotisme yang tinggi. Ini merupakan suatu nilai penting yang mendasari semangat agar tidak dikendalikan dan tunduk pada kekuatan luar. Sebab, sekuat apa pun peralatan militer suatu negara, tidak berarti apa-apa tanpa jiwa patriot di dalam dada para prajuritnya. Terakhir, mengutip apa yang disampaikan oleh Panglima TNI dalam upacara peresmian kapal selam Alugoro-405 sekaligus peresmian stasiun bantu kapal selam di dermaga Faslabuh Pangkalan TNI AL, Selat Lampa, Natuna pada 6 April 2021, “Every ship has a soul, setiap kapal di dalamnya terdapat jiwa, dan para pengawak KRI Alugoro-405 menjadi jiwa dari alutsista kebanggaan kita bersama ini”.
Jaya selalu TNI, Jayalah Indonesia!
(bmm)