Degradasi Lingkungan Terus Mengancam
loading...
A
A
A
"Tren yang melonjak saat ini, memang kita perhatikan ada di wilayah timur, seperti Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Konsentrasi untuk upaya mempertahankan hutan itu memang sekarang harus lebih banyak ke wilayah timur," ujarnya.
Artinya, deforestasi secara nasional memang menunjukkan adanya penurunan angka di setiap tahunnya, tetapi ada peningkatan di beberapa wilayah yang masih memiliki hutan alam terutama di provinsi Papua. Dia pun melihat kecenderungan yang sama, ketika muncul periode dimana laju deforestasi meningkat tajam. Ada kaitan politik dengan hilangnya hutan itu.
Meningginya laju deforestasi, kata Mufthi, terjadi di saat masa transisi pergantian rezim pemerintahan. Pada masa 1998 misalnya, terjadi kenaikan drastis tiga bulan sebelum Soeharto jatuh. Pergantian Presiden terjadi pada Juni 1998, tetapi tiga bulan sebelumnya ada lonjakan pelepasan kawasan hutan seluas 275.000 hektare di Indonesia. Periode transisi 2004 menjadi masa tidak ada aksi menghabisi hutan dalam skala besar.
Anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan menilai langkah paling konkret untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup adalah dengan cara terpadu dari tingkat atas sampai kepada tingkat bawahnya. Artinya, harus ada koordinasi yang baik antara pusat dan daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No 32/2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut Johan, lingkungan hidup‎ yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. "Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan," ujarnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengungkapkan bahwa perusakan hutan, terutama berupa pembalakan liar, penambangan tanpa izin, merupakan kejahatan yang berdampak luar biasa. Sehingga, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum.
COP26 UNFCCC
Lingkungan masih menjadi persoalan tak ringan bagi Indonesia. Kendati demikian, melalui berbagai program terpadu, upaya penyelamatan alam juga tak henti dilakukan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menilai, upaya Indonesia dalam menjaga kualitas lingkungan hidup bahkan mendapat apresiasi dari dunia.
Pada the Twenty Sixth of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP26 UNFCCC), Indonesia bahkan berada pada posisi leading by example. Artinya Indonesia hadir pada forum tersebut dengan membawa capaian-capaian yang telah dilakukan Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim. "Dalam negosiasi-negosiasi perubahan iklim ke depan, dengan berbasis bukti ilmiah dan praktik di lapangan, saatnya kita menyampaikan apa yang sudah kita lakukan, dan mengajak dunia untuk melakukan hal yang sama," ujar Wamen LHK Alue Dohong dalam keterangan tertulisnya.
telah memperlihatkan hasil kinerja penurunan emisi gas rumah kaca. Pada tahun 2014-2016, Indonesia mampu mengurangi sekitar 20,3 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2eq) dari sektor pencegahan deforestasi dan degradasi hutan. Hasil kinerja tersebut telah mendapatkan apresiasi global melalui pendanaan Green Climate Fund sebesar USD103,8juta untuk periode 2021-2022. Sedangkan, atas penurunan emisi sebesar 11,2 juta ton CO2eq pada 2016-2017, Pemerintah Indonesia menerima pembayaran dari Norwegia, sebesar proyeksi USD56 juta.
“Indonesia tidak dapat hanya berhenti sampai di sini, dan masih banyak hal yang harus dikerjakan. Perjuangan masih panjang, untuk mencapai penurunan emisi GRK sebesar 29," katanya.
Artinya, deforestasi secara nasional memang menunjukkan adanya penurunan angka di setiap tahunnya, tetapi ada peningkatan di beberapa wilayah yang masih memiliki hutan alam terutama di provinsi Papua. Dia pun melihat kecenderungan yang sama, ketika muncul periode dimana laju deforestasi meningkat tajam. Ada kaitan politik dengan hilangnya hutan itu.
Meningginya laju deforestasi, kata Mufthi, terjadi di saat masa transisi pergantian rezim pemerintahan. Pada masa 1998 misalnya, terjadi kenaikan drastis tiga bulan sebelum Soeharto jatuh. Pergantian Presiden terjadi pada Juni 1998, tetapi tiga bulan sebelumnya ada lonjakan pelepasan kawasan hutan seluas 275.000 hektare di Indonesia. Periode transisi 2004 menjadi masa tidak ada aksi menghabisi hutan dalam skala besar.
Anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan menilai langkah paling konkret untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup adalah dengan cara terpadu dari tingkat atas sampai kepada tingkat bawahnya. Artinya, harus ada koordinasi yang baik antara pusat dan daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No 32/2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut Johan, lingkungan hidup‎ yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. "Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan," ujarnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengungkapkan bahwa perusakan hutan, terutama berupa pembalakan liar, penambangan tanpa izin, merupakan kejahatan yang berdampak luar biasa. Sehingga, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum.
COP26 UNFCCC
Lingkungan masih menjadi persoalan tak ringan bagi Indonesia. Kendati demikian, melalui berbagai program terpadu, upaya penyelamatan alam juga tak henti dilakukan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menilai, upaya Indonesia dalam menjaga kualitas lingkungan hidup bahkan mendapat apresiasi dari dunia.
Pada the Twenty Sixth of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP26 UNFCCC), Indonesia bahkan berada pada posisi leading by example. Artinya Indonesia hadir pada forum tersebut dengan membawa capaian-capaian yang telah dilakukan Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim. "Dalam negosiasi-negosiasi perubahan iklim ke depan, dengan berbasis bukti ilmiah dan praktik di lapangan, saatnya kita menyampaikan apa yang sudah kita lakukan, dan mengajak dunia untuk melakukan hal yang sama," ujar Wamen LHK Alue Dohong dalam keterangan tertulisnya.
telah memperlihatkan hasil kinerja penurunan emisi gas rumah kaca. Pada tahun 2014-2016, Indonesia mampu mengurangi sekitar 20,3 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2eq) dari sektor pencegahan deforestasi dan degradasi hutan. Hasil kinerja tersebut telah mendapatkan apresiasi global melalui pendanaan Green Climate Fund sebesar USD103,8juta untuk periode 2021-2022. Sedangkan, atas penurunan emisi sebesar 11,2 juta ton CO2eq pada 2016-2017, Pemerintah Indonesia menerima pembayaran dari Norwegia, sebesar proyeksi USD56 juta.
“Indonesia tidak dapat hanya berhenti sampai di sini, dan masih banyak hal yang harus dikerjakan. Perjuangan masih panjang, untuk mencapai penurunan emisi GRK sebesar 29," katanya.