Bawaslu dan Tantangan Pengawasan Pemilu 2024
loading...
A
A
A
Masa kerja penyelenggara pemilihan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi juga akan habis pada 2023 yang berarti proses pengisian komisioner baik KPU maupun Bawaslu sudah dilakukan saat memasuki tahapan pileg dan pilpres. Proses pemilu dengan memperhatikan waktu pelaksanaannya akan membuat tahapan akhir pileg dan pilpres belum selesai, namun sudah disusul dengan dimulainya tahapan pilkada.
Bagi pengawas pemilu bukanlah sebuah perkara mudah terlebih tantangan terberatnya ada pada pengawas tingkat kecamatan maupun tingkat kelurahan/desa. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) dan Panitia Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa (Panwaslu Kelurahan/Desa) akan dihadapkan pada beberapa persoalan. Pertama, area kerja yang luas secara geografis. Kedua, jumlah penduduk yang terlampau banyak. Ketiga, iklim politik yang panas di wilayah tertentu berpotensi terjadi konflik.
Perlu dilakukan peninjauan untuk menambah personel pengawas pemilu di dua tingkatan tersebut agar tugas pengawasan dapat lebih optimal. Misalnya, untuk desa dengan jumlah pemilih di atas 3.000 pemilih perlu diberikan dua Panwaslu Desa, begitu seterusnya untuk kelipatan 1.500-2.000 pemilih. Sebab, tujuan pengawasan yang dilakukan objeknya adalah mengawasi gerak masyarakat dalam hajat politik pemilihan sehingga dengan hanya satu pengawas di tingkat desa yang memiliki jumlah penduduk banyak kurang efektif.
Kemudian untuk kecamatan yang memiliki jumlah desa di atas 15 desa dapat diisi dengan lima orang komisioner. Karena praktis pengawasan di tingkat desa dengan satu orang dan kecamatan tiga orang bukanlah porsi yang ideal bagi wilayah yang luas serta penduduk yang padat. Kembali lagi bahwa pengawasan yang dilakukan adalah mengawasi masyarakat (pemilih) dengan proses panjang sejak tahap awal pemilihan hingga selesainya pemilihan, bukan hanya pada saat hari pemungutan suara yang pembagian pengawasannya pada Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Peran Sentral Bawaslu
Bersama tiga lembaga lainnya, KPU dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Bawaslu bertanggung jawab terhadap jalannya demokratisasi dalam pemilihan. Objek pengawasan Bawaslu adalah mengawasi kerja penyelenggara teknis (KPU) dan peserta pemilihan. Selain itu, Bawaslu juga harus mengawasi masyarakat yang menurut UU dilarang memihak pada salah satu calon dalam pemilihan seperti Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sepak terjang Bawaslu lainnya adalah memberikan rekomendasi seperti saran perbaikan kepada KPU hingga diskualifikasi calon seperti yang terjadi di beberapa daerah pada Pilkada 2020, yakni Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Banggai, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Kaur, dan Kabupaten Ogan Ilir. Rekomendasi Bawaslu dapat berupa temuan maupun laporan masyarakat. Kehadiran Bawaslu memudahkan masyarakat untuk mengadu terkait pelanggaran pemilu.
Ke depan, Bawaslu harus tetap menjadi lembaga yang dapat diharapkan dalam menjaga kualitas demokrasi di tengah perang informasi yang dapat menuju pada situasi distrust terhadap banyak pihak termasuk dalam momentum pemilu.
Bagi pengawas pemilu bukanlah sebuah perkara mudah terlebih tantangan terberatnya ada pada pengawas tingkat kecamatan maupun tingkat kelurahan/desa. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) dan Panitia Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa (Panwaslu Kelurahan/Desa) akan dihadapkan pada beberapa persoalan. Pertama, area kerja yang luas secara geografis. Kedua, jumlah penduduk yang terlampau banyak. Ketiga, iklim politik yang panas di wilayah tertentu berpotensi terjadi konflik.
Perlu dilakukan peninjauan untuk menambah personel pengawas pemilu di dua tingkatan tersebut agar tugas pengawasan dapat lebih optimal. Misalnya, untuk desa dengan jumlah pemilih di atas 3.000 pemilih perlu diberikan dua Panwaslu Desa, begitu seterusnya untuk kelipatan 1.500-2.000 pemilih. Sebab, tujuan pengawasan yang dilakukan objeknya adalah mengawasi gerak masyarakat dalam hajat politik pemilihan sehingga dengan hanya satu pengawas di tingkat desa yang memiliki jumlah penduduk banyak kurang efektif.
Kemudian untuk kecamatan yang memiliki jumlah desa di atas 15 desa dapat diisi dengan lima orang komisioner. Karena praktis pengawasan di tingkat desa dengan satu orang dan kecamatan tiga orang bukanlah porsi yang ideal bagi wilayah yang luas serta penduduk yang padat. Kembali lagi bahwa pengawasan yang dilakukan adalah mengawasi masyarakat (pemilih) dengan proses panjang sejak tahap awal pemilihan hingga selesainya pemilihan, bukan hanya pada saat hari pemungutan suara yang pembagian pengawasannya pada Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Peran Sentral Bawaslu
Bersama tiga lembaga lainnya, KPU dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Bawaslu bertanggung jawab terhadap jalannya demokratisasi dalam pemilihan. Objek pengawasan Bawaslu adalah mengawasi kerja penyelenggara teknis (KPU) dan peserta pemilihan. Selain itu, Bawaslu juga harus mengawasi masyarakat yang menurut UU dilarang memihak pada salah satu calon dalam pemilihan seperti Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sepak terjang Bawaslu lainnya adalah memberikan rekomendasi seperti saran perbaikan kepada KPU hingga diskualifikasi calon seperti yang terjadi di beberapa daerah pada Pilkada 2020, yakni Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Banggai, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Kaur, dan Kabupaten Ogan Ilir. Rekomendasi Bawaslu dapat berupa temuan maupun laporan masyarakat. Kehadiran Bawaslu memudahkan masyarakat untuk mengadu terkait pelanggaran pemilu.
Ke depan, Bawaslu harus tetap menjadi lembaga yang dapat diharapkan dalam menjaga kualitas demokrasi di tengah perang informasi yang dapat menuju pada situasi distrust terhadap banyak pihak termasuk dalam momentum pemilu.
(bmm)