Berpuasa Aman dan Sehat di Tengah Wabah

Kamis, 15 April 2021 - 06:01 WIB
loading...
Berpuasa Aman dan Sehat...
Jamaah mengikuti ibadah salat tarawih di masjid Istiqlal, Jakarta, Senin (12/4/2021). FOTO/YULIANTO
A A A
JAKARTA - Puasa di tengah pandemic Covid-19 menjadi tantangan tersendiri. Dibutuhkan kewaspadaan ekstra agar umat Islam bisa menjalankan ibadah puasa dengan khusyuk, aman, dan tetap sehat.

Pentingnya kehati-hatian saat menjalankan ibadah puasa telah secara khusus diingatkan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin . Pasalnya, pada momen bulan suci ini ada sejumlah kegiatan yang mengandung kerawanan, mulai dari acara buka bersama hingga salat tarawih berjamaah di masjid. Selain disiplin menjaga protokol kesehatan, selama Ramadan jangan luput mengonsumsi makan bergizi agar tetap segar dan daya imunitas kuat.



Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19 Hery Trianto menjelaskan, pelaksanaan ibadah di masa pandemi semisal solat taraweh diperbolehkan namun tidak disarankan. Secara spesifik dia menyebut, pelaksanaan ibadah jemaah di masa pandemi diperbolehkan untuk wilayah dengan status zona hijau dan kuning.

“Boleh, tetapi tidak disarankan. Boleh untukndaerah hijau dan kuning,” katanya.

Demi mengantisipasi penyebaran virus Covid-19, dia pun kembali mengingatkan umat Islam tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan sec ara ketat. Dengan demikian, ibadah bisa dilaksanakan dengan khusuk, namun tetap terjaga dari sisi kesehatan.

“Ini (dampak kasus) tentu akan kita lihat dalam beberapa pekan kedepan. Kami berharap prokes tetap harus disiplin dan patuh,” tegasnya.

Dia menjelaskan, penerapan protokol kesehatan yang dijaga dengan ketat akan memperkecil kemungkinan terjadinya penularan. Protokol kesehatan yang dimaksud yaitu dengan mengurangi jumlah jemaah hingga penerapan 5M. “Jumlah jamaah juga dibatasi serta terdiri dari orang orang di satu komunitas,” tukasnya.



Di tahun ini, lanjut dia, ibadah ramadan berlangsung dengan suasana pandemi. Namun yang berbeda kali ini masyarakat sebagian sudah menjalani vaksinasi sehingga mereka merasa lebih bersemangat untuk ibadah jemaah di tempat ibadah.

“Kalau melihat ramainya jalan sekarang bisa jadi. Vaksin ini menciptakan euoforia bahwa masyarakat bisa beraktifitas normal lagi,” ungkapnya.

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan pelaksanaan ibadah di saat pandemi harus dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. Masyarakat jangan sampai lengah dalam menjalankan prokes yang berlaku. Jika lengah, maka angka kasus akan bertambah.

Dia menegaskan pemerintah dan masyarakat harus benar jika ingin menekan angka kasus. Dari sisi pemerintah, jangan membuat informasi yang tidak tepat dengan mengatakan saat ini jumlah penderita turun padahal yang sebenarnya terjadi tidak demikian. Pasalnya, hal itu akan berpengaruh pada sikap masyarakat yang menjadi lebih kendor dalam menjaga protokol kesehatan.

“Pemerintah dan masyarakat harus benar. Harus memberi informasi yang benar, menanggulangi dengan benar dan masyarakat akan bersikap benar. Sekarang pemerintah salah informasi kalau kasus sudah turun,” ucapnya.

Miko mengingatkan, jika informasi yang diberikan tidak benar maka sikap masyarakat pun akan berpengaruh. Masyarakat bisa jadi menjadi tidak terlalu ketat menjaga prokes ketika diinformasikan jumlah kasus turun. “Jadi harus diberikan informasi yang benar. Jangan sampai dibilang turun kasusnya sehingga masyarakat jadi kurang menerapkan prokes,” tukasnya.

Baca juga: Mentadabburi dan Mengakrabi Al-Qur'an di Malam-malam Ramadhan

Lebih jauh dia meminga pemerintah tidak memberikan harapan palsu pada masyarakat. Jika hal itu dilakukan maka masyarakat akan lebih ketat lagi menjaga prokes. Dalam melakukan penghitungan pun perlu diperhatikan jumlah orang tanpa gejala (OTG) yang mencapai 80% dari jumlah kasus yang ada.

“Harusnya diinformasikan pada masyakat jadi tahu kasusnya yang seharusnya ada di masyarakat. Jangan biarkan OTG berkeliaran, sekarang oleh pemerintah OTG dibiarkan berkeliaran,” tegasnya.

Perkuat Imunitas
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito meimenilai masyarakat tidak usah khawatir terhadap sistem imunitas tubuh, meskipun harus menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Menurutnya sudah banyak studi yang menyatakan bahwa puasa yang setidaknya dilakukan selama 3 hari akan efektif membantu proses peremajaan sistem imun melalui produksi sel darah putih baru.

Imunitas juga dapat diperkuat dengan upaya lainnya seperti menjaga asupan yang berkualitas. Seperti mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat sebagai sumber kalori, yang dapat berupa nasi, roti, dan lainnya. Makanan lain yang bisa dimakan setiap hari seperti telur, ikan, atau daging harus dimakan dan menjadi sumber protein yang merupakan pembentuk imun dan jaringan tubuh lainnya. Sayur dan buah juga tetap harus dimakan dengan rutin untuk mendapatkan mikronutrien esensial.

"Saat berbuka memang saat yang membahagiakan, tapi tetap jaga penguasaan diri kita dengan membatasi makan makanan tinggi lemak seperti gorengan, gajih, dan lainnya, serta mengurangi konsumsi gula dari takjil dan makanan penutup," katanya.

Selain asupan gizi, olahraga yang dapat menjaga keseimbangan metabolisme tubuh. Karena olahraga juga dapat meningkatkan output cairan dari tubuh. Namun disarankan, berolahraga setelah sahur, sebelum berbuka, atau 1-2 jam setelah berbuka puasa. "Durasi olahraga juga dibatasi hingga kurang dari 2 jam untuk mengoptimalkan pembentukan dan fungsi sistem imun. Cairan yang diasup juga ditingkatkan 1,5-2x lipat dibandingkan biasa," lanjut Wiku.



Dia juga menjelaskan, pembentukan imunitas dapat disempurnakan dengan pelaksanaan vaksinasi. Menurut dia, sesuai arahan Kementerian Agama, maka vaksinasi tetap akan dilakukan mengingat berdasarkan pertimbangan khusus bahwa injeksi intramuskular tidak membatalkan puasa.

"Proses vaksinasi akan dilakukan sebagaimana vaksinasi saat bulan lainnya demi mencapai herd immunity dan target vaksinasi dari pemerintah," lanjut Prof Wiku.

Tak luput, Wiku juga mengingatkan masyarakat agar tetap disiplin protokol kesehatan. Frekuensi cuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan harus ditingkatkan. Lalu, perbanyak istirahat, dan menunda puasa jika berada dalam keadaan sakit berat. "Dan untuk tetap menjaga kondisi mental dan psikologis dengan terus beribadah, berdoa, maupun berkumpul dengan keluarga inti di rumah," pesan dia.

Dokter spesialis penyakit dalam dari rumah sakit Cipto Mangunkusumo Prof. Dr.dr Ari Fahrial Syam mengungkapkan, masyarakat tidak perlu khawatir imunitas tubuh akan menurun karena berpuasa di tengah Covid-19.

"Pertama, puasa hanya menggeser jam makan dan minum. Jadi, kebutuhan makan dan minum selama puasa harus terbayar pada waktu kita tidak berpuasa. Prinsip kedua dalam keadaan puasa yaitu kita butuh asupan gizi, nutrisi, dan cairan tubuh yang seimbang selama menjalani ibadah puasa," ungkapnya saat di hubungi Koran SINDO.

Menurut dia, pada dasarnya proses puasa adalah proses mengistirahatkan organ terutama organ pencernaan dan regenerasi sel yang dapat meningkatkan imunitas tubuh untuk pertahanan tubuh terhadap berbagai jenis virus atau kuman penyakit.

Saat puasa, kata dia, kita tidak makan dan minum selama kuarang lebih 14 jam. Maka, yang terjadi pada tubuh selama berpuasa adalah sistem pencernaan diistirahatkan dan sel-sel tubuh mengalami regenerasi. Saat puasa, sistem pencernaan yang sebelumnya bekerja terus menerus selama 11 bulan akan beristirahat. Di saat inilah sel-sel tubuh akan memperbaiki diri.

Ari menambahkan, saat puasa proses pembentukan komponen sel darah Hematopooietik akan bekerja dengan cara mengeluarkan sel imunitas tubuh lebih baik. Misalnya, sel limfosit T dan sel limfosit B untuk pertahanan tubuh. Kedua sel ini akan membentuk antibodi dalam tubuh.

Terkait dengan wabah Covid-19 saat bulan puasa ini, Ari mengatakan semuanya tergantung pada imunitas tubuh dan pekerjaan seseorang. Tetapi, jangan takut tubuh akan kekurangan energi, karena selama puasa tubuh bisa memproduksi cadangan energi dari lemak tubuh.

"Puasa kita selama 14 jam ini hanya lemak saja yang dihancurkan. Jadi tidak akan mempengaruhi imunitas tubuh karena lemak saja yang dihancurkan bukan proteinnya,"katanya.

Dokter Ari menjelaskan bahwa setiap tubuh memiliki cadangan energi namanya glikogen itu merupakan salah satu bentuk glukosa yang disimpan untuk cadangan energi. Glukosa ini disimpan dalam hati, senyawa namanya glikogen.

"Jadi kalau kita puasa, kelaparan, tubuh akan mengeluarkan enzim yang namanya glukagon yang fungsinya memecah glikogen menjadi glukosa. Pada saat ini juga, produksi asam lambung akan menurun untuk mencegah terjadinya pengikisan dinding lambung oleh asam. Dengan begitu, lambung dapat terhindar dari iritasi,"kata Ari.

Jika asupan glukosa menipis, tubuh akan mulai membakar lipid atau lemak sebagai sumber energi. Menurutnya, meski tubuh memiliki cadangan energi, tetapi dengan puasa 14 jam di bulan Ramadhan, pembakaran hanya akan terjadi hinga lemak.

Sumber energi terakhir yang dijadikan cadangan berikutnya adalah protein, Ari pun menjelaskan jika protein terpakai sebagai sumber energi dan dalam waktu lama akan menyebabkan seseorang jadi kurus termauk masa otot. "Protein salah satunya ada di otot, itu kenapa orang yang mengalami kekurangan energi dalam waktu panjang bisa berdampak ototnya jadi kurus," pungkasnya.

Di sisi lain kunci agar tubuh tetap sehat saat puasa terlebih saat masa pandemi ini adalah menjaga asupan makanan dan cairan yang seimbang. Oleh karena itu, apa yang dimakan saat sahur menjadi sangat penting dalam kelancaran menjalankan puasa.

Dokter spesialis gizi rumah sakit Primaya Hopital Yohan Samudra mengatakan bahwa yang harus diingat, selama puasa tubuh tetap membutuhkan glukosa sebagai sumber energi utama. Itu sebabnya, makanan mengandung karbohidrat dan lemak dapat mempertahankan energi.

Makan makanan mengandung karbohidrat dapat membantu metabolisme lemak dan protein selama puasa, sehingga dapat mencegah terjadinya ketosis dan pemecahan protein yang berlebihan.

"Jadi kalau porsi makan sahur yang direkomendasikan adalah 40% dari kebutuhan total harian masing-masing individu. Jika seseorang membutuhkan 1500 kalori per hari, maka yang 40% ini harus terpenuhi saat makan sahur. Nanti disesuaikan, nasinya berapa, lauknya berapa, dan sisanya buah," kata ‎Yohan.

Sementara itu, untuk porsi ideal menu buah-buahan yang direkomendasikan Oganisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam sehari adalah 5 porsi. Sehingga saat makan sahur bisa mengkonsumsi sayur satu porsi dan dilanjutkan dengan hidangan cuci mulut dengan buah. Kemudian, saat berbuka puasa jangan lupa untuk mengkonsumsi buah juga dalam menu sajian takjilnya.

"Kemudian pas buka makan berat pakai sayur lagi, jadi sudah empat porsi. Lalu, malamnya sebelum tidur makan buah lagi bisa terpenuhi lima porsi,"ujarnya.

Namun, hal terpenting menurut Yohan jaga imunitas tubuh dengan cara makan bernutrisi tinggi, banyak minum 8 gelas air putih, dan istirahat yang cukup. Selama daya tahan tubuh kuat, maka tubuh dapat melawan berbagai macam virus atau kuman.

"Jangan lupa untuk tetap berjemur 15 sampai 20 menit antara jam 9 hingga 10 pagi karena tubuh manusia membutuhkan ultraviolet untuk membentuk vitamin D3 dan juga berolahraga di sore hari," tuturnya.

Selain itu, Yohan menyarankan agar memiliki waktu tidur yang cukup yaitu 8 jam sehari. Waktu tidur yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan daya memori serta membuat jantung menjadi lebih fit. Jika memiliki waktu untuk tidur siang, upayakan tidur siang tidak lebih dari 1 jam.

"Kebanyakan para pekerja kantor cenderung memiliki pola tidur yang tidak teratur, seperti sering tidur terlalu malam. Ini bisa mempengaruhi kinerja otak, sebaiknya pola tidur 6 sampai 7 jam untuk menjaga imunitasnya,"katanya.
(ynt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3978 seconds (0.1#10.140)