Bongkar Pasang Kementerian, Biayanya Mahal dan Memakan Waktu Lama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Administrasi Publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengungkapkan bahwa bongkar pasang kementerian memerlukan biaya yang mahal dan prosesnya memakan waktu yang tidak sebentar. Hal ini disampaikannya menyusul rencana pemerintah menggabungkan Kemenristek ke Kemendikbud dan membentuk Kementerian Investasi.
"Sangat mahal biayanya. Butuh waktu juga untuk prosesnya karena kan tidak hanya ganti nama dan menterinya saja. Lalu energi masyarakat yang habis. Itu berimplikasi sampai ke daerah juga," katanya saat dihubungi, Minggu (11/4/2021).
Dia mengatakan ketika terjadi penggabungan kementerian pasti ada restrukturisasi organisasi, di mana jajaran Deputi maupun jabatan lainnya di Kemenristek akan digabungkan dengan Dirjen di Kemendikbud. Lalu perlu dipikirkan juga mengenai nasib Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang memang merupakan perintah undang-undang.
Baca juga: Pertanyakan Alasan Bongkar Pasang Kementerian, Pengamat: BKPM Nggak Cukup?
"Pasti struktur organisasi berubah. Ketika struktur organisasi berubah anggaran kan juga sudah diatur sedemikian rupa. Enggak bisa begitu saja. Nah ketika penggabungan ini pasti juga akan memerlukan waktu yang tidak cepat. Ketika kita ingat Dikti pindah kembali ke Kemendikbud butuh berapa bulan. Ini akan lebih dari itu karena tadi strukturnya besar. Karena pendidikan dengan ristek beda," katanya.
Selain itu, Lina juga mengatakan bahwa bongkar pasang ini juga berimplikasi pada bongkar pasang personel. Menurutnya, tidak mungkin orang-orang yang sudah menjabat di suatu organisasi diturunkan eselonnya.
"Lalu bagaimana orang-orang di dalam struktur ada perubahan budaya lagi. Menggabungkan sebuah lembaga itu pasti akan banyak yang harus dipersiapkan," katanya.
Baca juga: Jokowi Bikin 2 Kementerian Baru, Siap-siap Kabinet Dirombak Setelah Lebaran?
Bahkan dari segi biaya dipastikan tidak akan murah. Dia mengatakan, berubahnya suatu nomenklatur pasti akan diikuti dengan perubahan banyak hal. Salah satu contohnya kop surat atau pun cap organisasi.
"Secara sederhana nomenklatur berubah, kop surat juga berubah, misalnya gitu. Itu apa tidak dipikirkan. Di Kemendikbud semua perguruan tinggi sudah jadi Kemendikbud. Nanti ganti Kementerian Pendidikan, Riset. Aduh itu berapa uang yang harus keluar untuk mengubah nomenklatur?," tuturnya.
Lebih lanjut dia juga mempertanyakan nasib berbagai program dan rencana yang telah dibuat oleh kementerian-kementerian tersebut. Padahal seharusnya lembaga-lembaga itu ada karena memang untuk mewujudkan visi misi presiden.
"Apakah tidak dipikirkan dulu. Dievaluasi dulu. Ini kan bicara hanya untuk tiga tahun," katanya.
Lihat Juga: Menbud Fadli Zon Komitmen Perkuat Diplomasi Budaya: Usulkan 3 Warisan Takbenda ke UNESCO
"Sangat mahal biayanya. Butuh waktu juga untuk prosesnya karena kan tidak hanya ganti nama dan menterinya saja. Lalu energi masyarakat yang habis. Itu berimplikasi sampai ke daerah juga," katanya saat dihubungi, Minggu (11/4/2021).
Dia mengatakan ketika terjadi penggabungan kementerian pasti ada restrukturisasi organisasi, di mana jajaran Deputi maupun jabatan lainnya di Kemenristek akan digabungkan dengan Dirjen di Kemendikbud. Lalu perlu dipikirkan juga mengenai nasib Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang memang merupakan perintah undang-undang.
Baca juga: Pertanyakan Alasan Bongkar Pasang Kementerian, Pengamat: BKPM Nggak Cukup?
"Pasti struktur organisasi berubah. Ketika struktur organisasi berubah anggaran kan juga sudah diatur sedemikian rupa. Enggak bisa begitu saja. Nah ketika penggabungan ini pasti juga akan memerlukan waktu yang tidak cepat. Ketika kita ingat Dikti pindah kembali ke Kemendikbud butuh berapa bulan. Ini akan lebih dari itu karena tadi strukturnya besar. Karena pendidikan dengan ristek beda," katanya.
Selain itu, Lina juga mengatakan bahwa bongkar pasang ini juga berimplikasi pada bongkar pasang personel. Menurutnya, tidak mungkin orang-orang yang sudah menjabat di suatu organisasi diturunkan eselonnya.
"Lalu bagaimana orang-orang di dalam struktur ada perubahan budaya lagi. Menggabungkan sebuah lembaga itu pasti akan banyak yang harus dipersiapkan," katanya.
Baca juga: Jokowi Bikin 2 Kementerian Baru, Siap-siap Kabinet Dirombak Setelah Lebaran?
Bahkan dari segi biaya dipastikan tidak akan murah. Dia mengatakan, berubahnya suatu nomenklatur pasti akan diikuti dengan perubahan banyak hal. Salah satu contohnya kop surat atau pun cap organisasi.
"Secara sederhana nomenklatur berubah, kop surat juga berubah, misalnya gitu. Itu apa tidak dipikirkan. Di Kemendikbud semua perguruan tinggi sudah jadi Kemendikbud. Nanti ganti Kementerian Pendidikan, Riset. Aduh itu berapa uang yang harus keluar untuk mengubah nomenklatur?," tuturnya.
Lebih lanjut dia juga mempertanyakan nasib berbagai program dan rencana yang telah dibuat oleh kementerian-kementerian tersebut. Padahal seharusnya lembaga-lembaga itu ada karena memang untuk mewujudkan visi misi presiden.
"Apakah tidak dipikirkan dulu. Dievaluasi dulu. Ini kan bicara hanya untuk tiga tahun," katanya.
Lihat Juga: Menbud Fadli Zon Komitmen Perkuat Diplomasi Budaya: Usulkan 3 Warisan Takbenda ke UNESCO
(abd)