Indonesia Maju Bergotongroyong Merawat Humanisme dan Melawan Terorisme

Sabtu, 10 April 2021 - 09:40 WIB
loading...
A A A
Kesifatan dan "DNA" kejahatan terorisme pada dasarnya menganut kebencian ideologis, mengandung kekerasan serius, dan menebar ketakutan umum. Aksi-aksi Kejahatan terorisme memiliki relasi kuat dan mempunyai akar hubungan serius dengan elemen radikalisme yang dianut oleh seseorang dan sekelompok kecil warga masyarakat tertentu dan komunitas kecil tertentu. Elemen radikalisme dan kejahatan terorisme melakukan produksi, reproduksi, distribusi, redistribusi faham, ajaran, aliran, doktrin, dan ideologi radikal ke sejumlah simpul yang potensial untuk digarap dan dipengaruhi.

"Darah" radikalisme dan terorisme berpotensi emosional dan temperamental sehingga menjadi "naik pitam" ketika mendapati ada "medan perang" yang bernuansa ideologis radikal. Apalagi ketika medan perang tersebut merupakan konflik bernuansa ideologis primordial dan sektarian, baik yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri. Juga ketika terjadi kerusuhan berbau primordial dan sektarian maka momentum kerusuhan tersebut menjadi lahan subur dan pasar potensial bagi kaum radikalis dan teroris untuk bertindak dan bermain.

Bahkan kemudian konflik dan kerusuhan yang terjadi tersebut pada gilirannya membangunkan dan membangkitkan "sel-sel" lama dan baru radikalisme dan terorisme. Pola kebangkitan sel-sel tersebut mengalir dan mengkristal dengan skala rendah, kecil, sempit, dan terkesan seperti pola yang terpisah-pisah, padahal sesungguhnya kait-mengait oleh pengaruh radikalisme dan dalam kerangka terorisme. Ada juga pola kebangkitan sel-sel lama dan baru tersebut oleh karena daya dorongan dan hasutan kelompok atau kelompok-kelompok radikalis. Sehingga atmosfir kebangkitannya bisa berskala tinggi, besar, luas, dan memiliki relasi yang saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri.

Faham, ajaran, aliran, doktrin, dan ideologi radikalisme dan terorisme, pada hakekatnya dianut oleh kaum radikalis dan teroris. Anutan tersebut diakibatkan karena terkena, terpapar, terpengaruh, terhasut, dan terilhami dengan suntikan faham, ajaran, aliran, doktrin, ideologi yang radikal. Prinsip dasar dan azas umum radikalisme dan terorisme tersebut menyimpang, menentang, dan melawan nilai-nilai perikehidupan dan perikemanusiaan yang otentik, sejati, luhur, dan mulia. Elemen radikalis dan doktrin ideologis radikalisme serta elemen teroris dan doktrin ideologis terorisme, pada dasarnya bersimpangan bahkan bertentangan dan berlawanan dengan sistem nilai dan nilai-nilai kemanusiaan, keadaban, kebajikan, kebhinnekaan, kemajemukan, dan kepelbagaian.

Radikalis dan teroris generasi terbaru, baru, dan lama, sesungguhnya adalah "korban awal", akibat karena pengaruh, ajakan, hasutan, provokasi, manipulasi, intimidasi, dan doktrinasi. Korban awal ini merupakan lapisan yang emosional, temperamental, sentimental, frustasional, kosong dan lemah ketahanan mental spritual, dan lain-lain. Lapisan ini sadar ataupun tidak sadar merupakan korban yang dikorbankan oleh para pelaku intelektual radikal, pimpinan kelompok radikal, dan pimpinan golongan teroris. Para intelektualis dan pimpinan tersebut melakukan penjaringan, penyaringan, pelatihan, pengujian, dan pembinaan kader radikal teroris. Ada kaderisasi dan regenerasi terbuka dan tertutup.

Hakekat nilai-nilai yang sesungguhnya dan sejatinya dari Kebertuhanan dan Keberimanan ketika dibumikan adalah terletak pada tumbuhnya pengakuan jujur, penghormatan lurus, dan perlakuan bajik yang tulus. Kualitas pengakuan, penghormatan, dan perlakuan tersebut diperuntukkan bagi kemanusiaan dan keutuhan ciptaan : sebuah dan serangkaian nilai kemanusiaan yang bersifat manusiawi dan maknawi ; nilai kemanusiaan yang sama-sama berharkat dan bermartabat : nilai kemanusiaan yang saling bersaudara abadi dan bersahabat sejati : nilai kemanusiaan yang berbeda-beda asal usul dan latar belakang : dan nilai kemanusiaan sebagai manusia yang sama-sama merupakan Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Hakekat dan "DNA" nilai kemanusiaan dengan segala anugerah kehadiran dan keberadaan manusiawi kemanusiaan adalah berbhinneka (kemajemukan) dan beragam (kepelbagaian). Lagi pula memiliki harkat dan martabat kemanusiaan. Kualitas sistem nilai ini akan semakin bermakna dan berarti ketika basis nilai-nilai ini di atas yang terkandung dan melekat di dalamnya, harus senantiasa dipraxiskan dan dibumikan di manapun, kapanpun, dan kepada siapapun. Dengan demikian akan senantiasa mewarnai dan memaknai kultur kehidupan yang semakin inklusif, moderat, dan toleran.

Pemikiran, sikap, perbuatan, dan perilaku yang inklusi, moderasi, dan toleransi sangat diperlukan dan amat dibutuhkan dalam kehidupan beragama, beriman, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perihal inklusi, moderasi, toleransi, pada gilirannya menjadi aktual, relevan, dan penting untuk ditumbuhkan dan disuburkan. Bahkan merupakan prasyarat utama dan syarat mutlak sebagai jawaban untuk mencegahi, mengatasi, menangani, dan menghilangi benih lahir dan akar tumbuh radikalisme dan terorisme. Kualitas berkehidupan sesama manusia dan masyarakat yang berbasis dan berintikan pada pembumian prinsip-prinsip inklusi, moderasi, dan toleransi, pada dasarnya berfungsi efektif dan berdaya positif bagi upaya untuk mencegahi, mengakhiri, dan menyudahi radikalisme dan terorisme.

Fungsi dan daya ini merupakan alternasi yang efektif dan menjadi solusi yang produktif untuk mencegah dan menutup ruang, kesempatan, dan tempat bagi lahirnya dan berkembangnya radikalisme dan terorisme. Perihal pemikiran, sikap, perbuatan, dan perilaku yang inklusi, moderasi, dan toleransi, harus dikapitalisasi secara meningkat, mendalam, dan meluas. Kemudian menjadi narasi dan aksi yang harus semakin menguat dan mendominasi diskursus kehidupan dan pergaulan kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan di berbagai bidang secara menyeluruh. Dengan demikian tidak ada sedikitpun dan sekecilpun ruang, kesempatan, dan tempat bagi benih dan akar radikalisme dan terorisme untuk lahir dan tumbuh.

Narasi dan aksi yang memandu, menyertai, dan mewarnai pemikiran, sikap, pergaulan, perbuatan, dan perilaku, harus senantiasa menunjukkan, meneguhkan, mengukuhkan energi positif, yaitu potensi, modal, jiwa, semangat, dan kekuatan yang positif. Energi positif berprinsip pada harkat martabat dengan spritualitas kemanusiaan, dan juga yang bernilai pada etik moral dengan spritualitas persaudaraan dan persahabatan yang hakiki.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1101 seconds (0.1#10.140)