Bangun Diplomasi lewat Tiga Jembatan

Jum'at, 19 Maret 2021 - 06:13 WIB
loading...
Bangun Diplomasi lewat...
Indonesia dan Singapura siap meningkatkan kerja sama ekonomi. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Diplomasi neighborhood first diterapkan pemerintahan di berbagai negara, termasuk Indonesia untuk memperkuat posisi geopolitik dan menarik investasi demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Efektifkah strategi ini?

Indonesia sejatinya menerapkan kebijakan pengutamaan negara tetangga (neighborhood first) sejak lama. Namun, pada saat pandemi Covid-19, strategi itu semakin diperkuat ketika Indonesia menjalin kemesraan dengan Singapura.

Pemerintah Indonesia dan Singapura memperkuat kerja sama bilateral antarkedua negara dengan investasi dan pembangunan "Tiga Jembatan", yaitu jembatan digital, jembatan infrastruktur, dan jembatan travel bubble. Tahun lalu, investasi Singapura mencapai USD9,8 miliar atau sekitar hampir Rp141,5 triliun (kurs Rp14.438). Investasi ini meningkat 34% dibandingkan pada 2019.



Jembatan digital Indonesia dan Singapura diharapkan dapat terwujud dengan Batam sebagai pusat pengembangan data center dan pusat pengembangan industri digital di Indonesia. Pada 2 Maret 2021, telah diresmikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Nongsa Digital Park di Batam. KEK Nongsa Digital Park ini digadang-gadang menjadi entry point bagi perusahaan teknologi informasi internasional dari Singapura dan mancanegara.

Untuk jembatan infrastruktur akan dimulai dengan pembangunan jembatan Batam-Bintan atau Jembatan Babin sepanjang 6,4 km pada 2022. Jembatan ini akan memudahkan pelaku usaha di Bintan untuk mengirimkan produk pertaniannya ke Batam untuk diekspor ke Singapura atau ke negara lain. Pembangunan jembatan Batam-Bintan ini diharapkan akan meningkatkan konektivitas dari Bintan dan Batam ke Singapura dan sebaliknya.

Direktur Asia Tenggara pada Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Mirza Nurhidayat menyatakan, hubungan Indonesia-Singapura sangat intensif. Hal ini bisa dilihat dengan adanya kerja sama di hampir semua bidang. Bahkan, ada pertemuan tingkat pemimpin juga, yakni antara Presiden RI dan Perdana Menteri Singapura yang dilakukan setiap 1 tahun sekali. Tapi pada 2020 tidak dilakukan karena adanya pandemi Covid-19.

Selain itu, ada pula pertemuan tingkat menteri dan 6 Joint Working Group (WG) yang dipimpin Menko Perekonomian dan Minister of Trade and Industry Singapura. Mirza menjelaskan, 6 Working Group ini terdiri dari WG BBK dan KEK Lainnya, WG Investasi, WG Ketenagakerjaan, WG Transportasi, WG Agribisnis, dan WG Pariwisata. Hal ini memperlihatkan kerja sama yang sangat intensif dari atas hingga ke level terendah.

"Yang perlu dicatat, meskipun pandemi, semua pertemuan pada 2020 berjalan secara virtual. Bisa dilihat juga bahwa investasi Singapura masa pandemi justru meningkat dari 2019 yang senilai USD6,5 miliar menjadi USD9,8 miliar pada 2020,” tegas Mirza kepada KORAN SINDO, di Jakarta, Kamis (18/3).


Mirza menggariskan, Indonesia memilih Singapura untuk kerja sama "tiga jembatan" karena mempertimbangkan berbagai hal yang strategis. Secara umum, menurut dia, alasan yang digunakan Indonesia lebih ke lingkaran konsentris. Kerja sama ini juga mempertimbangkan konteks neighborhood first. Di sisi lain dalam konteks neighborhood first, tetangga dekat Indonesia juga ada Malaysia dan Brunei Darussalam.

"Kita akan lebih mudah melihat dari konsep lingkaran konsentris di mana isinya adalah anggota ASEAN. Indonesia memiliki berbagai modalitas yang dibutuhkan untuk peningkatan kerja sama, begitu pun dengan negara-negara lainnya sehingga disesuaikan saja," jelasnya.

Pertimbangan lain yakni Singapura juga sebagai hub keuangan dan investasi di kawasan. Selain itu, secara geografis memang letak Singapura lebih dekat dengan Kawasan BBK, sehingga lebih mudah untuk bekerja sama dengan Singapura khususnya untuk pengembangan daerah yang letaknya dekat dengan Singapura.

Perkuat Kerja Sama Bilateral

Dalam pandangan anggota Komisi I DPR Nurul Arifin, Indonesia dan Singapura secara resmi telah menjalin hubungan diplomatik sejak 7 September 1967. Kerja sama itu meliputi bidang perekonomian. Misalnya, pada 2019 Indonesia mengekspor hasil produksi sebesar SGD21 miliar atau setara Rp224,6 triliun. Itu membuat Singapura masuk dalam lima besar negara trade-partner bagi Indonesia. "Indonesia dan Singapura juga bekerja sama secara intens pada bidang lainnya seperti bidang keamanan, lingkungan hidup, dan lainnya," tegas Nurul di Jakarta, Rabu (17/3).

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini menilai, kerja sama pembangunan ‘Tiga Jembatan’ ini adalah langkah strategis kedua negara untuk bersama-sama memulihkan perekonomian dari hantaman pandemi Covid-19 pada 2020.

Harapan ini sama seperti yang diutarakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Bapak Airlangga Hartarto. "Keinginan untuk meningkatkan kerja sama investasi Indonesia dengan Singapura juga tampak setelah pada 9 Maret 2021 berlangsung Bilateral Investment Treaty RI-Singapura. Singapura menjadi mitra pertama dalam kerja sama investasi ini, mengingat statusnya sebagai negara penanam modal utama di Indonesia," tandas Nurul.

Menurut dia, kerja sama pembangunan 'Tiga Jembatan’ Indonesia-Singapura ini menimbulkan tantangan di dalam negeri. Di antaranya seperti persaingan usaha dengan perusahaan asing maupun tenaga kerja asing. "Kita harus memanfaatkan dampak dari globalisasi sebagai saran untuk terus dapat mengembangkan diri menjadi negara yang lebih baik," tuturnya.

Anggota DPR Komisi I DPR ini mengharapkan Indonesia dan Singapura dapat meningkatkan kerja sama pada bidang keamanan dan pertahanan juga. Bentuknya bisa berupa latihan bersama, kunjungan, pertukaran profesional, hingga kursus lintas negara yang dapat meningkatkan pengetahuan dan persahabatan antara kekuatan militer kedua negara.

Pandangan tak jauh beda disampaikkan pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Aisha R Kusumasomantri. Dia berpendapat, Singapura merupakan salah satu tetangga terdekat yang memiliki perbatasan laut dengan Indonesia. Meskipun hubungan kerja sama di antara Indonesia dan Singapura selama ini naik turun, hubungan kedua negara cenderung stabil.

Konsistensi dan komitmen dari kedua negara di dalam meaksanakan kerja sama tiga jembatan ini diperlukan. Selain itu, mengingat bahwa program kerja sama tiga jembatan ini merupakan program yang multidimensional, maka diperlukan koordinasi yang baik antarlembaga di Indonesia untuk bisa menyukseskan kerja sama ini. Kerja sama tiga jembatan dapat memberikan keuntungan baik bagi Singapura dan Indonesia. Dari segi ekonomi, program kerja sama ini bisa berpotensi meningkatkan perdagangan, investasi, serta wisatawan dari kedua belah negara.

Menurut Aisha, terdapat beberapa hal yang bisa menjadi tantangan dalam pelaksanaan program “tiga jembatan” di antara Indonesia dan Singapura. Pertama, mencuatnya isu-isu sensitif dalam hubungan bilateral kedua negara misalnya terkait air control. Kedua, faktor lingkungan eksternal seperti misalnya pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Ketiga, terkait faktor pendanaan di kedua belah negara, khususnya mengingat program jembatan infrastruktur akan membutuhkan sumber daya yang cukup besar.

Pertukaran informasi serta interdependence di antara kedua negara dapat menciptakan sebuah kultur kerja sama yang lebih transparan, terbuka, dan komprehensif sehingga meminimalisir kesalahpahaman atau konflik di antara kedua negara. Selain itu, Indonesia dan Singapura memiliki kemiripan dari tantangan regional dan global yang akan dihadapi, sehingga kedua negara juga bisa bekerja sama menghadapi tantangan-tantangan tersebut. “Oleh karena itu, Singapura bisa memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan pembangunan Indonesia,” tambahnya.

Harus Bisa Optimal
Ekonom INDEF Agus Herta Sumarto menambahkan, hubungan ekonomi antara Indonesia dengan Singapura bisa dikatakan baik selama ini. Bahkan, dalam kerja sama ekonomi, Singapura menjadi salah satu mitra strategis Indonesia. “Dalam lima tahun terakhir, Singapura menjadi salah satu negara terbesar dalam hal realisasi investasi di Indonesia,” kata dosen Universitas Mercu Buana itu.

Kerja sama yang baik itu pun juga terjalin dalam hal perdagangan. Di kawasan ASEAN, Singapura menjadi salah satu negara tujuan utama ekspor Indonesia. Ekspor ke Singapura mencapai seperempat dari total ekspor Indonesia ke seluruh negara ASEAN. Hal ini menandakan bahwa hubungan dagang Indonesia dengan Singapura baik. Hanya, kata Agus, nilai impor Indonesia dari Negeri Singa itu juga tinggi.

“Singapura juga menjadi salah satu negara importir terbesar di ASEAN untuk Indonesia. Bahkan, pada 2018 dan 2019 neraca perdagangan Indonesia dengan Singapura mengalami defisit atau jumlah impor kita dari Singapura lebih besar dari ekspornya,” paparnya.

Agus menilai untuk membangun infrastruktur jangka panjang diperlukan komitmen kuat dari pemerintah karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit serta memerlukan integrasi dari semua kementerian /lembaga, dan semua sektor ekonomi.

Dia mengingatkan jangan sampai contoh tidak optimalnya pembangunan 17 KEK yang dulu dicanangkan pemerintahan Jokowi-JK terulang kembali. Beberapa KEK tidak berjalan optimal karena berbagai masalah seperti pasokan energi yang tidak ada, akses transportasi yang kurang baik, serta lokasi yang kurang strategis.

“Pembangunan jembatan digital dan jembatan infrastruktur di kawasan Batam untuk membangun konektivitas Indonesia-Singapura merupakan hal yang sangat baik mengingat kerja sama dengan Singapura akan sangat menguntungkan jika kita dapat memanfaatkannya dengan baik,” katanya.

Membangun tiga jembatan Indonesia-Singapura bukan tanpa kendala. Jika berkaca pada pemerintahan sebelumnya, kita punya pengalaman yang kurang menyenangkan dengan pembangunan KEK. Pembangunan jembatan tersebut sebenarnya bukan tujuan utamanya. Tujuan utama pembangunan tersebut adalah bagaimana menciptakan konektivitas antara Singapura dan Indonesia yang pada akhirnya bisa mengurangi biaya logistik yang selama ini sangat mahal dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan daya saing yang rendah.

Untuk meningkatkan kerja sama Indonesia dengan Singapura di sektor lain tentunya harus ada dukungan dari semua pihak. Pemerintah pusat melalui BKPM harus bisa membangun sinergi terutama dengan pemerintah daerah yang menjadi pusat industri untuk sektor-sektor unggulan.

“Pemerintah mendorong para pelaku usaha untuk bisa memproduksi produk-produk unggulan sesuai dengan karakteristik permintaan pasar dalam hal ini adalah Singapura. Namun pemerintah harus menyiapkan berbagai aspek, sarana dan infrastruktur pendukungnya,” kata dia.
(ynt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1208 seconds (0.1#10.140)