Skema PPPK Hanya untuk Bayar Utang Budi kepada Guru Honorer
loading...
A
A
A
Dia pun mengatakan, untuk itu dia sepakat kalau guru-guru di Indonesia dijadikan PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja). Dengan menjadi PPPK, mereka lebih terpacu meningkatkan kinerja dan kompetensinya karena berlaku sistem kontrak yang kinerjanya baik akan dilanjutkan kontraknya.
Sebaliknya yang kinerjanya buruk tidak dilanjutkan kontraknya. Pejabat pembina kepegawaian (PPK) pun bisa merekrut guru PPPK baru yang lebih baik kinerjanya. Berbeda bila menyandang status PNS, guru cenderung malas dan mengalihkan beban kerjanya kepada honorer seperti yang selama ini terjadi. “Saya tidak asal bicara. Data Bank Dunia melaporkan bahwa 23,5% guru Indonesia selalu mangkir dari jadwal mengajar. Ini karena mereka tahu ada guru honorer, akhirnya guru PNS mangkir alias bolos,” tandasnya.
Dia menuturkan, dengan status honorer, mereka dengan berbagai alasan bisa mangkir mengajar sehingga masalahnya ini bukan pada status kepegawaian seorang guru, melainkan pada kedisiplinan. Guru yang berstatus PNS dan sudah terjamin masih mangkir dari tugasnya karena tidak disiplin itu.
Terkait rekrutmen satu juta guru PPPK, menurut pengamat dari Vox Point Indonesia ini, yang harus dibuat sebelum perekrutan besar-besaran adalah human capital grand design oleh Kemendikbud. Di situ menjelaskan jumlah guru yang dibutuhkan, dengan kualifikasi keterampilan seperti apa dan di mana akan ditempatkan. “Saya sangat setuju dengan rekrutmen guru PPPK dibandingkan merekrut guru CPNS, tetapi kualifikasinya harus jelas. Bukan semata karena kasihan kepada guru honorer kemudian memasukkan semuanya,” ujarnya.
Dia pun mengatakan, langkah yang diambil harus terbaik untuk bangsa, bukan kelompok (termasuk guru). Jadi, tidak perlu berdebat dulu masalah status kepegawaian, penghasilan, lama mengabdi, ketidakadilan, dan sebagainya. “Kita harus memilih yang terbaik. Apa pun pilihan terbaik tersebut pasti akan merugikan sebagian pihak, harapannya akan legawa,” tandasnya.(rr ratna/helmi syarif)
Sebaliknya yang kinerjanya buruk tidak dilanjutkan kontraknya. Pejabat pembina kepegawaian (PPK) pun bisa merekrut guru PPPK baru yang lebih baik kinerjanya. Berbeda bila menyandang status PNS, guru cenderung malas dan mengalihkan beban kerjanya kepada honorer seperti yang selama ini terjadi. “Saya tidak asal bicara. Data Bank Dunia melaporkan bahwa 23,5% guru Indonesia selalu mangkir dari jadwal mengajar. Ini karena mereka tahu ada guru honorer, akhirnya guru PNS mangkir alias bolos,” tandasnya.
Dia menuturkan, dengan status honorer, mereka dengan berbagai alasan bisa mangkir mengajar sehingga masalahnya ini bukan pada status kepegawaian seorang guru, melainkan pada kedisiplinan. Guru yang berstatus PNS dan sudah terjamin masih mangkir dari tugasnya karena tidak disiplin itu.
Terkait rekrutmen satu juta guru PPPK, menurut pengamat dari Vox Point Indonesia ini, yang harus dibuat sebelum perekrutan besar-besaran adalah human capital grand design oleh Kemendikbud. Di situ menjelaskan jumlah guru yang dibutuhkan, dengan kualifikasi keterampilan seperti apa dan di mana akan ditempatkan. “Saya sangat setuju dengan rekrutmen guru PPPK dibandingkan merekrut guru CPNS, tetapi kualifikasinya harus jelas. Bukan semata karena kasihan kepada guru honorer kemudian memasukkan semuanya,” ujarnya.
Dia pun mengatakan, langkah yang diambil harus terbaik untuk bangsa, bukan kelompok (termasuk guru). Jadi, tidak perlu berdebat dulu masalah status kepegawaian, penghasilan, lama mengabdi, ketidakadilan, dan sebagainya. “Kita harus memilih yang terbaik. Apa pun pilihan terbaik tersebut pasti akan merugikan sebagian pihak, harapannya akan legawa,” tandasnya.(rr ratna/helmi syarif)
(war)