Tokoh Masyarakat Pulau Buru Dorong Pembangunan PLTMG Kembali Dilanjutkan
loading...
A
A
A
Di waktu yang sama, Sutomo, tokoh transmigran yang sejak 1981, asal Banyuwangi, Jawa Timur, menyatakan agar masyarakat di Pulau Buru dapat menikmati kemajuan infrastruktur listrik yang selama ini terkendala. "Pengeringan padi, terlambat. Penetapan telur juga banyak matinya. Ya karena banyak padamnya listrik itu. Beli genset terlalu mahal," ungkap dia.
Begitu juga dengan Ibrahim Wael sebagai raja sangat antusias dan masyarakat senang atas pembangunan PLTMG di Pulau Buru. Hanya, pihaknya menyanyangkan terkait adanya persoalan tanah dan masalah hukum yang membuat pihaknya merasa bingung.
"Kami para raja, ikhlas memberi 500.000 hektar cuma-cuma pada 1966 saat jadi pembuangan PKI. Kami para raja juga ikhlas banyak transmigran. Kodam Pattimura, butuh 500 hektare, kami hibah, tanpa imbalan. Masalah lahan, kami tidak pernah menghambat. Kami para raja jadi bingung. Yang sekarang ini, masyarakat siap dengan ganti rugi. Kami trauma, jangan-jangan kami jadi tersangka. Kami tidak tahu masalah hukum," katanya.
Kedatangan mereka yang diterima Deputi I Bidang Infrastruktur KSP sebagai bentuk penyampaian sikap dan tuntutan kepada Presiden Jokowi, Jaksa Agung RI, dan Komisi III DPR RI.
Pihaknya meminta agar presiden dapat menyikapi permasalahan ini agar pembangunan PLTMG 10 MW di Pulau Buru dapat segera dilanjutkan, sehingga uang rakyat yang digunakan untuk pembangunan proyek tersebut tidak terbuang begitu saja.
"Bahwa kami tidak mencampuri urusan penegakan hukum yang sudah hampir 4 tahun dilakukan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Maluku yang tertuju kepada Fery Tanaya, tetapi hendaknya proses hukum tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan hukum dan bukan karena ada indikasi lain sehingga masyarakat Pulau Buru yang menjadi korban," kata Emphie Sahetapy.
Begitu juga dengan Ibrahim Wael sebagai raja sangat antusias dan masyarakat senang atas pembangunan PLTMG di Pulau Buru. Hanya, pihaknya menyanyangkan terkait adanya persoalan tanah dan masalah hukum yang membuat pihaknya merasa bingung.
"Kami para raja, ikhlas memberi 500.000 hektar cuma-cuma pada 1966 saat jadi pembuangan PKI. Kami para raja juga ikhlas banyak transmigran. Kodam Pattimura, butuh 500 hektare, kami hibah, tanpa imbalan. Masalah lahan, kami tidak pernah menghambat. Kami para raja jadi bingung. Yang sekarang ini, masyarakat siap dengan ganti rugi. Kami trauma, jangan-jangan kami jadi tersangka. Kami tidak tahu masalah hukum," katanya.
Kedatangan mereka yang diterima Deputi I Bidang Infrastruktur KSP sebagai bentuk penyampaian sikap dan tuntutan kepada Presiden Jokowi, Jaksa Agung RI, dan Komisi III DPR RI.
Pihaknya meminta agar presiden dapat menyikapi permasalahan ini agar pembangunan PLTMG 10 MW di Pulau Buru dapat segera dilanjutkan, sehingga uang rakyat yang digunakan untuk pembangunan proyek tersebut tidak terbuang begitu saja.
"Bahwa kami tidak mencampuri urusan penegakan hukum yang sudah hampir 4 tahun dilakukan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Maluku yang tertuju kepada Fery Tanaya, tetapi hendaknya proses hukum tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan hukum dan bukan karena ada indikasi lain sehingga masyarakat Pulau Buru yang menjadi korban," kata Emphie Sahetapy.
(abd)