‘Dari Sungai Sampah Plastik Mengalir Sampai Jauh…’

Senin, 15 Maret 2021 - 14:25 WIB
loading...
‘Dari Sungai Sampah Plastik Mengalir Sampai Jauh…’
Selain mengancam lingkungan dan ekosistem laut, mikroplastik yang dihasilkan dari sampah plastik juga membahayakan kesehatan manusia. (Ilustrasi: SINDOnews/Win Cahyono)
A A A
LIMA orang perempuan duduk di atas sebuah perahu yang bergerak perlahan menyusuri Kali Surabaya di sebuah pagi. Kelima perempuan tersebut mengenakan topi dan jaket keselamatan. Satu di antara perempuan tersebut tampak memegang jaring. Satu perempuan lain memegang poster berukuran 70x50 cm dengan warna tulisan mencolok. Tak berselang lama perahu lain yang juga ditumpangi sejumlah perempuan ikut melintas, membelah aliran Kali Surabaya yang mengalir tenang.

Mereka bukan kelompok wisatawan ataupun komunitas pemancing ikan. Para perempuan itu aktivis lingkungan yang tergabung dalam Perempuan Pejuang Kali Surabaya (PPKS). Pagi itu mereka tengah menggelar aksi peduli sampah dengan menyusuri Kali Surabaya. Aksi susur Kali Surabaya dimulai dari titik nol di Desa Mlirip, Mojokerto hingga Kota Sura baya, Jawa Timur. Aksi peduli lingkungan yang digelar pada 17-21 Agustus 2020 silam bertujuan untuk melihat kondisi sungai yang tercemar sampah plastik dari industri dan rumah tangga sekaligus untuk menumbuhkan kepedulian terhadap keberadaan Kali Surabaya sebagai sumber air minum warga kota.

)

Peneliti dari Yayasan Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Surabaya Eka Chlara Budiarti yang juga ikut dalam aksi susur kali tersebut bercerita, kegiatan PPKS itu salah satu bentuk keprihatinan warga Surabaya dan Jawa Timur akan sampah yang mencemari Kali Surabaya.

“Kali Surabaya itu dimanfaatkan PDAM Surabaya sebagai sumber air bersih untuk dua juta konsumen, namun ironis karena sudah tercemar limbah plastik,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Sabtu (13/3).

Chlara yang juga anggota PPKS menuturkan, kawasan pesisir Timur Surabaya yang merupakan daerah tangkapan perikanan bagi nelayan juga sudah mengandung mikroplastik akibat banyaknya sampah plastik serta limbah industri dan rumah tangga yang dibuang ke sungai. Dia menyebut, dalam uji rapid test mikroplastik yang dilakukan oleh Anisa Ayudiah dari Universitas Hang Tuah Surabaya terhadap kerang hijau di Kenjeran dan Tambak Wedi, terbukti ada kontaminasi mikroplastik 10-20 partikel dalam setiap ekor. Jenis mikro plastik yang ditemukan dalam tubuh kerang adalah fiber, filamen, dan fragmen. Sumber mikroplastik disebut berasal dari limbah cair domestik dari permukiman dan industri di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas.

Selain dari limbah cair, mikroplastik juga dihasilkan dari sampah plastik seperti kantong kresek, styrofoam, kemasan plastik sachet yang terurai. Itu terjadi karena sampah yang teronggok di bantaran kali kemudian terbawa aliran sungai dan terpapar sinar matahari sehingga mengubahnya menjadi partikel plastik kecil.

Dia memahami betapa berbahaya ancaman mikroplastik, baik terhadap kondisi air sungai yang menjadi sumber air minum warga, terhadap kualitas tangkapan nelayan, maupun terhadap kesehatan masyarakat yang mengonsumsi kerang dan ikan laut yang tercemar plastik. Karena itu, Chlara berharap pemerintah lebih mengoptimalkan pengolahan sampah. Layanan penanganan sampah disebutnya tidak harus tersentralisasi, melainkan perlu terdesentralisasi.

“Kami bersama PPKS menemukan 313 timbulan sampah di sepanjang aliran Kali Surabaya. Dari temuan ini membuktikan masih belum tercakupnya layanan pengeolaan sampah ke wilayah yang dekat sungai. Kami juga mendapatkan data bahwa sekitar 30% wilayah Gresik belum tercakup pelayanan sampah termasuk wilayah yang dilewati Kali Surabaya,” paparnya.

)

Dia juga meminta perlu sosialisasi yang masif ke masyarakat terkait penggunaan plastik agar tidak hanya sekali pakai. Juga perlu regulasi untuk melarang penggunaan plastik sekali pakai seperti yang sudah berlaku di Bali, Jakarta, Semarang dan kota lain.

Di lain sisi, perusahaan yang menghasilkan produk sampah plastik juga diminta bertanggung jawab. Menurt dia, extended producer resposiblity (EPR) atau tanggung jawab produsen secara berkelanjutan harus diwujudkan.

“Misalnya, produsen kasih drop point sampah dan mengatur bahwa ini khusus untuk sampah milik perusahaan A atau B, dan nanti masyarakat tinggal memasukkan. Atau menyediakan refill untuk produk minuman yang bisa diisi ulang agar penggunaan kemasan plastik bisa diminimalkan,” ujarnya.

Juga perlu redesain produk agar tidak sekali pakai. Contohnya selama ini kemasan sachet yang paling banyak digunakan masyarakat sedangkan penggunaan langsung kurang diminati padahal itu minim sampah, lebih murah, dan kemasannya bisa dijual kembali.

“Jadi pengennya kemasan produk diubah ke bahan yang ramah lingkungan. Dan, kalau bisa bentuk sachet ditiadakan saja karena itu tidak banyak pengusaha daur ulang yang mau,” ujarnya.

Pengolahan sampah plastik memang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, namun masalah yang lebih penting adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agus Haryono mengatakan, pengelolaan sampah plastik di Indonesia sudah mulai membaik, terutama dengan banyaknya gerakan mendaur ulang sampah plastik di kalangan masyarakat melalui kegiatan bank sampah.

)

Meskipun demikian, kata dia, harus diakui penanganan limbah medis memang belum ada petunjuk teknis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Padahal masker dan APD ini hampir semuanya terbuat dari plastik, berbahan polipropilena yang tidak mudah terurai di alam. Di sisi lain, masyarakat umum makin banyak menggunakan masker medis untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar Agus saat dihubungi Sabtu (13/3).

Saat ini, pemerintah di bawah Kemenko Maritim dan Investasi diakui sudah melakukan koordinasi dalam rangka pengurangan sampah laut, terutama sampah plastik. Pengelolaan limbah plastik yang paling baik dan dapat diimplementasikan ke berbagai wilayah dan daerah adalah dengan mekanisme bank sampah. Selain itu, saat ini sudah terse dia berbagai platform di smartphone untuk tata kelola sampah plastik. Terakhir, Agus menekankan bahwa masalah utama limbah plastik sesungguhnya bukan di teknologi pengolahannya, melainkan pada perilaku masyarakat yang masih sering membuang sampah plastik di sembarang tempat.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2929 seconds (0.1#10.140)