APRDI Menilai Kasus BPJS Ketenagakerjaan Berbeda dengan Jiwasraya dan Asabri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus hukum yang menimpa BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) dengan Jiwasraya dan Asabri dinilai berbeda. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Eksekutif Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana & Investasi Indonesia (APRDI), Mauldy Rauf Makmur.
Dia menilai Jiwasraya dan Asabri melanggar dalam pengelolaan reksadana. Tak hanya itu, Jiwasraya dan Asabri juga diindikasikan diinvestasikan pada saham yang berfundamental tidak baik, sehingga pada saat ingin mencairkan saham tidak bisa diuangkan atau dijual. Hal ini berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan dinilai tidak ada masalah dengan guaranteed return, tidak ada masalah juga dengan pelanggaran pengelolaan reksadana.
“Yang dimasalahkan dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan itu Unrealized Loss (UL). Di pasar modal itu selalu ada Unrealized Loss. Saya tahu betul BPJS Ketenagakerjaan punya SOP yang baik dalam memilih Manager Investasi (MI) dan dalam memilih reksadana. SOP mereka jelas,” Kata Mauldy.
Dia menyontohkan, MI yang menjadi mitra BPJS Ketenagakerjaan sangat ketat memilihnya. "Dari Asset Under Management (AUM)- nya saja sudah jelas dipilih. Lalu produk reksadana mereka dipantau terus, mereka punya alat ukur atau rating sendiri, jika reksadananya kinerjanya buruk, secara periodik MI-nya bisa dipanggil dan dievaluasi, " tuturnya.
Mauldy menyimpulkan, BPJS Ketenagakerjaan benar-benar prudent dalam melakukan investasi. “Semua di pasar modal pasti kena UL, ketika kinerja indeks turun ya pasti kena UL, tapi kalau kinerja indeks naik lagi maka saham juga akan naik lagi. Kalau UL dipermasalahkan, ya tidak ada yang berinvestasi di pasar modal,” katanya.
Seperti diketahui, hingga kini kasus hukum BPJS Ketenagakerjaan masih berada dalam penyelidikan Kejaksaan Agung RI.
Dia menilai Jiwasraya dan Asabri melanggar dalam pengelolaan reksadana. Tak hanya itu, Jiwasraya dan Asabri juga diindikasikan diinvestasikan pada saham yang berfundamental tidak baik, sehingga pada saat ingin mencairkan saham tidak bisa diuangkan atau dijual. Hal ini berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan dinilai tidak ada masalah dengan guaranteed return, tidak ada masalah juga dengan pelanggaran pengelolaan reksadana.
“Yang dimasalahkan dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan itu Unrealized Loss (UL). Di pasar modal itu selalu ada Unrealized Loss. Saya tahu betul BPJS Ketenagakerjaan punya SOP yang baik dalam memilih Manager Investasi (MI) dan dalam memilih reksadana. SOP mereka jelas,” Kata Mauldy.
Dia menyontohkan, MI yang menjadi mitra BPJS Ketenagakerjaan sangat ketat memilihnya. "Dari Asset Under Management (AUM)- nya saja sudah jelas dipilih. Lalu produk reksadana mereka dipantau terus, mereka punya alat ukur atau rating sendiri, jika reksadananya kinerjanya buruk, secara periodik MI-nya bisa dipanggil dan dievaluasi, " tuturnya.
Mauldy menyimpulkan, BPJS Ketenagakerjaan benar-benar prudent dalam melakukan investasi. “Semua di pasar modal pasti kena UL, ketika kinerja indeks turun ya pasti kena UL, tapi kalau kinerja indeks naik lagi maka saham juga akan naik lagi. Kalau UL dipermasalahkan, ya tidak ada yang berinvestasi di pasar modal,” katanya.
Seperti diketahui, hingga kini kasus hukum BPJS Ketenagakerjaan masih berada dalam penyelidikan Kejaksaan Agung RI.
(cip)