Tolak Vonis Hakim, Irjen Napoleon Tegaskan Lebih Baik Mati Ketimbang Dilecehkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor ) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukum 4 tahun penjara terhadap mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte . Ia juga divonis untuk membayar denda Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Irjen Napoleon Bonaparte secara tegas menolak putusan majelis hakim tersebut. Bahkan, ia menyatakan lebih baik mati ketimbang martabat keluarganya dilecehkan. Napoleon menyatakan akan menempuh upaya hukum banding atas putusan itu.
"Yang saya hormati yang mulia majelis hakim dan hadiri, cukup sudah pelecehan martabat yang saya derita dari Juli tahun lalu sampai hari ini. Saya lebih baik mati, daripada martabat keluarga dilecehkan seperti ini. Saya menolak putusan hakim dan menyatakan banding," tegas Napoleon usai mendengar putusan hakim di ruang sidang Hatta Ali, Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (10/3/2021).
Sementara itu, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pikir-pikir apakah akan mengajukan upaya hukum atau menerima putusan majelsi hakim.
Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis menyatakan Irjen Napoleon Bonaparte terbukti secara sah bersalah menerima uang sebesar 200.000 dolar Singapura dan USD370.000 dari terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra).
Menurut hakim, uang itu berkaitan dengan upaya untuk menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari Daftar pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen imigrasi).
"Menyatakan terdakwa Napoelon Bonaparte terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis saat membacakan amar putusan di ruang sidang Hatta Ali, Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (10/3/2021). Baca juga: Napoleon Sebut Dakwaan Jaksa Tak Miliki Bukti Kuat
"Kedua, menjatuhkan pidana oleh karenanya kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sejumlah Rp100 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar maka diganti dengan pidana 6 bulan kurungan," sambungnya.
Diketahui, putusan tersebut lebih tinggi dari tuntutan yang diajukan tim jaksa Penuntut Umum (JPU). Di mana sebelumnya, Irjen Napoleon Bonaparte dituntut tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Irjen Napoleon Bonaparte diyakini terbukti secara sah bersalah karena menerima suap dari terpidana Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) melalui rekannya, Tommy Sumardi. Uang itu berkaitan dengan upaya penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).
Irjen Napoleon dinyatakan terbukti melakukan upaya penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra dari DPO bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri. Keduanya diduga menerima suap dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi. Baca juga: Usai Divonis 3,5 Tahun Penjara, Brigjen Prasetijo Segera Jalani Sidang Etik di Propam
Atas perbuatannya, Napoleon Bonaparte dinyatakan terbukti melanggar Pasal 5 ayat (2) Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Irjen Napoleon Bonaparte secara tegas menolak putusan majelis hakim tersebut. Bahkan, ia menyatakan lebih baik mati ketimbang martabat keluarganya dilecehkan. Napoleon menyatakan akan menempuh upaya hukum banding atas putusan itu.
"Yang saya hormati yang mulia majelis hakim dan hadiri, cukup sudah pelecehan martabat yang saya derita dari Juli tahun lalu sampai hari ini. Saya lebih baik mati, daripada martabat keluarga dilecehkan seperti ini. Saya menolak putusan hakim dan menyatakan banding," tegas Napoleon usai mendengar putusan hakim di ruang sidang Hatta Ali, Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (10/3/2021).
Sementara itu, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pikir-pikir apakah akan mengajukan upaya hukum atau menerima putusan majelsi hakim.
Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis menyatakan Irjen Napoleon Bonaparte terbukti secara sah bersalah menerima uang sebesar 200.000 dolar Singapura dan USD370.000 dari terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra).
Menurut hakim, uang itu berkaitan dengan upaya untuk menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari Daftar pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen imigrasi).
"Menyatakan terdakwa Napoelon Bonaparte terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis saat membacakan amar putusan di ruang sidang Hatta Ali, Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (10/3/2021). Baca juga: Napoleon Sebut Dakwaan Jaksa Tak Miliki Bukti Kuat
"Kedua, menjatuhkan pidana oleh karenanya kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sejumlah Rp100 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar maka diganti dengan pidana 6 bulan kurungan," sambungnya.
Diketahui, putusan tersebut lebih tinggi dari tuntutan yang diajukan tim jaksa Penuntut Umum (JPU). Di mana sebelumnya, Irjen Napoleon Bonaparte dituntut tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Irjen Napoleon Bonaparte diyakini terbukti secara sah bersalah karena menerima suap dari terpidana Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) melalui rekannya, Tommy Sumardi. Uang itu berkaitan dengan upaya penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).
Irjen Napoleon dinyatakan terbukti melakukan upaya penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra dari DPO bersama-sama dengan Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri. Keduanya diduga menerima suap dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi. Baca juga: Usai Divonis 3,5 Tahun Penjara, Brigjen Prasetijo Segera Jalani Sidang Etik di Propam
Atas perbuatannya, Napoleon Bonaparte dinyatakan terbukti melanggar Pasal 5 ayat (2) Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(kri)