Nilai Demokrasi Indonesia di Simpang Jalan, Anis Matta Ungkap Faktornya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta mengungkapkan beberapa faktor yang membuat demokrasi Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan. Faktor tersebut menjadi tantangan terbesar bukan hanya demokrasi tapi bangsa Indonesia.
"Pertama adalah dalam waktu 20 tahun terakhir ini sejak era reformasi saya melihat bahwa social shifting (kapasitas sosial) itu jauh lebih cepat daripada reformasi politik," ujar Anis dalam webinar 'Demokrasi Indonesia di Simpang Jalan', Sabtu (6/3/2021).
(Baca: Revisi UU ITE Bisa Jadi Warisan Jokowi dalam Sejarah Demokrasi Indonesia)
Anis mengungkapkan, social shifting didasari beberapa hal yakni faktor yang bersifat struktural yaitu perubahan komposisi demografi munculnya bonus demografi.
"Perubahan ini pasti mengubah suasana kita secara keseluruhan di Indonesia ini dan sensus tahun 2020 terakhir memang menunjukkan porsi terbesar orang-orang muda yang memenuhi struktur populasi kita di Indonesia," kata Anis.
Faktor pendorong yang kedua, lanjut Anis, dalam waktu 20 tahun terakhir ini juga telah terjadi pembentukan kelas menengah baru yang secara jumlah itu juga sangat besar kisaran sekitar seratusan juta kelas menengah baru di Indonesia. Dan bila disimpulkan banyak masyarakat urban yang lebih berdaya.
"Dan saya menambahkan drive ketiga di sini adalah tren pertumbuhan populasi urban di Indonesia yang membuat kita ke depan akan kira-kira relatif mirip dengan Korea, yang keseimbangan penduduk desa dan kotanya 95-5%," ungkap Anis.
(Baca: Fahri Hamzah: Dua Jurang Menganga di Ujung Demokrasi Indonesia)
Sedangkan faktor kedua yang membuat demokrasi Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan yakni permasalahan krisis global. Meski krisis global dipicu oleh pandemi covid-19 namun pada dasarnya saat ini dunia telah masuk satu abad skala perubahan secara global.
"Yang pertama dalam sistem globalnya sendiri atau pada tatanan dunia dan kedua pada leadership atau formasi aliansi global baru. Ini dua perubahan pada yang akan terjadi dalam 10 tahun ke depan akar dan dari perubahan global ini pada dasarnya tidak bisa merupakan faktor yang menyebabkan sistem yang sekarang ini ada tidak akan pernah lagi bisa bekerja secara definitif," kata Anis.
Masalah lainnya yakni benturan sosial. Menurut Anis, ide pertumbuhan tidak bisa lagi diwadahi oleh lingkungan di seluruh dunia saat ini.
"Atau dengan kata lain kalau kita terus menggagas ide pertumbuhan, yang rusak adalah lingkungan kita secara keseluruhan planet ini tidak akan layak lagi untuk dihuni bagi kita untuk hidup tidak liveabel lagi buat kita," pungkasnya.
"Pertama adalah dalam waktu 20 tahun terakhir ini sejak era reformasi saya melihat bahwa social shifting (kapasitas sosial) itu jauh lebih cepat daripada reformasi politik," ujar Anis dalam webinar 'Demokrasi Indonesia di Simpang Jalan', Sabtu (6/3/2021).
(Baca: Revisi UU ITE Bisa Jadi Warisan Jokowi dalam Sejarah Demokrasi Indonesia)
Anis mengungkapkan, social shifting didasari beberapa hal yakni faktor yang bersifat struktural yaitu perubahan komposisi demografi munculnya bonus demografi.
"Perubahan ini pasti mengubah suasana kita secara keseluruhan di Indonesia ini dan sensus tahun 2020 terakhir memang menunjukkan porsi terbesar orang-orang muda yang memenuhi struktur populasi kita di Indonesia," kata Anis.
Faktor pendorong yang kedua, lanjut Anis, dalam waktu 20 tahun terakhir ini juga telah terjadi pembentukan kelas menengah baru yang secara jumlah itu juga sangat besar kisaran sekitar seratusan juta kelas menengah baru di Indonesia. Dan bila disimpulkan banyak masyarakat urban yang lebih berdaya.
"Dan saya menambahkan drive ketiga di sini adalah tren pertumbuhan populasi urban di Indonesia yang membuat kita ke depan akan kira-kira relatif mirip dengan Korea, yang keseimbangan penduduk desa dan kotanya 95-5%," ungkap Anis.
(Baca: Fahri Hamzah: Dua Jurang Menganga di Ujung Demokrasi Indonesia)
Sedangkan faktor kedua yang membuat demokrasi Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan yakni permasalahan krisis global. Meski krisis global dipicu oleh pandemi covid-19 namun pada dasarnya saat ini dunia telah masuk satu abad skala perubahan secara global.
"Yang pertama dalam sistem globalnya sendiri atau pada tatanan dunia dan kedua pada leadership atau formasi aliansi global baru. Ini dua perubahan pada yang akan terjadi dalam 10 tahun ke depan akar dan dari perubahan global ini pada dasarnya tidak bisa merupakan faktor yang menyebabkan sistem yang sekarang ini ada tidak akan pernah lagi bisa bekerja secara definitif," kata Anis.
Masalah lainnya yakni benturan sosial. Menurut Anis, ide pertumbuhan tidak bisa lagi diwadahi oleh lingkungan di seluruh dunia saat ini.
"Atau dengan kata lain kalau kita terus menggagas ide pertumbuhan, yang rusak adalah lingkungan kita secara keseluruhan planet ini tidak akan layak lagi untuk dihuni bagi kita untuk hidup tidak liveabel lagi buat kita," pungkasnya.
(muh)