Amien Rais Kehilangan Momentum, 'Saudara Muda' PAN Harus Miliki Tokoh Populer
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jika jadi dibentuk, parpol baru yang bakal menjadi 'saudara muda' dari Partai Amanat Nasional (PAN) tidak akan mudah melalui pertarungan politik di Pemilu 2024. Butuh usaha keras dan tokoh baru yang kuat untuk menggaet massa.
Pengamat politik Cecep Hidayat mengatakan, para loyalis Amien Rais perlu membangun mesin partai yang cepat dalam waktu dua tahun. Baru tahun 2023 itu digunakan untuk konsolidasi dan kampanye.
"Dia harus memastikan mempunyai basis tradisional. Kalau enggak punya, partai akan sulit memperoleh basis massa. Basis massa apa? Apakah sebagian Muhammadiyah, Islam modernis, atau katanya Alumni 212. Pemetaan pendukungnya harus jelas," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Senin (18/5/2020).
Cecep menilai sulit bagi 'saudara muda' PAN jika hanya mengandalkan sosok Amien Rais. Ceruk pasarnya sudah makin mengecil. Amien Rais, menurutnya, sudah kehilangan momentum untuk berada di garis depan penarik massa. ( ).
"Karakter Amien Rais sudah kehilangan momentum. Kalau saja di awal reformasi 20 tahun lalu (masih). Ini muncul Generasi Z dan milenial yang enggak tahu Amien Rais. Amien Rais dianggap ekslusif, bukan sosok inklusif lagi," terang dosen Universitas Indonesia itu.
Bahkan, untuk masuk ke pasar Muhammadiyah sekalipun agak sulit. Alasannya, Amien Rais menjadi ketum 25 tahun lalu. Seiring berjalannya waktu, ketum baru silih berganti dan menancapkan akarnya.
"Ingat dalam satu organisasi mana pun enggak mono entitas, tidak dikuasai satu faksi. Akan tetapi, banyak faksi yang bisa jadi berbeda pilihan politiknya," tutur Cecep.
'Saudara muda' PAN memerlukan tokoh popular saat ini. Itu penting mengerek popularitas dan elektabilitas partai. Membangun sebuah partai adalah kerja politik jangka panjang yang harus ditopang 'vitamin' dan sumber daya logistik yang kuat.
Pertanyaannya, apakah Amien Rais dan para loyalisnya sudah mempunyai dua fondasi utama itu untuk bertarung pada Pemilu 2024? Jika belum, mereka membutuhkan orang yang telaten atau punya pengalaman dalam menggalang dana. "Bisa juga dari pengusaha yang mau investasi atau butuh perahu," ucapnya.
Tantangan datang dari patron politik Indonesia yang selalu memperhitungkan sipil-militer, Jawa-luar Jawa, dan Islam-Nasionalis. Ini penting juga untuk diperhatikan bagi partai baru. Namun, kadang tak sepenuhnya berjalan optimal kecuali pada partai-partai lama.
Maka tak heran ada beberapa tokoh yang sempat muncul di pusaran Pemilu 2019, seperti mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Sosok-sosok seperti ini dimunculkan dengan isu untuk menjaga stabilitas sipil-militer.
Namun, Cecep tidak yakin sosok Gatot juga bisa mengangkat partai baru. "Pertama, sudah selesai jabatannya (panglima). Bagaimana dia muncul ke media? Jadi ini harus direproduksi isunya apa, dia harus muncul. Dia kehilangan momentum," ujarnya. ( )
Salah satu loyalis Amien Rais, Agung Mozin, yakin akan ketokohan Amien Rais dan pengalaman gerbong yang dimiliki dalam membangun partai baru. "Kami punya pengalaman dalam rekrutmen di level bawah dan membangun jaringan," katanya.
Pengamat politik Cecep Hidayat mengatakan, para loyalis Amien Rais perlu membangun mesin partai yang cepat dalam waktu dua tahun. Baru tahun 2023 itu digunakan untuk konsolidasi dan kampanye.
"Dia harus memastikan mempunyai basis tradisional. Kalau enggak punya, partai akan sulit memperoleh basis massa. Basis massa apa? Apakah sebagian Muhammadiyah, Islam modernis, atau katanya Alumni 212. Pemetaan pendukungnya harus jelas," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Senin (18/5/2020).
Cecep menilai sulit bagi 'saudara muda' PAN jika hanya mengandalkan sosok Amien Rais. Ceruk pasarnya sudah makin mengecil. Amien Rais, menurutnya, sudah kehilangan momentum untuk berada di garis depan penarik massa. ( ).
"Karakter Amien Rais sudah kehilangan momentum. Kalau saja di awal reformasi 20 tahun lalu (masih). Ini muncul Generasi Z dan milenial yang enggak tahu Amien Rais. Amien Rais dianggap ekslusif, bukan sosok inklusif lagi," terang dosen Universitas Indonesia itu.
Bahkan, untuk masuk ke pasar Muhammadiyah sekalipun agak sulit. Alasannya, Amien Rais menjadi ketum 25 tahun lalu. Seiring berjalannya waktu, ketum baru silih berganti dan menancapkan akarnya.
"Ingat dalam satu organisasi mana pun enggak mono entitas, tidak dikuasai satu faksi. Akan tetapi, banyak faksi yang bisa jadi berbeda pilihan politiknya," tutur Cecep.
'Saudara muda' PAN memerlukan tokoh popular saat ini. Itu penting mengerek popularitas dan elektabilitas partai. Membangun sebuah partai adalah kerja politik jangka panjang yang harus ditopang 'vitamin' dan sumber daya logistik yang kuat.
Pertanyaannya, apakah Amien Rais dan para loyalisnya sudah mempunyai dua fondasi utama itu untuk bertarung pada Pemilu 2024? Jika belum, mereka membutuhkan orang yang telaten atau punya pengalaman dalam menggalang dana. "Bisa juga dari pengusaha yang mau investasi atau butuh perahu," ucapnya.
Tantangan datang dari patron politik Indonesia yang selalu memperhitungkan sipil-militer, Jawa-luar Jawa, dan Islam-Nasionalis. Ini penting juga untuk diperhatikan bagi partai baru. Namun, kadang tak sepenuhnya berjalan optimal kecuali pada partai-partai lama.
Maka tak heran ada beberapa tokoh yang sempat muncul di pusaran Pemilu 2019, seperti mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Sosok-sosok seperti ini dimunculkan dengan isu untuk menjaga stabilitas sipil-militer.
Namun, Cecep tidak yakin sosok Gatot juga bisa mengangkat partai baru. "Pertama, sudah selesai jabatannya (panglima). Bagaimana dia muncul ke media? Jadi ini harus direproduksi isunya apa, dia harus muncul. Dia kehilangan momentum," ujarnya. ( )
Salah satu loyalis Amien Rais, Agung Mozin, yakin akan ketokohan Amien Rais dan pengalaman gerbong yang dimiliki dalam membangun partai baru. "Kami punya pengalaman dalam rekrutmen di level bawah dan membangun jaringan," katanya.
(zik)