Epidomolog Nilai Indonesia Bebas Covid-19 Agustus 2021 Tidak Realistis
loading...
A
A
A
Epidemiolog Universitas Griffith, Dicky Budiman menilai target pemerintah untuk Indonesia bebas Covid-19 sepertinya akan sulit terealisasi. Ada beberapa alasan mengapa Indonesia akan sulit terbebas dari virus yang berasal dari Wuhan, China tersebut.
Dia menjelaskan, dalam pengendalian pandemi sangat penting untuk memiliki target, baik itu sifatnya optimistis atau realistis. Namun yang menjadi pertanyaan dalam penentuan target tersebut, apakah sudah menggunakan data yang memadai atau tidak. "Kalau bicara data, kita tahu situasi saat ini testing dan tracing kita masih rendah, sehingga data yang kita miliki juga tidak memadai untuk menyusun target yang tepat. Padahal testing dan tracing itu menggambarkan penguasaan kita pemahaman kita tentang masalah yang terjadi. Sehingga tidak misleading dan tidak salah strategi. Dan tetap tidak salah target," katanya saat dihubungi, Minggu (28/2/2021).
Selain itu, Dicky juga menyoroti tentang Indonesia bebas Covid-19. Dia menilai hal tersebut sangat sulit untuk terjadi, bahkan hingga tiga tahun ke depan hampir tidak mungkin Indonesia terbebas dari Covid-19. Dia menjelaskan, definisi bebas Covid-19 adalah eradikasi atau eliminasi pada level nasional dan itu tidak ditunjang dengan data saat ini. Lebih lagi host Covid-19 tidak hanya manusia, bisa juga ke hewan.
"Kalau bicara bebas Covid-19, bukan berarti tidak ada kasus. Dan sekali lagi kecenderungan saat ini mengarah Covid-19 ini akan menjadi penyakit yang endemis atau akan hadir di manusia dalam pola musiman, terus ada. Selain juga ada ancaman strain baru yang terus. Ini akan pola influenza, kecenderungan fakta ilmiah yang tidak bisa dihindari dan jadi bagian dari penentuan target nasional. Jadi target bebas itu tidak realistis. Target yang realistis itu terkendali, tapi terkendali ini ada kriteria juga ada waktunya, perlu untuk kondisi indonesia," tambah Dicky.
Dicky mengungkapkan, untuk memastikan kondisi pandemi Covid-19 terkendali tentu bukan cara yang instan. Ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan bersama untuk dapat mengendalikan kondisi pandemi. "Mengendalikan tentu tidak bisa ujug-ujug, ada tahapanya. Dan ini tidak mudah. Karena kondisi terkendali memang ada banyak variasi. Kira kira 1 kasus per 10 juta, itu sangat terkendali untuk Covid-19. 1 kasus per 1 juta juga atau 1 kasus per 100.000. Ini yang tentu ada tahapan untuk pencapaian target, ada pencapaian yang realistis," ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, dia berpendapat, pandemi Covid-19 tidak akan hilang pada 17 Agustus 2021 mendatang. "Kalau Agustus terlalu berat, tidak realistis melihat kondisi Indonesia saat ini. Apalagi masalahnya data kita tidak memadai, hasil testing dan tracing sekarang cenderung memburuk dengan positify rate masih tinggi," tutup Dicky.
Sebelumnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai pernyataan Doni Monardo, Ketua Satgas Penanganan Covid-19, cukup mengejutkan. Doni sebelumnya menargetkam Indonesia bisa bebas Covid-19 pada perayaan HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2021 yang akan datang.
Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bidang Kesehatan Masyarakat, Dr. Christian Widodo menyatakan pernyataan tersebut sangat menggembirakan namun tampaknya kurang realistis. "Untuk keluar dari sebuah pandemi bisa memakan waktu yang lama," ujarnya.
Dikatakan bahwa penurunan angka positif Covid-19 di Indonesia memang menurun dalam satu minggu terakhir. "Namun itu bukan berarti akan terus seperti itu, bisa saja terjadi gelombang positif terjangkit pada minggu-minggu mendatang bila kita tidak disiplin mentaati Prokes meski tentu kita tidak berharap demikian. Dan kecepatan vaksin kita juga akan mempengaruhi kapan kita bisa keluar dari pandemi ini," kata Christian.
Perihal vaksinasi massal yang sedang massif dilakukan, Christian menjelaskan tentu kita sangat bersyukur, pemerintah bergerak cepat untuk menyediakan stok vaksin untuk kebutuhan nasional. Apalagi banyak negara yang masih berburu vaksin hingga hari ini. "Namun bukan berarti vaksin adalah akhir dari pandemi, masih banyak faktor yang bisa menyebabkan pandemi belum bisa dikatakan berakhir," katanya.
Dia menjelaskan, dalam pengendalian pandemi sangat penting untuk memiliki target, baik itu sifatnya optimistis atau realistis. Namun yang menjadi pertanyaan dalam penentuan target tersebut, apakah sudah menggunakan data yang memadai atau tidak. "Kalau bicara data, kita tahu situasi saat ini testing dan tracing kita masih rendah, sehingga data yang kita miliki juga tidak memadai untuk menyusun target yang tepat. Padahal testing dan tracing itu menggambarkan penguasaan kita pemahaman kita tentang masalah yang terjadi. Sehingga tidak misleading dan tidak salah strategi. Dan tetap tidak salah target," katanya saat dihubungi, Minggu (28/2/2021).
Selain itu, Dicky juga menyoroti tentang Indonesia bebas Covid-19. Dia menilai hal tersebut sangat sulit untuk terjadi, bahkan hingga tiga tahun ke depan hampir tidak mungkin Indonesia terbebas dari Covid-19. Dia menjelaskan, definisi bebas Covid-19 adalah eradikasi atau eliminasi pada level nasional dan itu tidak ditunjang dengan data saat ini. Lebih lagi host Covid-19 tidak hanya manusia, bisa juga ke hewan.
"Kalau bicara bebas Covid-19, bukan berarti tidak ada kasus. Dan sekali lagi kecenderungan saat ini mengarah Covid-19 ini akan menjadi penyakit yang endemis atau akan hadir di manusia dalam pola musiman, terus ada. Selain juga ada ancaman strain baru yang terus. Ini akan pola influenza, kecenderungan fakta ilmiah yang tidak bisa dihindari dan jadi bagian dari penentuan target nasional. Jadi target bebas itu tidak realistis. Target yang realistis itu terkendali, tapi terkendali ini ada kriteria juga ada waktunya, perlu untuk kondisi indonesia," tambah Dicky.
Dicky mengungkapkan, untuk memastikan kondisi pandemi Covid-19 terkendali tentu bukan cara yang instan. Ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan bersama untuk dapat mengendalikan kondisi pandemi. "Mengendalikan tentu tidak bisa ujug-ujug, ada tahapanya. Dan ini tidak mudah. Karena kondisi terkendali memang ada banyak variasi. Kira kira 1 kasus per 10 juta, itu sangat terkendali untuk Covid-19. 1 kasus per 1 juta juga atau 1 kasus per 100.000. Ini yang tentu ada tahapan untuk pencapaian target, ada pencapaian yang realistis," ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, dia berpendapat, pandemi Covid-19 tidak akan hilang pada 17 Agustus 2021 mendatang. "Kalau Agustus terlalu berat, tidak realistis melihat kondisi Indonesia saat ini. Apalagi masalahnya data kita tidak memadai, hasil testing dan tracing sekarang cenderung memburuk dengan positify rate masih tinggi," tutup Dicky.
Sebelumnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai pernyataan Doni Monardo, Ketua Satgas Penanganan Covid-19, cukup mengejutkan. Doni sebelumnya menargetkam Indonesia bisa bebas Covid-19 pada perayaan HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2021 yang akan datang.
Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bidang Kesehatan Masyarakat, Dr. Christian Widodo menyatakan pernyataan tersebut sangat menggembirakan namun tampaknya kurang realistis. "Untuk keluar dari sebuah pandemi bisa memakan waktu yang lama," ujarnya.
Dikatakan bahwa penurunan angka positif Covid-19 di Indonesia memang menurun dalam satu minggu terakhir. "Namun itu bukan berarti akan terus seperti itu, bisa saja terjadi gelombang positif terjangkit pada minggu-minggu mendatang bila kita tidak disiplin mentaati Prokes meski tentu kita tidak berharap demikian. Dan kecepatan vaksin kita juga akan mempengaruhi kapan kita bisa keluar dari pandemi ini," kata Christian.
Perihal vaksinasi massal yang sedang massif dilakukan, Christian menjelaskan tentu kita sangat bersyukur, pemerintah bergerak cepat untuk menyediakan stok vaksin untuk kebutuhan nasional. Apalagi banyak negara yang masih berburu vaksin hingga hari ini. "Namun bukan berarti vaksin adalah akhir dari pandemi, masih banyak faktor yang bisa menyebabkan pandemi belum bisa dikatakan berakhir," katanya.