Penjelasan Ambang Batas Syarat Gugatan dalam Sengketa Pilkada di MK

Rabu, 24 Februari 2021 - 13:20 WIB
loading...
Penjelasan Ambang Batas Syarat Gugatan dalam Sengketa Pilkada di MK
MK telah memutus 100 perkara perselisihan hasil pemilihan (PHP) Kepala Daerah yang diajukan oleh para pasangan calon (Paslon) dan Pemantau Pemilihan. Foto/SINDOnews/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus 100 perkara perselisihan hasil pemilihan (PHP) Kepala Daerah yang diajukan oleh para pasangan calon (Paslon) dan Pemantau Pemilihan.

Dalam putusan yang dibacakan sejak 15-17 Februari itu, MK menyatakan hanya 32 PHP Pilkada yang masuk dalam tahapan selanjutnya yakni pembuktian. Sedangkan 100 perkara dinyatakan dismiss atau ditolak karena tidak dapat dilanjutkan dengan alasan hukum.



Hifdzil menjelaskan, berdasarkan putusan MK dalam PHP Pilkada, Pasal 158 tetap diterapkan secara kasuistis. "Artinya, Pasal 158 tetap urgen didalilkan," ujar Hifdzil, Rabu (24/2/2021).

Pasal 158 Ayat (1) UU 10/2016 tentang Pilkada, untuk Pemilihan Gubernur menyebutkan provinsi dengan jumlah penduduk sampai 2 juta jiwa perbedaan suara hasil pemilu 2 persen dari suara sah.

Provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta-sampai 6 juta selisih suara 1,5 persen dari suara sah, provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta-12 juta selisih suara 1 persen dari suara sah dan penduduk dengan jumlah diatas 12 juta selisih suara dari total suara sah sebesar 0,5 persen.

Sedangkan dalam ayat 2, Kabupaten/kota dengan penduduk hingga 250 ribu jiwa, syarat selisih suara 2 persen dari jumlah suara sah, kabupaten/kota dengan jumlah 250 ribu sampai 500 ribu selisih suara 1,5 persen dari total suara sah, Kabupaten/kota dengan jumlah 50 ribu-1 juta penduduk selisih 1 persen dari total suara sah, dan penduduk diatas satu juta harus memiliki selisih suara 0,5 persen dari total suara sah.

Dengan argumentasi hukum itu, MK kemudian menolak gugatan PHP yang diajukan oleh Pemohon. Ia menilai sikap MK sudah tepat menolak gugatan yang diajukan oleh Pemohon karena Pasal 158 masih diberlakukan.

"Pasal 158 (UU 10/2016) penting untuk dijadikan argumentasi hukum dalam meminta MK menolak segala permohonan sengketa Pilkada." demikian kata Hifdzil.

Dari penolakan 100 PHP Pilkada ini, Hifdzil mengatakan, KPUD di berbagai daerah sudah menjalankan pesta demokrasi sesuai dengan tata aturan kepemiluan yang berlaku.

Dengan demikian, MK dengan alasan hukum akhirnya menilai bahwa Pilkada telah berjalan konstitusional.

"Banyaknya gugatan yang tertolak menjadi indikator KPU mulai pusat hingga daerah sudah bekerja maksimal. Sehingga ratusan gugatan yang diajukan akhirnya ditolak," ujarnya.

Hifdzil dan kantornya HICON sendiri menangani 11 perkara dan menjadi kuasa hukum 10 KPUD: KPU Bulukumba, KPU Luwu Utara, KPU Rembang, KPU Barru, KPU Luwu Timur, KPU Mamuju, KPU Tapanuli Selatan, KPU Kutai Kartanegara, KPU Kotabaru, dan KPU Raja Ampat.

Dari 11 perkara yang ditangani HICON, 10 perkara diputuskan dimenangkan oleh KPU dalam putusan dismisd. Satu perkara lanjut dalam tahap pembuktian. Saat ini sidang proses pembuktian di MK.

Untuk diketahi, dalam Pilkada 9 Desember 2019 lalu, KPU melaksanakan Pilkada di 270 daerah. Dari total hajatan memilih pemimpi n daerah iut, sebanayak 132 mengajukan gugatan di MK.

Dari proses permohonan yang teregister di MK itu, sebanyak 100 PHP yang kemudian ditolak (dismiss) karena alasan hukum. Sedangkan 32 gugatan lanjut ke tahap pembuktian.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3649 seconds (0.1#10.140)