Kemandirian Pangan di Tengah Pandemi

Senin, 18 Mei 2020 - 07:38 WIB
loading...
Kemandirian Pangan di Tengah Pandemi
Kuntoro Boga Andri. Foto: Ist
A A A
Kuntoro Boga Andri
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan

SEPERTI banyak diprediksi para pengamat dan ahli sejak awal, pandemi Covid-19 tidak hanya menyentuh masalah kesehatan masyarakat. Pandemi ini turut berpengaruh terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Berdasarkan hasil survei lembaga riset dan intelijen media, Indonesia Indikator, isu ketahanan pangan nasional naik signifikan dan terpengaruh kuat dengan adanya pandemi Covid-19. Selama periode 1 April–10 Mei 2020, eskalasi pemberitaan terkait isu pangan meningkat hingga menembus 60.209 artikel, hanya untuk di media mainstream (utama) saja.

Peningkatan eskalasi pemberitaan seputar ketahanan pangan menandakan publik memberikan perhatian besar dan intens terhadap faktor ketersediaan pangan. Hal ini tentu bisa dipahami karena di saat pandemi dan situasi abnormal seperti saat ini, ketersediaan kebutuhan dan pelayanan primer, seperti pangan dan kesehatan menjadi hal penting serta utama.

Kekhawatiran publik sempat mencuat saat Food and Agriculture Organization (FAO) mengeluarkan peringatan ancaman krisis pangan global pada April lalu. FAO mengingatkan setiap negara untuk meningkatkan kemandirian pangan karena distribusi antarnegara akan semakin terkendala dengan upaya masing-masing negara dalam mencegah penyebaran covid-19. Selain permasalahan distribusi, setiap negara pun diperkirakan akan melakukan restriksi ekspor untuk memastikan kebutuhan negaranya terpenuhi terlebih dahulu.

Dengan kondisi di atas, tak ada jalan bagi kita selain meningkatkan kemandirian dalam produksi pangan. Ketahanan pangan nasional hanya bisa kuat jika kita bisa memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri. Dengan begitu, petani dan semua pemangku kepentingan sektor pertanian dalam negeri menjadi tumpuan kita untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Presiden Joko Widodo pada saat rapat terbatas, Selasa (21/4) lalu, juga menyebutkan bahwa bangsa kita harus mengambil ini sebagai momentum untuk melakukan reformasi besar-besaran dalam kebijakan sektor pangan di negara kita.

Arahan dari Presiden tersebut perlu direspons cepat oleh semua pemangku kepentingan pertanian. Peluang besar dari kondisi ini sebagai momentum pertanian nasional mengukuhkan diri sebagai pelaku utama di negerinya sendiri dengan kemandirian pangan. Satu hal perlu disyukuri, pemerintah sebelum pandemi pun sudah berfokus pada upaya meningkatkan kemandirian pangan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sejak awal kepemimpinannya sudah berulang kali menegaskan bahwa kita harus bisa mengusahakan semaksimal mungkin kebutuhan pangan bisa terpenuhi dari dalam negeri. Impor pangan harus ditekan, bahkan kita harus menggencarkan ekspor komoditas pertanian. Hanya dengan langkah itu, kemandirian pangan bisa terwujud dan para pelaku di sekto pertanian pun bisa meningkat kesejahteraannya.

Menjaga Rantai Pasok Pangan
Merujuk pada UU No. 18/2012 tentang Pangan, ketahanan pangan tidak bisa hanya sebatas bertumpu pada kegiatan pertanian di hulu (on farm) atau produksi, tapi juga melibatkan kegiatan di hilir (off farm) atau pascapanen dan distribusi. Maka itu, Kementerian Pertanian pun terus mengampanyekan dan menjaga semangat bahwa kegiatan menjaga pangan membutuhkan kerja sama serta sinergi yang baik dari semua pihak. Dengan berbekal harapan meningkatkan ketahanan pangan kita secara mandiri, maka Kementerian Pertanian pun mendorong efektivitas dan efisiensi rantai pasok di hulu terkait distribusi dan pemasaran.

Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan secara mandiri, maka hal pertama adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi usaha tani. Penyuluh di lapangan wajib mendampingi petani dalam menerapkan Good Agriculture Practice (GAP) melalui standar operasional prosedur (SOP) yang dipedomani. Petani juga harus didorong mempraktikkan Good Hygiene Practice (GHP) sehingga tetap terjaga dari bahaya penularan Covid-19.

Upaya lain dalam akselerasi produksi pertanian adalah sarana dan prasarana pertanian. Kementerian Pertanian terus mendorong pemanfaatan teknologi serta memasifkan pemanfaatan mekanisasi pertanian. Selain itu, Kementerian Pertanian juga memberikan bantuan program padat karya untuk membangun infrastruktur pangan dan menolong tenaga kerja PHK untuk terjun ke pertanian.

Terkait ketersediaan lahan pertanian, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan jajaran menterinya untuk mencetak aral pertanian baru di sejumlah wilayah Indonesia. Salah satu provinsi yang ditarget adalah Kalimantan Tengah. Wilayah itu memiliki potensi yang bisa digunakan seluas 164.598 hektare. Dari potensi tersebut ada beberapa wilayah yang sudah memiliki jaringan irigasi dan ditanami padi oleh masyarakat meskipun belum intensif.

Pemerintah juga tetap mendorong pencegahan alih fungsi lahan. Untuk mencegah alih fungsi lahan, sudah memiliki perangkat hukum berupa peraturan daerah (perda) perlindungan lahan abadi pertanian. Bagi pihak yang melakukan alih fungsi lahan sesuai dengan UU Nomor 51/2009, dikenakan sanksi penjara lima tahun. Menteri Pertanian menyebutkan, menjaga lahan eksisting ini sangat penting demi memenuhi kebutuhan pangan masyarakat 267 juta jiwa secara mandiri. Apalagi dalam kondisi pandemi, kita tidak bisa lagi kehilangan lahan, terutama yang sudah dilengkapi infrastruktur pendukung pertanian.

Hal lain yang perlu diantisipasi adalah potensi musim kemarau yang dikhawatirkan menimbulkan gagal panen. Untuk itu, pemerintah telah mencanangkan gerakan tanam padi dan jagung serentak segera sebelum memasuki musim kemarau di pertengahan tahun. Pada 2020, secara nasional pemerintah mentargetkan luas tanam padi 11,66 juta hektare, berpotensi menghasilkan 33,6 juta ton beras. Untuk jagung ditargetkan seluas 4,49 juta hektare sehingga berpotensi menghasilkan 24,17 juta ton pipilan kering.

Setelah memperkuat produksi, maka upaya meningkatkan ketahanan pangan juga melibatkan penguatan di hilir. Produk pangan yang sudah dihasilkan para petani harus bisa sampai kepada masyarakat dengan baik dan cepat. Untuk itu, dibutuhkan efisiensi rantai pasok sehingga kita bisa menjaga stabilitas harga bahan pokok serta menjamin ketersediaan dan stok pangan merata di seluruh wilayah.

Efisiensi ranta pasok ini membutuhkan keterlibatan banyak pihak meliputi berbagai Kementerian serta institusi distribusi dan pemasaran, juga Perum Bulog untuk menjaga cadangan stok pangan. Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan juga terus mendorong terbangunnya Sistem Logistik Pangan Nasional. Sistem Logistik Pangan Nasional yang kuat harus bertumpu pada empat strategi, yaitu peningkatan produksi, perbaikan sistem distribusi, pengembangan kelembagaan, dan mendorong konsumsi pangan lokal.

Dalam konsep Sistem Logistik Pangan Nasional ini, kelembagaan distribusi pangan harus diperkuat dan dikelola BUMN sebagai national hub dan BUMD sebagai regional hub yang dilakukan dengan pengendalian bersama oleh stakeholder terkait. Keberadaan Sistem Logistik Pangan Nasional bisa memudahkan dalam memetakan ketersediaan dan stok pangan di setiap wilayah. Peta ini bisa memudahkan pemerintah dan pemangku kepentingan pangan dalam menentukan intervensi sehingga tidak ada lagi istilah wilayah defisit pangan.
(thm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1553 seconds (0.1#10.140)