MUI Keluarkan Fatwa Buzzer, Pengamat: Warning Neraka untuk Cebong-Kadrun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram bagi aktivitas buzzer yang masih menebar hoaks, adu domba, ujaran kebencian, fitnah, ghibah dan jenis lainnya di media social (Medsos).
Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Fadhli Harahab mengatakan terminologi haram dalam fiqh Islam dimaknai sebagai sesuatu perbuatan yang apabila ditinggalkan akan mendapat pahala dan apabila dilakukan berdosa. Kata dia, dalam ajaran Islam, orang yang menebar hoaks, fitnah, ghibah, adu domba (namimah), ujaran kebencian adalah dosa besar, bahkan kitab suci menganalogikan fitnah lebih kejam dari membunuh, bergunjing (ghibah) seperti memakan bangkai saudaranya sendiri.
Terkait hal itu, Fadhli menilai fatwa MUI patut di apresiasi karena sejalan dengan aspirasi masyarakat agar pemerintah menertibkan para buzzer yang dinilai sudah meresahkan. "Saya pikir fatwa haram ini tepat di tengah kondisi politik yang terpolarisasi tajam," ujarnya saat dihubungi Sindonews, Senin (15/2/2021).
Menurut analis politik asal UIN Jakarta itu, keluarnya fatwa MUI ini setidak akan menjadi warning bagi para buzzer bahwa kegiatan haram tersebut membuahkan ancaman neraka bagi mereka. Dia melihat, warning neraka itu berlaku bagi siapa saja baik buzzer yang diduga menguntungkan pemerintah maupun buzzer yang dipakai untuk figur tertentu dengan tujuan meraih insentif elektoral. "Sebetulnya ini bukan hal baru. Dalam norma agama dan kebudayaan kita tidak diperbolehkan melakukan perbuatan semacam ini, hoaks, fitnah, adu domba, ghibah, ujaran kebencian dan jenis lainnya. Tetapi setidaknya ini jadi warning neraka bagi cebong-kadrun," terangnya.
Lebih lanjut, kata Fadhli, fatwa haram ini juga sejalan dengan UU ITE yang sudah lebih dulu mengatur hal tersebut. "Jadi para cebong dan kampret, kadrun, bisa diganjar siksaan di dunia dan akhirat," pungkasnya.
Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) Fadhli Harahab mengatakan terminologi haram dalam fiqh Islam dimaknai sebagai sesuatu perbuatan yang apabila ditinggalkan akan mendapat pahala dan apabila dilakukan berdosa. Kata dia, dalam ajaran Islam, orang yang menebar hoaks, fitnah, ghibah, adu domba (namimah), ujaran kebencian adalah dosa besar, bahkan kitab suci menganalogikan fitnah lebih kejam dari membunuh, bergunjing (ghibah) seperti memakan bangkai saudaranya sendiri.
Terkait hal itu, Fadhli menilai fatwa MUI patut di apresiasi karena sejalan dengan aspirasi masyarakat agar pemerintah menertibkan para buzzer yang dinilai sudah meresahkan. "Saya pikir fatwa haram ini tepat di tengah kondisi politik yang terpolarisasi tajam," ujarnya saat dihubungi Sindonews, Senin (15/2/2021).
Menurut analis politik asal UIN Jakarta itu, keluarnya fatwa MUI ini setidak akan menjadi warning bagi para buzzer bahwa kegiatan haram tersebut membuahkan ancaman neraka bagi mereka. Dia melihat, warning neraka itu berlaku bagi siapa saja baik buzzer yang diduga menguntungkan pemerintah maupun buzzer yang dipakai untuk figur tertentu dengan tujuan meraih insentif elektoral. "Sebetulnya ini bukan hal baru. Dalam norma agama dan kebudayaan kita tidak diperbolehkan melakukan perbuatan semacam ini, hoaks, fitnah, adu domba, ghibah, ujaran kebencian dan jenis lainnya. Tetapi setidaknya ini jadi warning neraka bagi cebong-kadrun," terangnya.
Lebih lanjut, kata Fadhli, fatwa haram ini juga sejalan dengan UU ITE yang sudah lebih dulu mengatur hal tersebut. "Jadi para cebong dan kampret, kadrun, bisa diganjar siksaan di dunia dan akhirat," pungkasnya.
(cip)