Berhasil Atasi Kudeta, Demokrat Jangan Andalkan Lagi Senioritas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kader-kader Partai Demokrat tidak boleh lagi mengandalkan senioritas dan romantika sejarah sebagai pendiri untuk berkiprah. Seiring dengan perubahan demografi calon pemilih yang makin muda, Partai Demokrat harus beradaptasi melalui kepemimpinan yang juga muda.
Hal ini dikatakan oleh Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran Bandung, Firman Manan dan Pengamat Politik dari UNJ, Ubedilah Badrun ketika dimintai komentar tentang situasi Partai Demokrat pasca percobaan pengambil alihan paksa awal Februari lalu.
“Survei kependudukan 2020 yang dirilis BPS menunjukkan 54% penduduk Indonesia berasal dari generasi milenial dan generasi Z,” kata Firman yang saat ini mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Unpad Bandung dalam keterangannya, Minggu (14/2/2021).
“Partai politik, termasuk Demokrat, harus beradaptasi untuk bisa berkomunikasi dan meyakinkan mereka. Untuk ini lebih dibutuhkan kepemimpinan muda, yang mempunyai kedekatan sekaligus visi yang menginspirasi kaum muda, bukan senioritas" sambung alumnus Political Sciences Ohio University USA ini.
Sebagaimana diketahui, generasi milenial didefinisikan sebagai mereka yang lahir antara tahun 1981-1996, sedangkan generasi Z adalah mereka yang lahir pada periode 1997-2012.
Firman menyoroti isu senioritas dan forum pendiri yang dijadikan dalih oleh sekelompok mantan kader dan kader Demokrat untuk menggelar KLB guna mengganti Ketum yang sah saat ini yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (41) dengan Kepala KSP Moeldoko (64).
“Senioritas bukanlah jawaban yang relevan untuk menyongsong Pemilu 2024 dengan jumlah pemilih muda yang makin banyak,” tandas Firman. Ia melihat pengambilan keputusan politik berbasis data yang dilakukan Ketum AHY dan kepengurusan sekarang, lebih relevan menjawab tantangan zaman.
Ubedilah Badrun, yang menjadi salah satu motor penting penggerak mahasiswa saat Reformasi 1998 juga menandaskan pentingnya kemampuan partai politik untuk memahami aspirasi masyarakat. “Sejarah menunjukkan ketika partai politik gagal faham, aspirasi masyarakat tersumbat dan akhirnya tumpah menjadi demokrasi jalanan. Ada jarak pikiran antara polisi partai yang terlalu senior dan generasi muda yang berfikiran baru dan maju,” ujar Ubedilah yang kini mengajar Sosiologi Politik di UNJ.
Dalam konteks itu, ia mengingatkan regenerasi kepemimpinan partai politik menjadi kunci penting untuk bisa tetap relevan dengan perkembangan zaman. “Sayangnya, sebagian besar partai politik kita masih didominasi oleh gerontokrasi, yaitu kepemimpinan orang-orang yang secara signifikan jauh lebih tua dari populasi pemilihnya,” kata Ubedilah.
“Sejauh ini secara umum dari kepengurusan 34 provinsi dan ratusan kabupaten, Partai Demokrat cukup berhasil melakukan regenerasi,” imbuh Ubedilah.
Hal ini dikatakan oleh Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran Bandung, Firman Manan dan Pengamat Politik dari UNJ, Ubedilah Badrun ketika dimintai komentar tentang situasi Partai Demokrat pasca percobaan pengambil alihan paksa awal Februari lalu.
“Survei kependudukan 2020 yang dirilis BPS menunjukkan 54% penduduk Indonesia berasal dari generasi milenial dan generasi Z,” kata Firman yang saat ini mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Unpad Bandung dalam keterangannya, Minggu (14/2/2021).
“Partai politik, termasuk Demokrat, harus beradaptasi untuk bisa berkomunikasi dan meyakinkan mereka. Untuk ini lebih dibutuhkan kepemimpinan muda, yang mempunyai kedekatan sekaligus visi yang menginspirasi kaum muda, bukan senioritas" sambung alumnus Political Sciences Ohio University USA ini.
Sebagaimana diketahui, generasi milenial didefinisikan sebagai mereka yang lahir antara tahun 1981-1996, sedangkan generasi Z adalah mereka yang lahir pada periode 1997-2012.
Firman menyoroti isu senioritas dan forum pendiri yang dijadikan dalih oleh sekelompok mantan kader dan kader Demokrat untuk menggelar KLB guna mengganti Ketum yang sah saat ini yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (41) dengan Kepala KSP Moeldoko (64).
“Senioritas bukanlah jawaban yang relevan untuk menyongsong Pemilu 2024 dengan jumlah pemilih muda yang makin banyak,” tandas Firman. Ia melihat pengambilan keputusan politik berbasis data yang dilakukan Ketum AHY dan kepengurusan sekarang, lebih relevan menjawab tantangan zaman.
Ubedilah Badrun, yang menjadi salah satu motor penting penggerak mahasiswa saat Reformasi 1998 juga menandaskan pentingnya kemampuan partai politik untuk memahami aspirasi masyarakat. “Sejarah menunjukkan ketika partai politik gagal faham, aspirasi masyarakat tersumbat dan akhirnya tumpah menjadi demokrasi jalanan. Ada jarak pikiran antara polisi partai yang terlalu senior dan generasi muda yang berfikiran baru dan maju,” ujar Ubedilah yang kini mengajar Sosiologi Politik di UNJ.
Dalam konteks itu, ia mengingatkan regenerasi kepemimpinan partai politik menjadi kunci penting untuk bisa tetap relevan dengan perkembangan zaman. “Sayangnya, sebagian besar partai politik kita masih didominasi oleh gerontokrasi, yaitu kepemimpinan orang-orang yang secara signifikan jauh lebih tua dari populasi pemilihnya,” kata Ubedilah.
“Sejauh ini secara umum dari kepengurusan 34 provinsi dan ratusan kabupaten, Partai Demokrat cukup berhasil melakukan regenerasi,” imbuh Ubedilah.