Pilkada dan Pilpres Digelar 2024, KPU-Bawaslu Bisa 'Babak Belur'
loading...
A
A
A
JAKARTA - Usulan keserentakan pemilu (pemilu nasional dan pilkada) digelar 2024 dinilai akan membuat beban kerja Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum ( Bawaslu ) semakin berat. Bahkan, kedua lembaga penyelenggara itu borpotensi 'babak belur' mengingat banyaknya beban dan tanggung jawab yang mereka pikul.
Peneliti Perludem Nurul Amalia Salabi menilai, sejumlah persoalan yang akan muncul jika pemilu nasional dan pemilihan kepala daerah dilakukan secara serentak di tahun yang sama. Dia menuturkan, tahapan penyelenggaraan pemilu dan pilkada akan berimpitan, dan bebannya akan menumpuk di KPU daerah.
"Verifikasi dukungan calon perseorangan, itu kan perlu kerja keras. Tetapi di saat yang sama, persiapan penyelenggaraan hari H juga ada di penyelenggara adhoc dengan koordinasi dari KPUD. Bimtek dan segala macam," katanya saat dihubungi SINDOnews, Minggu (14/2/2021).
Nurul mengatakan, KPU DKI Jakarta misalnya pada Pemilu 2019 mengakui adanya kesulitan dan keruwetan dari pelaksanaan pemilu serentak. Mereka harus memberikan bimtek kepada KPPS yang juga tugas besar dan tidak bisa disepelekan. Terutama KPUD dengan jumlah TPS yang banyak seperti di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, itu akan sangat terbebani dengan tahapan pemilu serentak dan pilkada yang beririsan.
Di sisi lain, pengawasan yang dilakukan Bawaslu juga nantinya akan terbagi untuk pemilu serentak dengan lima pemilihan dan pilkada serentak di seluruh wilayah. Kemarin saja di Pemilu Serentak 2019 dan Pilkada Serentak 2020 di masa Covid-19, Bawaslu mengatakan kerja mereka bertambah karena harus mengawasi kepatuhan pada protokol Covid-19, juga mengawasi media sosial dan media massa. "Jadi, beban pengawasan Bawaslu akan sangat berat dan banyak," jelas Nurul.
Baca juga: Jika UU Pemilu Tak Direvisi, PKS Sebut Penguasa Diuntungkan
Selain itu, lanjut Nurul, usulan keserentakan pemilu pada 2024 tidak ideal untuk pendidikan politik masyarakat. Semestinya masyarakat dapat fokus untuk pemilihan di tingkat nasional dulu, baru kemudian tingkat daerah dengan isu-isu di daerah mereka.
Menurutnya, kalau Pemilu Serentak dilaksanakan pada satu tahun yang sama dengan pilkada, pihaknya menduga Pilpres 2024 akan menjadi fokus utama sehingga kualitas kepemimpinan di daerah akan kurang disorot publik.
"Jadi, fokus publik nanti akan terpecah. Sulit membayangkan publik bisa mengawasi pemilihan yang selama ini banyak tidak tersorot, seperti Pemilihan Anggota DPD."
Peneliti Perludem Nurul Amalia Salabi menilai, sejumlah persoalan yang akan muncul jika pemilu nasional dan pemilihan kepala daerah dilakukan secara serentak di tahun yang sama. Dia menuturkan, tahapan penyelenggaraan pemilu dan pilkada akan berimpitan, dan bebannya akan menumpuk di KPU daerah.
"Verifikasi dukungan calon perseorangan, itu kan perlu kerja keras. Tetapi di saat yang sama, persiapan penyelenggaraan hari H juga ada di penyelenggara adhoc dengan koordinasi dari KPUD. Bimtek dan segala macam," katanya saat dihubungi SINDOnews, Minggu (14/2/2021).
Nurul mengatakan, KPU DKI Jakarta misalnya pada Pemilu 2019 mengakui adanya kesulitan dan keruwetan dari pelaksanaan pemilu serentak. Mereka harus memberikan bimtek kepada KPPS yang juga tugas besar dan tidak bisa disepelekan. Terutama KPUD dengan jumlah TPS yang banyak seperti di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, itu akan sangat terbebani dengan tahapan pemilu serentak dan pilkada yang beririsan.
Di sisi lain, pengawasan yang dilakukan Bawaslu juga nantinya akan terbagi untuk pemilu serentak dengan lima pemilihan dan pilkada serentak di seluruh wilayah. Kemarin saja di Pemilu Serentak 2019 dan Pilkada Serentak 2020 di masa Covid-19, Bawaslu mengatakan kerja mereka bertambah karena harus mengawasi kepatuhan pada protokol Covid-19, juga mengawasi media sosial dan media massa. "Jadi, beban pengawasan Bawaslu akan sangat berat dan banyak," jelas Nurul.
Baca juga: Jika UU Pemilu Tak Direvisi, PKS Sebut Penguasa Diuntungkan
Selain itu, lanjut Nurul, usulan keserentakan pemilu pada 2024 tidak ideal untuk pendidikan politik masyarakat. Semestinya masyarakat dapat fokus untuk pemilihan di tingkat nasional dulu, baru kemudian tingkat daerah dengan isu-isu di daerah mereka.
Menurutnya, kalau Pemilu Serentak dilaksanakan pada satu tahun yang sama dengan pilkada, pihaknya menduga Pilpres 2024 akan menjadi fokus utama sehingga kualitas kepemimpinan di daerah akan kurang disorot publik.
"Jadi, fokus publik nanti akan terpecah. Sulit membayangkan publik bisa mengawasi pemilihan yang selama ini banyak tidak tersorot, seperti Pemilihan Anggota DPD."
(zik)