Jika UU Pemilu Tak Direvisi, PKS Sebut Penguasa Diuntungkan
loading...
A
A
A
TANGSEL - Pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) hingga kini masih menyisakan polemik. Padahal draf itu sudah menjadi bagian dari Program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun ini.
(Baca juga: Terancam Batal, Ini 5 Alasan PKS Ngotot Revisi UU Pemilu)
Mayoritas fraksi kini menarik dukungan dengan menyatakan menolak revisi UU Pemilu dan menginginkan pelaksanaan Pilkada terselenggara pada tahun 2024. Sementara sedikit fraksi, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat bersikeras agar ada normalisasi pada pelaksanaan Pilkada tahun 2022 dan 2023.
(Baca juga: PKS Sebut Ada Invisible Hand Ingin Hentikan Pembahasan Revisi UU Pemilu)
Sekjen PKS, Aboe Bakar Al Habsy, meyakini bahwa UU Pemilu tak akan bisa terlaksana. Meskipun saat ini mayoritas fraksi menolak revisinya. Disebutkan dia, perubahan dukungan bisa saja terjadi dalam waktu yang singkat.
"Moga-moga perkembangan bisa berubah. Kalau sampai saat ini masih terjadi beda-beda pendapat antara beberapa partai, mungkin yang mendekati antara PKS dan Demokrat, ya mungkin ditambah Nasdem kalau dia bisa berubah. Tapi saya yakin, moga-moga tidak terlaksana UU Pemilu," kata Aboe Bakar usai pelantikan pengurus DPW Provinsi Banten di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan (Tangsel), Sabtu (13/02/21).
(Baca juga: Parpol Koalisi Kompak Tolak Revisi UU Pemilu Karena Ingin Jaga Wibawa Jokowi)
Menurutnya, penolakan atas revisi UU Pemilu terlihat aneh apalagi draftnya sendiri telah masuk Prolegnas prioritas 2021. Atas dasar itulah dia menyebut, akan ada pihak yang paling diuntungkan jika UU Pemilu tetap berjalan tanpa revisi.
"Pemilu (Pilkada) 2022, 2023, nggak ada pemilu, apa yang terjadi? berarti akan terjadi Plt yang begitu banyak, siapa dia?. UU Pemilu itu intinya penguasa yang diuntungkan. Tetapi menurut saya, ini masih panjang perjalanannya. PKS akan tetap kekeh, untuk menyatakan UU Pemilu tidak akan terjadi," tegasnya.
Salah satu isu penting dalam revisi UU Pemilu adalah normalisasi Pilkada 2022 dan 2023. Beredar kabar penolakan Parpol koalisi terhadap revisi UU Pemilu terjadi atas permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun isu tersebut dibantah Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman.
"Perdebatan tersebut ada di DPR, pemerintah tidak terlibat. Pemerintah fokus menangani pandemi Covid-19, memulihkan ekonomi rakyat," ujar Fadjroel saat dihubungi MNC Portal sebelumnya.
(Baca juga: Terancam Batal, Ini 5 Alasan PKS Ngotot Revisi UU Pemilu)
Mayoritas fraksi kini menarik dukungan dengan menyatakan menolak revisi UU Pemilu dan menginginkan pelaksanaan Pilkada terselenggara pada tahun 2024. Sementara sedikit fraksi, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat bersikeras agar ada normalisasi pada pelaksanaan Pilkada tahun 2022 dan 2023.
(Baca juga: PKS Sebut Ada Invisible Hand Ingin Hentikan Pembahasan Revisi UU Pemilu)
Sekjen PKS, Aboe Bakar Al Habsy, meyakini bahwa UU Pemilu tak akan bisa terlaksana. Meskipun saat ini mayoritas fraksi menolak revisinya. Disebutkan dia, perubahan dukungan bisa saja terjadi dalam waktu yang singkat.
"Moga-moga perkembangan bisa berubah. Kalau sampai saat ini masih terjadi beda-beda pendapat antara beberapa partai, mungkin yang mendekati antara PKS dan Demokrat, ya mungkin ditambah Nasdem kalau dia bisa berubah. Tapi saya yakin, moga-moga tidak terlaksana UU Pemilu," kata Aboe Bakar usai pelantikan pengurus DPW Provinsi Banten di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan (Tangsel), Sabtu (13/02/21).
(Baca juga: Parpol Koalisi Kompak Tolak Revisi UU Pemilu Karena Ingin Jaga Wibawa Jokowi)
Menurutnya, penolakan atas revisi UU Pemilu terlihat aneh apalagi draftnya sendiri telah masuk Prolegnas prioritas 2021. Atas dasar itulah dia menyebut, akan ada pihak yang paling diuntungkan jika UU Pemilu tetap berjalan tanpa revisi.
"Pemilu (Pilkada) 2022, 2023, nggak ada pemilu, apa yang terjadi? berarti akan terjadi Plt yang begitu banyak, siapa dia?. UU Pemilu itu intinya penguasa yang diuntungkan. Tetapi menurut saya, ini masih panjang perjalanannya. PKS akan tetap kekeh, untuk menyatakan UU Pemilu tidak akan terjadi," tegasnya.
Salah satu isu penting dalam revisi UU Pemilu adalah normalisasi Pilkada 2022 dan 2023. Beredar kabar penolakan Parpol koalisi terhadap revisi UU Pemilu terjadi atas permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun isu tersebut dibantah Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman.
"Perdebatan tersebut ada di DPR, pemerintah tidak terlibat. Pemerintah fokus menangani pandemi Covid-19, memulihkan ekonomi rakyat," ujar Fadjroel saat dihubungi MNC Portal sebelumnya.
(maf)