Tahun Baru Imlek, Wakil Ketua MPR Ingatkan Pentingnya Menghormati Keberagaman
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menyambut Perayaan Tahun Baru Imlek 2021, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengingatkan pentingnya menghormati sebuah keberagaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta menjalin kerukunan antarumat beragama.
Menurutnya, Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting bagi warga Tionghoa, termasuk di Indonesia. Tahun Baru Imlek telah menjadi bagian dari budaya, adat istiadat tradisional dari etnis Tionghoa. "Saya selaku Wakil Ketua MPR RI menyampaikan selamat merayakan Tahun Baru Imlek kepada saudara-saudara etnis Tionghoa yang ada di Indonesia. Semoga kerukunan, kebersamaan, rasa saling menghormati perbedaan bisa selalu tercipta di bumi Indonesia. Gong Xi Fat Cai," ujar politikus yang akrab disapa Gus Jazil ini, Jumat (12/2/2021).
Gus Jazil mengingatkan kembali sejarah perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia yang selama bertahun-tahun sejak 1968-1999, warga etnis Tionghoa di Indonesia tidak bisa merayakan budaya dan tradisi Tahun Baru Imlek secara terbuka di depan umum. Bahkan, pada era Orde Baru (Orba) di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, pemerintah melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya perayaan Tahun Baru Imlek melalui Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967. "Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan Tahun Baru Imlek pada 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencabut Inpres Nomor 14/1967," katanya.
Tepatnya pada 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Keppres Nomor 6/2000 tentang Pencabutan Inpres Nomor 14/1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut, masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya, termasuk merayakan upacara-upacara keagamaan seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.
Wakil Ketua Umum DPP PKB ini menambahkan, Gus Dur kemudian menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif, hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya. Selanjutnya pada 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai 2003 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek tertanggal 9 April.
Dikatakan Gus Jazil, hingga saat ini, sebagian masyarakat Indonesia masih belum bisa memahami secara utuh arti sebuah perbedaan, termasuk perbedaan dalam beragama maupun berbudaya. Padahal, perbedaan merupakan sunatullah dan kekayaan yang dimiliki bangsa ini. "Kita sebagai sebuah bangsa yang memiliki beragam suku, agama, budaya, ras maupun etnis harus bisa hidup secara rukun dan berdampingan, serta saling menghormati satu sama lain. Itu diatur dalam konstitusi dasar kita, dalam sila ketiga Pancasila yakni Persatuan Indonesia," katanya.
Di sisi lain, karena perayaan Tahun Baru Imlek kali ini berlangsung di tengah pandemi Covid-19, Gus Jazil juga mengingatkan kepada warga Tionghoa di Indonesia untuk merayakannya secara sederhana, dengan tetap menjaga protokol kesehatan sehingga perayaan Tahun Baru Imlek tidak malah menjadikan tempat penyebaran atau penularan Covid-19.
Menurutnya, Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting bagi warga Tionghoa, termasuk di Indonesia. Tahun Baru Imlek telah menjadi bagian dari budaya, adat istiadat tradisional dari etnis Tionghoa. "Saya selaku Wakil Ketua MPR RI menyampaikan selamat merayakan Tahun Baru Imlek kepada saudara-saudara etnis Tionghoa yang ada di Indonesia. Semoga kerukunan, kebersamaan, rasa saling menghormati perbedaan bisa selalu tercipta di bumi Indonesia. Gong Xi Fat Cai," ujar politikus yang akrab disapa Gus Jazil ini, Jumat (12/2/2021).
Gus Jazil mengingatkan kembali sejarah perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia yang selama bertahun-tahun sejak 1968-1999, warga etnis Tionghoa di Indonesia tidak bisa merayakan budaya dan tradisi Tahun Baru Imlek secara terbuka di depan umum. Bahkan, pada era Orde Baru (Orba) di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, pemerintah melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya perayaan Tahun Baru Imlek melalui Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967. "Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan Tahun Baru Imlek pada 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencabut Inpres Nomor 14/1967," katanya.
Tepatnya pada 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Keppres Nomor 6/2000 tentang Pencabutan Inpres Nomor 14/1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut, masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya, termasuk merayakan upacara-upacara keagamaan seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.
Wakil Ketua Umum DPP PKB ini menambahkan, Gus Dur kemudian menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif, hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya. Selanjutnya pada 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai 2003 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek tertanggal 9 April.
Dikatakan Gus Jazil, hingga saat ini, sebagian masyarakat Indonesia masih belum bisa memahami secara utuh arti sebuah perbedaan, termasuk perbedaan dalam beragama maupun berbudaya. Padahal, perbedaan merupakan sunatullah dan kekayaan yang dimiliki bangsa ini. "Kita sebagai sebuah bangsa yang memiliki beragam suku, agama, budaya, ras maupun etnis harus bisa hidup secara rukun dan berdampingan, serta saling menghormati satu sama lain. Itu diatur dalam konstitusi dasar kita, dalam sila ketiga Pancasila yakni Persatuan Indonesia," katanya.
Di sisi lain, karena perayaan Tahun Baru Imlek kali ini berlangsung di tengah pandemi Covid-19, Gus Jazil juga mengingatkan kepada warga Tionghoa di Indonesia untuk merayakannya secara sederhana, dengan tetap menjaga protokol kesehatan sehingga perayaan Tahun Baru Imlek tidak malah menjadikan tempat penyebaran atau penularan Covid-19.
(cip)