Agar Bisa Bertahan, Parpol Harus Mampu Raih Simpati Rakyat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Cendikiawan Muslim Prof Azyumardi Azra berpesan kepada partai politik (parpol) baru, untuk memiliki strategi khusus kalau ingin betul-betul bersaing dengan partai lainnya dan harus reorientasi kepentingan rakyat.
(Baca juga: Masuk Bursa Ketua Partai Demokrat Jatim, Ketua PPP Minta Emil Dardak Tak Masuk Parpol)
"Kembali kepada rakyat, tidak hanya mementingkan kepentingan politik mereka sendiri, kepentingan kekuasaan tanpa mementingkan rakyat sama sekali," kata Azyumardi Azra Jumat (5/2/2021).
(Baca juga: Demokrat: Politik Belah Bambu jika Tak Diakhiri Bisa Timpa Parpol Lain)
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu menilai, kehadiran parpol baru kerap mewarnai perhelatan Pemilu, namun banyak parpol baru sulit untuk bertahan lama.
"Sebagian ada juga yang menuai hasil bagus dan mampu eksis bahkan semakin berjaya hingga saat ini. Untuk bersaing dalam pemilihan legislatif (Pileg) 2024 mendatang sangat lah sulit, sekalipun partai itu mempunyai pendanaan yang cukup ataupun pendirinya pernah menduduki kursi-kursi petinggi negara ini," ungkapnya.
(Baca juga: Mayoritas Parpol Tak Mau Revisi UU Pemilu, Jimly: Yang Penting Capres Jangan Dua)
Maka itu dia menyarankan para pendiri partai baru, untuk mencari cara lain memperoleh suara yang signifikan agar bisa memenangkan partainya. Kendati demikian, harus diakui masih ada partai yang terbilang masih baru namun dia bisa memenangkan Pileg karena dukungan dana yang cukup atau karena tokoh pendirinya.
Yakni, Partai Gerindra yang baru berdiri tahun 2008 dan Nasdem yang baru berdiri pada tahun 2011. Nasdem bisa mendapat perolehan suara hingga 9,05 persen dan Gerindra 12,57 persen pada Pemilu 2019.
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Prof Komaruddin Hidayat berharap, panggung politik, persaingan kompetisi antar Parpol ibarat sepak bola. "Tunjukkan permainan yang indah, cerdas, penuh etika, sehingga menarik untuk ditonton dan diikuti. Jangan menyebalkan," tuturnya.
Sementara itu, pemerhati politik internasional Prof Imron Cotan menegaskan kepada parpol baru, untuk mencoba memberikan alternatif baru.
"Apakah tawaran dari Partai Gelora misalnya, untuk mensinergikan agenda keummatan dan kebangsaan bisa menarik perhatian calon pemilih, itu kita lihat nanti. Kemudian, perbedaan spectrum politik, tidak harus meninggalkan prinsip kebangsaan kita: Satu Bangsa, Satu tanah Air dan Satu Bahasa yaitu Indonesia," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menilai, kehadiran partai politik baru menjadi menarik, walaupun Pilpres 2024 masih tiga tahun lebih, namun partai-partai baru sudah mulai ancang-ancang. Hery mengungkapkan bahwa tidak ada petahana atau incumbent di Pilpres 2024 nanti.
"Selain itu, kenapa masih ada yang berani mendirikan partai baru di tengah panceklik politik saat ini yang kita tahu semua penuh ketidakpastian, antara lain masih banyaknya korupsi, instabilitas politik dan ekonomi," jelasnya yang juga sebagai Peneliti Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) ini.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelora Indonesia, Mahfuz Sidik menilai, parpol harus berhenti mengobral janji demi menggalang suara. Dia mengakui Partai Gelora memiliki strategi tersendiri agar dilirik dalam Pemilu mendatang.
Mahfuz menuturkan, parpol harus betul-betul menjalankan semua fungsi sebagai partai politik, terutama pendidikan politik dan advokasi atau agregasi kepentingan politik masyarakat.
"Kalau ini dilakukan, Insya Allah, masyarakat akan punya preferensi baru tentang partai politik. Mereka lebih menerima dan menyukai partai politik. Jadi, tidak sekadar transaksi jual beli suara seperti perilaku politik selama ini,” ujarnya.
Hal tersebut kata dia, juga harus didukung dengan penguatan infrastruktur teritorial partai terpenuhi secara nasional. Dia mengatakan saat ini Partai Gelora sudah terbentuk di 34 provinsi.
"Kami sudah ada di 511 Kabupaten/Kota tinggal tiga lagi yang belum, ada juga di sekitar 5.700-an kecamatan atau 72 persen ada kepengurusan Partai Gelora. Kami juga menset-up kepengurusan di tingkat desa/kelurahan. Ada sekitar 2.500 yang sudah terbentuk dari 80 ribuan. Sisanya masih banyak. Tapi akan kami rampungkan hingga jelang 2024," pungkasnya.
(Baca juga: Masuk Bursa Ketua Partai Demokrat Jatim, Ketua PPP Minta Emil Dardak Tak Masuk Parpol)
"Kembali kepada rakyat, tidak hanya mementingkan kepentingan politik mereka sendiri, kepentingan kekuasaan tanpa mementingkan rakyat sama sekali," kata Azyumardi Azra Jumat (5/2/2021).
(Baca juga: Demokrat: Politik Belah Bambu jika Tak Diakhiri Bisa Timpa Parpol Lain)
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu menilai, kehadiran parpol baru kerap mewarnai perhelatan Pemilu, namun banyak parpol baru sulit untuk bertahan lama.
"Sebagian ada juga yang menuai hasil bagus dan mampu eksis bahkan semakin berjaya hingga saat ini. Untuk bersaing dalam pemilihan legislatif (Pileg) 2024 mendatang sangat lah sulit, sekalipun partai itu mempunyai pendanaan yang cukup ataupun pendirinya pernah menduduki kursi-kursi petinggi negara ini," ungkapnya.
(Baca juga: Mayoritas Parpol Tak Mau Revisi UU Pemilu, Jimly: Yang Penting Capres Jangan Dua)
Maka itu dia menyarankan para pendiri partai baru, untuk mencari cara lain memperoleh suara yang signifikan agar bisa memenangkan partainya. Kendati demikian, harus diakui masih ada partai yang terbilang masih baru namun dia bisa memenangkan Pileg karena dukungan dana yang cukup atau karena tokoh pendirinya.
Yakni, Partai Gerindra yang baru berdiri tahun 2008 dan Nasdem yang baru berdiri pada tahun 2011. Nasdem bisa mendapat perolehan suara hingga 9,05 persen dan Gerindra 12,57 persen pada Pemilu 2019.
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Prof Komaruddin Hidayat berharap, panggung politik, persaingan kompetisi antar Parpol ibarat sepak bola. "Tunjukkan permainan yang indah, cerdas, penuh etika, sehingga menarik untuk ditonton dan diikuti. Jangan menyebalkan," tuturnya.
Sementara itu, pemerhati politik internasional Prof Imron Cotan menegaskan kepada parpol baru, untuk mencoba memberikan alternatif baru.
"Apakah tawaran dari Partai Gelora misalnya, untuk mensinergikan agenda keummatan dan kebangsaan bisa menarik perhatian calon pemilih, itu kita lihat nanti. Kemudian, perbedaan spectrum politik, tidak harus meninggalkan prinsip kebangsaan kita: Satu Bangsa, Satu tanah Air dan Satu Bahasa yaitu Indonesia," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menilai, kehadiran partai politik baru menjadi menarik, walaupun Pilpres 2024 masih tiga tahun lebih, namun partai-partai baru sudah mulai ancang-ancang. Hery mengungkapkan bahwa tidak ada petahana atau incumbent di Pilpres 2024 nanti.
"Selain itu, kenapa masih ada yang berani mendirikan partai baru di tengah panceklik politik saat ini yang kita tahu semua penuh ketidakpastian, antara lain masih banyaknya korupsi, instabilitas politik dan ekonomi," jelasnya yang juga sebagai Peneliti Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) ini.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelora Indonesia, Mahfuz Sidik menilai, parpol harus berhenti mengobral janji demi menggalang suara. Dia mengakui Partai Gelora memiliki strategi tersendiri agar dilirik dalam Pemilu mendatang.
Mahfuz menuturkan, parpol harus betul-betul menjalankan semua fungsi sebagai partai politik, terutama pendidikan politik dan advokasi atau agregasi kepentingan politik masyarakat.
"Kalau ini dilakukan, Insya Allah, masyarakat akan punya preferensi baru tentang partai politik. Mereka lebih menerima dan menyukai partai politik. Jadi, tidak sekadar transaksi jual beli suara seperti perilaku politik selama ini,” ujarnya.
Hal tersebut kata dia, juga harus didukung dengan penguatan infrastruktur teritorial partai terpenuhi secara nasional. Dia mengatakan saat ini Partai Gelora sudah terbentuk di 34 provinsi.
"Kami sudah ada di 511 Kabupaten/Kota tinggal tiga lagi yang belum, ada juga di sekitar 5.700-an kecamatan atau 72 persen ada kepengurusan Partai Gelora. Kami juga menset-up kepengurusan di tingkat desa/kelurahan. Ada sekitar 2.500 yang sudah terbentuk dari 80 ribuan. Sisanya masih banyak. Tapi akan kami rampungkan hingga jelang 2024," pungkasnya.
(maf)