Polemik RUU Pemilu, Perlukah Hak Politik Eks Anggota HTI dan FPI Dihapus?

Sabtu, 30 Januari 2021 - 10:02 WIB
loading...
A A A
Pendapat berbeda disampaikan oleh Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (Sudra), Fadhli Harahab. Menurut dia, langkah tersebut sebagai sikap tegas pemerintah dalam melindungi ideologi bangsa.

"Konsekuensi politik dari pembubaran dan pelarangan FPI, HTI, anggotanya juga harus dilarang ikut dalam perpolitikan elektoral," ujar Fadhli saat dihubungi SINDOnews, Kamis (28/1/2021).

Menurut analis politik asal UIN Jakarta itu, implikasi logis dari pelarangan HTI dan FPI sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan yang dinilai membahayakan ideologi bangsa salah satunya yaitu pelarangan bagi anggotanya terlibat politik."Sampai di sini saya kira Eks HTI dan FPI sadar konsekuensi ke depan dari perjuangan mereka," terangnya.

Namun demikian, lanjut Fadhli, pelarangan ini tidak serta merta dapat mengikis gerakan eks HTI dan FPI untuk terlibat dalam panggung politik secara umum. Terlebih, khusus FPI, saat ini organisasi yang didirikan Habib Rizieq Shihab juga telah berganti nama.

"Berkaca dari pembubaran ormas atau partai di masa lalu, tentu pemerintah paham betul dampak dari pelarangan tersebut. Dan saya kira itu bukan tidak mungkin terjadi pada anggota eks HTI dan PKI, menyebar ke berbagai organ atau organisasi massa atau politik yang lain," tandasnya.

Hal senada dikatakan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institut (IPI), Karyono Wibowo. Karyono menilai, penghapusan hak elektoral eks HTI dan FPI dalam draf RUU Pemilu tersebut dilandasi oleh keputusan hukum. Dua organisasi kemasyarakatan tersebut dinyatakan bertentangan dengan undang-undang. Ormas HTI secara sah dibubarkan oleh negara berdasarkan putusan pengadilan yang sudah inkrah (inkracht). "Sementara larangan melakukan kegiatan dengan menggunakan simbol-simbol dan atribut FPI dinyatakan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 6 instansi lembaga negara," tuturnya saat dihubungi SINDOnews, Kamis (28/1/2021).

Menurut Karyono, ormas HTI dibubarkan oleh pengadilan karena dinilai tidak menjalankan asas, ciri dan sifat ormas yang termaktub dalam Undang-undang keormasan, yaitu tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. HTI dianggap terbukti mendakwahkan doktrin negara berbasis kekhilafahan kepada para pengikutnya.

Sementara, kata dia, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) FPI juga tidak mencantumkan Pancasila sebagai azas organisasi. Meskipun FPI selalu mengklaim sebagai ormas Pancasilais.

"Tapi tindakan dan perbuatannya dinilai tidak mencerminkan nilai-nilai dan sifat ormas sebagaimana diatur dalam UU 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi UU. Belum lagi adanya dugaan keterlibatan sejumlah anggota FPI yang mendukung terorisme," ungkap mantan peneliti LSI Denny JA itu.

Dengan demikian, lanjut Karyono, Draf Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada (RUU Pemilu) yang menghapus hak untuk dipilih bagi anggota HTI dan FPI bukan berarti diskriminasi, tapi justru menunjukkan konsistensi negara dalam menjalankan perintah konstitusi.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2328 seconds (0.1#10.140)