Lembaga Penyiaran dan Jurnalis perlu Insentif dari Pemerintah
loading...
A
A
A
Agung Suprio
Ketua KPI
Webinar IJTI tentang Optimisme Jurnalis di Era Covid 19. Salah satu pembicara di webinar ini adalah Menkominfo yang diikuti oleh 400 an peserta dari seluruh Indonesia. Dan satunya lagi adalah saya.
Saya memulai dari dua hal: (1) Pernyataan WHO yang mengatakan bahwa virus Covid-19 tidak akan pernah hilang penduduk bumi harus hidup dengannya. (2) negara Vietnam yang sukses dalam menangani Covid-19 karena sampai tulisan ini dibuat belum ada satu pun warga Vietnam yang wafat oleh Covid-19.
Pernyataan WHO mengajak Kita untuk hidup sesuai protokol Covid-19: sering cuci tangan pakai sabun, gunakan masker, pysichal distancing, dan seterusnya yang sering Kita lakukan pada era Covid-19 menjadi kebiasaan baru untuk seterusnya (dan mungkin selamanya) yang akan disebut dengan the new normal.
Sementara itu, Vietnam yang sukses karena warganya displin menerapkan protokol Covid-19 dalam kehidupan sehari2. Artinya kita memang tidak punya pilihan lain selain berdamai dengan Covid-19 namun tanpa adanya korban jiwa seperti di Vietnam. Mampukah?
Menjawab itu dengan membandingkan Vietnam maka peran Lembaga Penyiaran (LP) dan Jurnalis menjadi maha penting, sebagaimana di Vietnam, propaganda penerapan protokol Covid-19 dilakukan massif lewat LP dan Jurnalis memberitakan peristiwa di lapangan di akhiri narasi optimisme bahwa wabah akan teratasi jika warga disiplin.
Di Indonesia, mau tidak mau propaganda penerapan protokol Covid-19 harus dilakukan oleh LP dan para jurnalis sehingga nantinya warga akan patuh, disiplin, dan menjadi kebiasaan baru. Di sini pemerintah harus memberikan insentif kepada LP dan para jurnalis.
Perlu diketahui bahwa sekalipun rating penonton tinggi disebabkan WFH, tidak serta merta diikuti dengan tingginya pemasangan iklan. Hal itu disebabkan industri pada umumnya mengalami stagnasi yang luar biasa -- untuk tidak mengatakan mundur atau krisis -- sehingga mereka memangkas anggaran belanja iklan. Jika kondisi ini terus berlangsung maka LP akan membuat pilihan yang paling mudah dan rasional yakni mengurangi karyawan yang sebagian di antaranya adalah para jurnalis.
Di negara2 lain pun insentif dari pemerintah dilakukan. Kanada, umpamanya berkomitmen untuk membantu 600 juta USD kepada Industri media. Denmark, Finlandia, Portugal, Jerman, dan India memberikan insentif kepada Jurnalis untuk membuat liputan tentang Covid-19. Kita memang tahu bahwa pemerintah pun saat ini sedang kesulitan anggaran. Oleh karenanya, jika pun tidak Ada insentif, maka beban listrik, pajak kepada LP dapat ditinjau ulang atau pun BPJS tidak perlu dibebankan kepada Jurnalis dalam era Covid-19 ini.
Di saat yang sama, dapat digagas penarikan pajak yang maksimal dari media baru (platform digital) -- seperti Facebook dan YouTube karena selama ini mereka mendapatkan konten dari jurnalis dan LP, dan media baru menikmati keuntungan yang tidak sedikit -- yang diperuntukan untuk jurnalis dan Lembaga penyiaran.
Demikian pendapat Saya dalam webinar ini.
Ketua KPI
Webinar IJTI tentang Optimisme Jurnalis di Era Covid 19. Salah satu pembicara di webinar ini adalah Menkominfo yang diikuti oleh 400 an peserta dari seluruh Indonesia. Dan satunya lagi adalah saya.
Saya memulai dari dua hal: (1) Pernyataan WHO yang mengatakan bahwa virus Covid-19 tidak akan pernah hilang penduduk bumi harus hidup dengannya. (2) negara Vietnam yang sukses dalam menangani Covid-19 karena sampai tulisan ini dibuat belum ada satu pun warga Vietnam yang wafat oleh Covid-19.
Pernyataan WHO mengajak Kita untuk hidup sesuai protokol Covid-19: sering cuci tangan pakai sabun, gunakan masker, pysichal distancing, dan seterusnya yang sering Kita lakukan pada era Covid-19 menjadi kebiasaan baru untuk seterusnya (dan mungkin selamanya) yang akan disebut dengan the new normal.
Sementara itu, Vietnam yang sukses karena warganya displin menerapkan protokol Covid-19 dalam kehidupan sehari2. Artinya kita memang tidak punya pilihan lain selain berdamai dengan Covid-19 namun tanpa adanya korban jiwa seperti di Vietnam. Mampukah?
Menjawab itu dengan membandingkan Vietnam maka peran Lembaga Penyiaran (LP) dan Jurnalis menjadi maha penting, sebagaimana di Vietnam, propaganda penerapan protokol Covid-19 dilakukan massif lewat LP dan Jurnalis memberitakan peristiwa di lapangan di akhiri narasi optimisme bahwa wabah akan teratasi jika warga disiplin.
Di Indonesia, mau tidak mau propaganda penerapan protokol Covid-19 harus dilakukan oleh LP dan para jurnalis sehingga nantinya warga akan patuh, disiplin, dan menjadi kebiasaan baru. Di sini pemerintah harus memberikan insentif kepada LP dan para jurnalis.
Perlu diketahui bahwa sekalipun rating penonton tinggi disebabkan WFH, tidak serta merta diikuti dengan tingginya pemasangan iklan. Hal itu disebabkan industri pada umumnya mengalami stagnasi yang luar biasa -- untuk tidak mengatakan mundur atau krisis -- sehingga mereka memangkas anggaran belanja iklan. Jika kondisi ini terus berlangsung maka LP akan membuat pilihan yang paling mudah dan rasional yakni mengurangi karyawan yang sebagian di antaranya adalah para jurnalis.
Di negara2 lain pun insentif dari pemerintah dilakukan. Kanada, umpamanya berkomitmen untuk membantu 600 juta USD kepada Industri media. Denmark, Finlandia, Portugal, Jerman, dan India memberikan insentif kepada Jurnalis untuk membuat liputan tentang Covid-19. Kita memang tahu bahwa pemerintah pun saat ini sedang kesulitan anggaran. Oleh karenanya, jika pun tidak Ada insentif, maka beban listrik, pajak kepada LP dapat ditinjau ulang atau pun BPJS tidak perlu dibebankan kepada Jurnalis dalam era Covid-19 ini.
Di saat yang sama, dapat digagas penarikan pajak yang maksimal dari media baru (platform digital) -- seperti Facebook dan YouTube karena selama ini mereka mendapatkan konten dari jurnalis dan LP, dan media baru menikmati keuntungan yang tidak sedikit -- yang diperuntukan untuk jurnalis dan Lembaga penyiaran.
Demikian pendapat Saya dalam webinar ini.
(ysw)