Broker Bansos Covid-19 Diperiksa, KPK Cecar Aliran Suap ke Dirjen Linjamsos
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) memeriksa makelar alias broker proyek bantuan sosial (bansos) Covid-19 dari PT Tiga Pilar, Nuzulia Hamzah Nasution. Dia dicecar seputar aliran dana dari Presiden Direktur Tigapilar Agro Utama atau Tigra, Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) kepada Direktur Jendral Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial (Linjamsos Kemsos) Pepen Nazaruddin.
"Nuzulia Hamzah Nasution (Swasta) dikonfirmasi terkait adanya dugaan pemberian sejumlah uang oleh tersangka AIM kepada Pepen Nazarudin dan pihak-pihak lain di Kemensos RI," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (25/1/2021).
(Baca: KPK Merespons Isu Keterlibatan Kader PDIP pada Korupsi Bansos Covid-19)
Selain Nuzulia, dalam kasus bansos Covid-19 ini tim penyidik KPK juga memeriksa Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza (RSKPN) Kemenssos, Victorius Saut serta Lucky Falian dari PT Agri Tekh. Victorius diperiksa mengenai proses pengusulan anggaran dan teknis pengadaan Bansos di wilayah Jabodetabek tahun 2020.
"Lucky Falian (swasta/ PT Agri Tekh), yang bersangkutan masih terus di dalami pengetahuannya mengenai barang bukti yang telah disita di antaranya berbagai dokumen yang terkait dengan perkara ini," jelas Ali.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari P Batubara (JPB) sebagai tersangka penerima suap. Juliari Batubara diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa berupa bantuan sosial (bansos) dalam penanganan pandemi Covid-19.
(Baca: Komika Singgung Korupsi Bansos, Bintang Emon: Manusia Sekarang Kreatif Bikin Dosa)
KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Empat tersangka itu yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek bantuan sosial (Bansos) COVID-19 di Kemensos .
Kemudian, dua tersangka pemberi suap yakni, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ardian Maddanatja yang merupakan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama atau PT Tigapilar Agro Utama (TPAU/TAU) dengan akronim TIGRA. Kedua, Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020 sekaligus advokat, Harry Van Sidabukke.
Diduga dalam kasus ini pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.
(Baca: Juliari Batubara Diduga Bungkam Soal Suap Bansos Covid-19, KPK Lakukan Ini)
Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu perpaket bansos. Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar, yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Peter Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Kalau Rp8,8 miliar dijumlahkan dengan Rp8,2 miliar, maka jatah dugaan suap untuk Juliari sebesar Rp17 miliar.
"Nuzulia Hamzah Nasution (Swasta) dikonfirmasi terkait adanya dugaan pemberian sejumlah uang oleh tersangka AIM kepada Pepen Nazarudin dan pihak-pihak lain di Kemensos RI," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (25/1/2021).
(Baca: KPK Merespons Isu Keterlibatan Kader PDIP pada Korupsi Bansos Covid-19)
Selain Nuzulia, dalam kasus bansos Covid-19 ini tim penyidik KPK juga memeriksa Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza (RSKPN) Kemenssos, Victorius Saut serta Lucky Falian dari PT Agri Tekh. Victorius diperiksa mengenai proses pengusulan anggaran dan teknis pengadaan Bansos di wilayah Jabodetabek tahun 2020.
"Lucky Falian (swasta/ PT Agri Tekh), yang bersangkutan masih terus di dalami pengetahuannya mengenai barang bukti yang telah disita di antaranya berbagai dokumen yang terkait dengan perkara ini," jelas Ali.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan mantan Menteri Sosial (Mensos), Juliari P Batubara (JPB) sebagai tersangka penerima suap. Juliari Batubara diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa berupa bantuan sosial (bansos) dalam penanganan pandemi Covid-19.
(Baca: Komika Singgung Korupsi Bansos, Bintang Emon: Manusia Sekarang Kreatif Bikin Dosa)
KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Empat tersangka itu yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos), Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek bantuan sosial (Bansos) COVID-19 di Kemensos .
Kemudian, dua tersangka pemberi suap yakni, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ardian Maddanatja yang merupakan Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama atau PT Tigapilar Agro Utama (TPAU/TAU) dengan akronim TIGRA. Kedua, Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020 sekaligus advokat, Harry Van Sidabukke.
Diduga dalam kasus ini pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.
(Baca: Juliari Batubara Diduga Bungkam Soal Suap Bansos Covid-19, KPK Lakukan Ini)
Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu perpaket bansos. Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar, yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Peter Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Kalau Rp8,8 miliar dijumlahkan dengan Rp8,2 miliar, maka jatah dugaan suap untuk Juliari sebesar Rp17 miliar.
(muh)