Joe Biden dan Tatanan Dunia Baru
loading...
A
A
A
Agus Harimurti Yudhoyono
Ketua Umum Partai Demokrat
PADA Rabu, 20 Januari ini, Joe Biden dan Kamala Harris dilantik sebagai presiden dan wakil presiden Amerika Serikat (AS) periode 2021-2024. Momentum ini seolah menjadi titik balik pascagerakan protes pendukung Donald Trump yang berujung pada serbuan anarkistis ke Capitol Hill, Washington DC, 6 Januari lalu. Sebuah peristiwa yang mencoreng kewibawaan demokrasi AS di mata dunia. Kita menyaksikan “online incitement” yang dilakukan Trump telah berakibat pada kekisruhan warga dan menjadi catatan terburuk sepanjang sejarah modern AS. Untungnya, polarisasi politik itu kini berhasil dikanalisasi, walaupun masih menyisakan sejumlah “bom waktu” berupa post-truth politics, polarisasi dan praktik diskriminasi di tengah masyarakatnya.
Ke depan, tampilnya Biden akan menjadi babak baru bagi tatanan dunia pasca-Trump. Banyak yang meyakini kepemimpinan Biden ini akan berdampak signifikan terhadap perubahan tatanan ekonomi-politik dan dinamika hubungan internasional selama empat tahun ke depan. Sebab, selama empat tahun kepemimpinan Presiden Donald Trump telah terjadi perubahan karakter dan strategi ekonomi-politik luar negeri AS yang selama ini dianggap superior di tingkat global. Perubahan arah dan orientasi itu ditunjukkan Trump di berbagai kesempatan, mulai dari menguatnya gesekan antara AS dengan barisan aliansi tradisionalnya pasca-Perang Dunia II seperti Kanada, Jerman, dan Prancis.
Di ranah kerja sama multilateral, dunia juga sempat dikejutkan oleh keputusan Trump yang memilih keluar dari Paris Agreement, terkait langkah-langkah dunia dalam merespons perubahan iklim. Kejutan selanjutnya, keluarnya AS dari Trans-Pacific Partnership(TPP), sebuah perjanjian kemitraan ekonomi strategis yang mendorong dan mengefektifkan agenda liberalisasi pasar negara-negara di kawasan Asia-Pasifik.
Dalam konteks ekonomi global Trump juga telah membuka ruang konfrontasi ekonomi melalui skema perang dagang (trade war) menghadapi Tiongkok. Sejumlah pihak menilai pilihan kebijakan Trump itu merupakan representasi dari cara pandang politik konservatif, yang pada derajat tertentu dipandang telah mengingkari doktrin-doktrin ekonomi liberal dan globalisasi. Tapi, pada saat yang sama pilihan kebijakan “America First” yang dipandang lebih berorientasi “inward looking” itu juga memiliki basis legitimasi yang kuat dari masyarakat di dalam Negeri Paman Sam.
Akibatnya, pilihan-pilihan langkah kebijakan AS itu benar-benar berdampak signifikan terhadap berubahnya tatanan dunia di bawah kepemimpinan Presiden Trump. Sementara itu, negara-negara kompetitor lama AS seperti Tiongkok dan Rusia juga berusaha memanfaatkan dengan baik perubahan situasi itu sebagai media untuk mengonsolidasikan kekuatan ekonomi dan memperkuat pengaruhnya di kawasan Asia-Pasifik hingga Afrika.
Karena itu, terpilihnya Joe Biden dalam Pemilu 2020 diprediksi akan mengubah banyak hal dan akan kembali menghadirkan tatanan dunia baru. Banyak yang meyakini, Joe Biden akan segera mengevaluasi langkah-langkah ekonomi-politik dan kebijakan luar negeri AS di bawah kepemimpinan Trump.
Tatanan Dunia Baru
Meskipun mungkin tidak mengubah secara total, kepemimpinan Biden diyakini akan mengembalikan tradisi neoliberalisme, sebagaimana janji-janji “restorasi kebijakan liberal AS” yang telah disampaikan Biden selama masa kampanyenya. AS di bawah kepemimpinan Biden-Harris mengusung tagline “America is back” yang menandai semangat kebangkitan kembali Amerika di panggung dunia. Dengan dipilihnya Anthony Blinken sebagai menteri luar negeri, John Kerry sebagai utusan khusus isu perubahan iklim, dan Jake Sullivan sebagai penasihat keamanan nasional, AS akan kembali pada kebijakan “American exceptionalism”, atau bangkitnya naluri dan kepercayaan diri AS sebagai negara unggul, superior, dan mengembalikan AS pada posisi kepemimpinan global (global leadership).
Pengalaman Biden sebagai wakil presiden saat kepemimpinan Presiden Barrack Obama tentu menjadi bekal yang baik untuk melancarkan kebijakan internal maupun politik luar negerinya. Pemerintahan Biden memang bukan “Obama 3.0”, namun kepemimpinan Biden dipercaya akan mengembalikan kepemimpinan AS pada isu-isu global strategis terkait demokrasi, hak asasi manusia (HAM), keadilan, relasi Islam dan Barat, perubahan iklim, hak kaum buruh dan pekerja.
Di ranah pertahanan dan keamanan dunia, AS di bawah Biden juga diyakini akan semakin progresif menyikapi isu proliferasi nuklir dan potensi agresi kekuatan besar seperti gerakan terorisme, kejahatan transnasional, dan ancaman keamanan cyber yang kian menguat. Selain itu, AS di tangan Biden juga dipercaya akan kembali mengonsolidasikan kembali barisan aliansi tradisionalnya melalui upaya normalisasi hubungan bilateral dan juga multilateral, baik terkait dengan isu keamanan tradisional maupun nontradisional seperti penanganan pandemi Covid-19 yang selama ini dianggap kedodoran.
Adapun terkait dengan pilihan pembukaan ruang pasar domestik AS untuk menyudahi perang dagang, sejumlah spekulasi masih bermunculan. Sebab, jika menggunakan kalkulasi ekonomi domestik, strategi perang dagang memang dianggap lebih menguntungkan bagi ekonomi dalam negeri AS. Sementara Biden sendiri juga akan fokus berusaha pada “kelas menengah” yang merupakan mayoritas dari warga AS. Karena itu, perubahan kebijakan terkait strategi pasar AS ini diyakini tidak akan terjadi secara frontal.
Memang, tidak mudah bagi Biden mengembalikan AS pada posisi seperti sediakala, mengingat negara-negara kompetitor juga terus meningkatkan kapasitas ekonomi-politiknya sehingga membuat watak hubungan internasional di Abad 21 ke depan akan lebih bercorak multipolar. Hal yang pasti, masyarakat internasional saat ini sedang dihadapkan pada tantangan pandemi Covid-19, di mana ekonomi dunia sangat tertekan, bahkan banyak negara maju di berbagai kawasan telah dinyatakan mengalami resesi ekonomi pada kuartal II atau III 2020. Ke depan, dinamika ekonomi-politik internasional akan ditentukan oleh seberapa kuat negara-negara besar itu, termasuk AS, mampu menjadi jangkar ekonomi, politik, dan keamanan dunia di tengah ancaman global yang melanda.
Kita semua berharap kepemimpinan Presiden Joe Biden di AS pada 2021-2024 akan mampu menjadi salah satu pendorong yang lebih kuat bagi negara-negara di dunia, terutama Indonesia, untuk keluar dari tantangan ini. Kita juga berharap kepemimpinan Joe Biden akan membawa AS kembali hadir lebih kuat di Asia Timur dan Asia Tenggara, untuk bersama negara besar (great powers) menjaga stabilitas keamanan regional termasuk di wilayah Laut China Selatan.
Kita juga berharap, hubungan bilateral dan kemitraan strategis antara Indonesia dan AS akan semakin baik, kuat, dan saling menguntungkan. Sebagai mitra strategis di kawasan Asia Tenggara, saya berkeyakinan Indonesia siap bersinergi dan berkolaborasi dengan AS untuk mengusung agenda besar menegakkan demokrasi, HAM, keadilan; menguatkan relasi Islam dan Barat; menghadapi perubahan iklim; hingga menjaga stabilitas, keamanan dan perdamaian di kawasan Indo-Pasifik.
Mengawali 2021 ini, masyarakat internasional memiliki harapan besar terhadap perubahan tatanan dunia baru yang jauh lebih baik. Selamat kepada Joe Biden dan Kamala Harris. Rakyat Amerika dan warga dunia menanti pembuktian dan kerja nyata.
Ketua Umum Partai Demokrat
PADA Rabu, 20 Januari ini, Joe Biden dan Kamala Harris dilantik sebagai presiden dan wakil presiden Amerika Serikat (AS) periode 2021-2024. Momentum ini seolah menjadi titik balik pascagerakan protes pendukung Donald Trump yang berujung pada serbuan anarkistis ke Capitol Hill, Washington DC, 6 Januari lalu. Sebuah peristiwa yang mencoreng kewibawaan demokrasi AS di mata dunia. Kita menyaksikan “online incitement” yang dilakukan Trump telah berakibat pada kekisruhan warga dan menjadi catatan terburuk sepanjang sejarah modern AS. Untungnya, polarisasi politik itu kini berhasil dikanalisasi, walaupun masih menyisakan sejumlah “bom waktu” berupa post-truth politics, polarisasi dan praktik diskriminasi di tengah masyarakatnya.
Ke depan, tampilnya Biden akan menjadi babak baru bagi tatanan dunia pasca-Trump. Banyak yang meyakini kepemimpinan Biden ini akan berdampak signifikan terhadap perubahan tatanan ekonomi-politik dan dinamika hubungan internasional selama empat tahun ke depan. Sebab, selama empat tahun kepemimpinan Presiden Donald Trump telah terjadi perubahan karakter dan strategi ekonomi-politik luar negeri AS yang selama ini dianggap superior di tingkat global. Perubahan arah dan orientasi itu ditunjukkan Trump di berbagai kesempatan, mulai dari menguatnya gesekan antara AS dengan barisan aliansi tradisionalnya pasca-Perang Dunia II seperti Kanada, Jerman, dan Prancis.
Di ranah kerja sama multilateral, dunia juga sempat dikejutkan oleh keputusan Trump yang memilih keluar dari Paris Agreement, terkait langkah-langkah dunia dalam merespons perubahan iklim. Kejutan selanjutnya, keluarnya AS dari Trans-Pacific Partnership(TPP), sebuah perjanjian kemitraan ekonomi strategis yang mendorong dan mengefektifkan agenda liberalisasi pasar negara-negara di kawasan Asia-Pasifik.
Dalam konteks ekonomi global Trump juga telah membuka ruang konfrontasi ekonomi melalui skema perang dagang (trade war) menghadapi Tiongkok. Sejumlah pihak menilai pilihan kebijakan Trump itu merupakan representasi dari cara pandang politik konservatif, yang pada derajat tertentu dipandang telah mengingkari doktrin-doktrin ekonomi liberal dan globalisasi. Tapi, pada saat yang sama pilihan kebijakan “America First” yang dipandang lebih berorientasi “inward looking” itu juga memiliki basis legitimasi yang kuat dari masyarakat di dalam Negeri Paman Sam.
Akibatnya, pilihan-pilihan langkah kebijakan AS itu benar-benar berdampak signifikan terhadap berubahnya tatanan dunia di bawah kepemimpinan Presiden Trump. Sementara itu, negara-negara kompetitor lama AS seperti Tiongkok dan Rusia juga berusaha memanfaatkan dengan baik perubahan situasi itu sebagai media untuk mengonsolidasikan kekuatan ekonomi dan memperkuat pengaruhnya di kawasan Asia-Pasifik hingga Afrika.
Karena itu, terpilihnya Joe Biden dalam Pemilu 2020 diprediksi akan mengubah banyak hal dan akan kembali menghadirkan tatanan dunia baru. Banyak yang meyakini, Joe Biden akan segera mengevaluasi langkah-langkah ekonomi-politik dan kebijakan luar negeri AS di bawah kepemimpinan Trump.
Tatanan Dunia Baru
Meskipun mungkin tidak mengubah secara total, kepemimpinan Biden diyakini akan mengembalikan tradisi neoliberalisme, sebagaimana janji-janji “restorasi kebijakan liberal AS” yang telah disampaikan Biden selama masa kampanyenya. AS di bawah kepemimpinan Biden-Harris mengusung tagline “America is back” yang menandai semangat kebangkitan kembali Amerika di panggung dunia. Dengan dipilihnya Anthony Blinken sebagai menteri luar negeri, John Kerry sebagai utusan khusus isu perubahan iklim, dan Jake Sullivan sebagai penasihat keamanan nasional, AS akan kembali pada kebijakan “American exceptionalism”, atau bangkitnya naluri dan kepercayaan diri AS sebagai negara unggul, superior, dan mengembalikan AS pada posisi kepemimpinan global (global leadership).
Pengalaman Biden sebagai wakil presiden saat kepemimpinan Presiden Barrack Obama tentu menjadi bekal yang baik untuk melancarkan kebijakan internal maupun politik luar negerinya. Pemerintahan Biden memang bukan “Obama 3.0”, namun kepemimpinan Biden dipercaya akan mengembalikan kepemimpinan AS pada isu-isu global strategis terkait demokrasi, hak asasi manusia (HAM), keadilan, relasi Islam dan Barat, perubahan iklim, hak kaum buruh dan pekerja.
Di ranah pertahanan dan keamanan dunia, AS di bawah Biden juga diyakini akan semakin progresif menyikapi isu proliferasi nuklir dan potensi agresi kekuatan besar seperti gerakan terorisme, kejahatan transnasional, dan ancaman keamanan cyber yang kian menguat. Selain itu, AS di tangan Biden juga dipercaya akan kembali mengonsolidasikan kembali barisan aliansi tradisionalnya melalui upaya normalisasi hubungan bilateral dan juga multilateral, baik terkait dengan isu keamanan tradisional maupun nontradisional seperti penanganan pandemi Covid-19 yang selama ini dianggap kedodoran.
Adapun terkait dengan pilihan pembukaan ruang pasar domestik AS untuk menyudahi perang dagang, sejumlah spekulasi masih bermunculan. Sebab, jika menggunakan kalkulasi ekonomi domestik, strategi perang dagang memang dianggap lebih menguntungkan bagi ekonomi dalam negeri AS. Sementara Biden sendiri juga akan fokus berusaha pada “kelas menengah” yang merupakan mayoritas dari warga AS. Karena itu, perubahan kebijakan terkait strategi pasar AS ini diyakini tidak akan terjadi secara frontal.
Memang, tidak mudah bagi Biden mengembalikan AS pada posisi seperti sediakala, mengingat negara-negara kompetitor juga terus meningkatkan kapasitas ekonomi-politiknya sehingga membuat watak hubungan internasional di Abad 21 ke depan akan lebih bercorak multipolar. Hal yang pasti, masyarakat internasional saat ini sedang dihadapkan pada tantangan pandemi Covid-19, di mana ekonomi dunia sangat tertekan, bahkan banyak negara maju di berbagai kawasan telah dinyatakan mengalami resesi ekonomi pada kuartal II atau III 2020. Ke depan, dinamika ekonomi-politik internasional akan ditentukan oleh seberapa kuat negara-negara besar itu, termasuk AS, mampu menjadi jangkar ekonomi, politik, dan keamanan dunia di tengah ancaman global yang melanda.
Kita semua berharap kepemimpinan Presiden Joe Biden di AS pada 2021-2024 akan mampu menjadi salah satu pendorong yang lebih kuat bagi negara-negara di dunia, terutama Indonesia, untuk keluar dari tantangan ini. Kita juga berharap kepemimpinan Joe Biden akan membawa AS kembali hadir lebih kuat di Asia Timur dan Asia Tenggara, untuk bersama negara besar (great powers) menjaga stabilitas keamanan regional termasuk di wilayah Laut China Selatan.
Kita juga berharap, hubungan bilateral dan kemitraan strategis antara Indonesia dan AS akan semakin baik, kuat, dan saling menguntungkan. Sebagai mitra strategis di kawasan Asia Tenggara, saya berkeyakinan Indonesia siap bersinergi dan berkolaborasi dengan AS untuk mengusung agenda besar menegakkan demokrasi, HAM, keadilan; menguatkan relasi Islam dan Barat; menghadapi perubahan iklim; hingga menjaga stabilitas, keamanan dan perdamaian di kawasan Indo-Pasifik.
Mengawali 2021 ini, masyarakat internasional memiliki harapan besar terhadap perubahan tatanan dunia baru yang jauh lebih baik. Selamat kepada Joe Biden dan Kamala Harris. Rakyat Amerika dan warga dunia menanti pembuktian dan kerja nyata.
(bmm)