Soal UU Asuransi Usaha Bersama, MK: DPR dan Presiden Tidak Taat Hukum

Kamis, 14 Januari 2021 - 19:12 WIB
loading...
Soal UU Asuransi Usaha...
MK menilai DPR dan Presiden tidak taat hukum karena tidak melaksanakan putusan MK pada 2013 agar membuat UU Asuransi Usaha Bersama. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Perintah Mahkamah Konstitusi (MK) kepada Presiden dan DPR untuk membuat Undang-Undang Asuransi Usaha Bersama dalam putusan Nomor: 32/PUU-XVIII/2020 sebenarnya bukanlah hal baru. Titah yang sama pernah disampaikan MK melalui putusan Nomor: 32/PUU-XI/2013, di mana Presiden dan DPR juga telah diperintahkan membuat UU Asuransi Usaha Bersama dalam waktu 2,5 tahun.

Wakil Ketua MK Aswanto menyatakan konstitusionalitas norma Pasal 6 ayat (3) UU Nomor 40/2014 tentang Perasuransian (UU Perasuransian) yang dipersoalkan para pemohon sangat terkait dengan putusan MK Nomor: 32/PUU-XI/2013. Sebab dalam putusan itu, baik dalam pertimbangan hukum maupun amarnya, secara expressis verbis MK memerintahkan pembentuk UU (Presiden dan DPR) untuk membentuk UU Asuransi Usaha Bersama dalam 2 tahun 6 bulan sejak putusan diucapkan.

Kenyataannya, pembentuk UU bukan membentuk UU sebagaimana perintah putusan Nomor: 32/PUU-XI/2013, melainkan hanya memuat satu pasal dalam UU Perasuransian. "Bahkan pembentuk undang-undang mendegradasi amanah Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang kemudian oleh Mahkamah juga telah diputus bahwa Asuransi Usaha Bersama dibentuk dengan undang-undang," ujar hakim konstitusi Aswanto saat membacakan pertimbangan putusan dalam sidang pleno terbuka untuk umum, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/1/2021).

(Baca:MK Perintahkan DPR dan Presiden Membuat UU Asuransi Usaha Bersama)

Aswanto menegaskan bahwa putusan MK merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap dan bersifat mengikat bagi semua pihak sejak putusan itu diucapkan, terutama dalam hal ini pembentuk undang-undang. Artinya, semua putusan MK merupakan putusan yang mempunyai kekuatan eksekutorial, terlebih terhadap putusan yang disertai amar yang bersifat penghukuman (condemnatoir).

Penjelasan Presiden dan DPR dalam persidangan, lanjut Aswanto, telah menafsirkan lain maksud Putusan MK Nomor: 32/PUU-XI/2013. Padahal putusan ini sangat gamblang menyatakan bahwa frasa “...diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang” dalam Pasal 7 ayat (3) UU Nomor 2/1992 tentang Usaha Perasuransian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "...'diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang’ dilakukan paling lambat dua tahun enam bulan setelah putusan Mahkamah ini diucapkan".

Artinya, putusan ini menegaskan bahwa ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk usaha bersama (mutual) harus diatur lebih lanjut dengan UU tersendiri, terpisah dari asuransi berbentuk perseroan dan asuransi berbentuk koperasi.

"Bahwa tindakan pembentuk undang-undang yang menafsirkan berbeda dari maksud Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUU-XI/2013 merupakan tindakan yang keliru bahkan secara faktual tindakan pembentuk undang-undang yang tidak melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi yang memiliki kekuatan eksekutorial merupakan bentuk ketidaktaatan terhadap hukum," ujar Aswanto.

(Baca:Risma Rangkap Jabatan, Begini Ketentuan UU Kementerian Negara dan Putusan MK)

Dia mengatakan, MK menilai pembentuk UU secara sadar menafsirkan lain amar putusan MK Nomor: 32/PUU-XI/2013. Hal itu malah mendegradasi amanah Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang telah dipertimbangkan MK di dalamnya.

"Tindakan menafsirkan amar suatu putusan badan peradilan adalah juga merupakan bentuk pengingkaran terhadap asas universal ‘res judicata pro viratate habetur’ yang menjadi landasan setiap putusan hakim yang harus dianggap benar, sepanjang putusan itu tidak dibatalkan kemudian oleh putusan hakim yang lain.

Dengan kata lain, putusan hakim tidak boleh ditafsirkan lain dan harus dilaksanakan sebagaimana bunyi amar putusannya, bunyi amar putusan dimaksud dianggap benar hingga dibatalkan oleh putusan hakim yang lainnya. Aswanto menyatakan, alasan pembentuk UU sebagaimana telah diuraikan dalam salinan putusan bukanlah alasan konstitusional.

"Melainkan alasan teknis-pragmatis belaka. Seharusnya pembentuk undang-undang membuat undang-undang mengenai Asuransi Usaha Bersama agar menjadi maju dan berkembang sehingga dapat bersaing dengan asuransi perseroan dan asuransi koperasi," kata Aswanto.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1428 seconds (0.1#10.140)