KAMI Minta Polisi Penembak FPI Diadili di Pengadilan HAM

Selasa, 12 Januari 2021 - 18:34 WIB
loading...
KAMI Minta Polisi Penembak FPI Diadili di Pengadilan HAM
Presidium KAMI Rochmat Wahab mendesak Presiden Jokowi membentuk Pengadilan HAM untuk mengadili polisi penembak enam laskar FPI. Foto/arbaswedan.id
A A A
JAKARTA - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mendesak agar anggota polisi terduga pelaku penembakan terhadap laskar Front Pembela Islam (FPI) harus diadili di Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Karena itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera membentuk Pengadilan HAM.

Hal ini merupakan bagian dari rekomendasi KAMI pada indikator merosotnya bidang hukum atas kondisi bangsa dan negara Indonesia dalam keadaan bahaya yang masuk pada 6 pernyataan sikap KAMI bertajuk "Tatapan Indonesia 2021".

Presidium KAMI Rochmat Wahab menegaskan, perlu diingatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara bangsa (nation state). Negara ini lahir karena adanya suatu bangsa, yang pada masa lalu sebagai bangsa jajahan, kedudukannya sebagai kelas dua, tiga atau empat. Maka, kata dia, sejak menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka, berarti menghapus seluruh bentuk penjajahan yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

(Baca:KAMI Minta Syahganda, Jumhur, hingga Habib Rizieq Dibebaskan)

Sejak itulah, ujar Rochmat, tentu sebelum terbentuk pemerintahan negara, bangsa Indonesia tidak lagi mengenal kasta dan tidak mengenal tingkatan. Musababnya, pilihan bentuk negeranya adalah nation state bukan kerajaan atau monarkhi. Keberadaan rakyat dijunjung tinggi dan sama kedudukannya. Sebab itulah di negara ini, kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat.

"Dengan demikian sangat jelas, bahwa keberadaan pemerintah, TNI/Polri dan seluruh perangkat negara hanya memegang mandat dan amanah untuk melindungi segenap rakyat Indonesia," tegas Rochmat saat konferensi pers secara virtual berisi 6 pernyataan sikap KAMI, Selasa (12/1/2021).



Rochmat membeberkan, bagi KAMI, negara seharusnya hadir untuk melindungi tumpah darah, bukan menumpahkan darah rakyat sendiri secara semena-mana dan biadab. Oleh sebab itu, kejadian tersebut harus sama-sama menjadi perhatian, bukan hanya bagi bangsa Indonesia, tetapi sangat penting bagi dunia, karena kejadian kejahatan terhadap kemanusiaan demikian itu."Jika dibiarkan bisa menimpa siapa saja, termasuk warga negara asing di Indonesia," imbuhnya.

Dia menggariskan, berkaitan dengan rekomendasi Komnas HAM mengenai terjadinya pelanggaran HAM atas tewasnya 6 rakyat Indonesia tersebut, maka sesungguhnya masuk kategori extra ordinary crime serta sebagai crime human dignity yaitu tindakan pembunuhan di luar proses hukum atau extra judicial killing. Bagi KAMI, kejadian tersebut jelas merupakan pelanggaran HAM yang luar biasa, karena melibatkan institusi negara, bukan peristiwa kriminal perorangan sebagai pidana biasa.

"Karena itu semua aparat yang terlibat harus segera diberhentikan, dan di proses di Pengadilan HAM, sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2000, tentang Pengadilan Hak Asasi manusia, dan bukan di pengadilan pidana biasa," ungkap Rochmat.

(Baca:KAMI Menilai Pemerintah Bekerja dengan Kepalsuan Pencitraan Kekuasaan)

"Atas dasar itu KAMI mendesak agar Presiden segera membentuk Pengadilan HAM demi tegaknya nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini sekaligus untuk menghindari agar Indonesia dan pemerintah hari ini, tidak terserat dalam kasus pelangaran HAM berat di masa yang akan datang," sambungnya.

Ke depan, Rochmat menuturkan, perlu diingatkan bahwa tugas utama TNI adalah menjaga kedaulatan dan keutuhan negara. Sedangkan tugas pokok Kepolisian adalah menjaga, melindungi, dan mengayomi rakyat. Keterlibatan TNI/Polri dalam peristiwa politik praktis jelas telah melenceng dari amanah konstitusi.

"Tidak sepantasnya institusi TNI terlibat dalam penurunan Baliho, atau Polri terlibat dalam baku tembak dengan rakyat sipil. Karena itu kini saatnya untuk mengembalikan profesionalitas TNI/Polri sesuai dengan UU," ucap Rochmat.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2325 seconds (0.1#10.140)