Sekali Lagi Demokrasi Dinilai Mundur, LP3ES: Indonesia Balik Kanan ke Tirani
loading...
A
A
A
JAKARTA - Iklim demokrasi yang dirintis melalui gerakan reformasi berangsur-angsur mundur. Alih-alih membaik, prinsip-prinsip demokrasi yang diperjuangkan pada 1998 justru memburuk. Terbaru, kemunduran demokrasi diungkap Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial ( LP3ES ) melalui evaluasi kritis yang dilakukan tim dengan merefleksikan pemerintahan selama 2020.
“Saat ini, tim menilai adanya kemunduran demokrasi. Perkembangan yang tidak diduga dimana pemerintah, alat negara, presiden menggunakan kekuasaan konstitusionalnya untuk mengendalikan keadaan secara otoriter,” papar Ketua Dewan Pengurus LP3ES Didik J Rachbini dalam diskusi bertajuk sekaligus peluncuran buku Nestapa Demokrasi di Masa Pandemi: Refleksi 2020, Outlook 2021 secara virtual, Senin (11/1/2021).
(Baca:Demokrasi Indonesia di 2021 Bakal Menghadapi Tantangan Berat)
Didik mengatakan ada pergerakan dari demokrasi menuju tirani. Saat ini, Indonesia di tengah pandemi, demokrasi mengalami kegagalan sejak awal dalam menyelesaikan kebijakan.
Ia pun mengaitkan itu dengan pandangan Teori Bandit yang ditulis oleh Mancur Olson. Dalam teori tersebut, kekuasaan berevolusi melalui tiga tahap yaitu anarki (rouving bandit), tirani (stationary bandit), dan demokrasi.
Anarki adalah tahap dimana hukum rimba berlaku dalam kekuasaan. Siapa kuat, dia yang berkuasa sehingga dapat dikatakan sebagai bandit yang berpindah-pindah.
Ketika muncul beberapa penguasa yang mampu memiliki pola pikir yang lebih maju, maka muncullah tirani. Demi mempertahankan kekuasaannya, pemimpin berusaha membuat sistem yang berkelanjutan di suatu tempat sehingga disebut pula dengan bandit menetap atau stationary bandit.
(Baca:LP3ES: Oposisi Melemah, Demokrasi Berjalan Mundur)
Setelah itu, lanjut dia, ketika muncul peradaban yang didasari oleh konstitusi hukum (rule of law), maka tahap demokrasi yang beradab pun muncul.
“Pada saat pandemi, ketika rakyat dan oposisi lemah, banditisme itu pun memperoleh tempatnya dalam tatanan bernegara. Presiden dari perilakunya tidak menunjukkan komitmen terhadap demokrasi dalam pengambilan keputusan dan tindakannya. Kecenderungan otoriter dan praktik diktator semakin kuat ketika oposisi hilang dan masyarakat sipil lemah,” urai dia.
(Baca:Kepulangan Habib Rizieq Jadi Ujian Kualitas Demokrasi Indonesia)
Keadaan dan perilaku pemimpin bertemu dimana situasi pandemi dan ekonomi yang sulit, maka kekuasaan yang otoriter dapat dengan mudah dijalankan. Presiden dan aparat negara menjalankan konstitusi dan kebijakan tanpa konsultasi publik. Kemunduran demokrasi yang kian mengarah pada praktik pemerintahan otoriter tersebut yang disebut-sebut sebagai diktator konstitusional.
Anggota DPR RI 2004-2009 dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga melihat kemunduran demokrasi Indonesia ini seperti suatu siklus setelah 20 tahun demokrasi dijalankan. Menurut dia, kecenderungan berbalik menuju otoriter mulai dan bahkan sudah terjadi.
“Saat ini, tim menilai adanya kemunduran demokrasi. Perkembangan yang tidak diduga dimana pemerintah, alat negara, presiden menggunakan kekuasaan konstitusionalnya untuk mengendalikan keadaan secara otoriter,” papar Ketua Dewan Pengurus LP3ES Didik J Rachbini dalam diskusi bertajuk sekaligus peluncuran buku Nestapa Demokrasi di Masa Pandemi: Refleksi 2020, Outlook 2021 secara virtual, Senin (11/1/2021).
(Baca:Demokrasi Indonesia di 2021 Bakal Menghadapi Tantangan Berat)
Didik mengatakan ada pergerakan dari demokrasi menuju tirani. Saat ini, Indonesia di tengah pandemi, demokrasi mengalami kegagalan sejak awal dalam menyelesaikan kebijakan.
Ia pun mengaitkan itu dengan pandangan Teori Bandit yang ditulis oleh Mancur Olson. Dalam teori tersebut, kekuasaan berevolusi melalui tiga tahap yaitu anarki (rouving bandit), tirani (stationary bandit), dan demokrasi.
Anarki adalah tahap dimana hukum rimba berlaku dalam kekuasaan. Siapa kuat, dia yang berkuasa sehingga dapat dikatakan sebagai bandit yang berpindah-pindah.
Ketika muncul beberapa penguasa yang mampu memiliki pola pikir yang lebih maju, maka muncullah tirani. Demi mempertahankan kekuasaannya, pemimpin berusaha membuat sistem yang berkelanjutan di suatu tempat sehingga disebut pula dengan bandit menetap atau stationary bandit.
(Baca:LP3ES: Oposisi Melemah, Demokrasi Berjalan Mundur)
Setelah itu, lanjut dia, ketika muncul peradaban yang didasari oleh konstitusi hukum (rule of law), maka tahap demokrasi yang beradab pun muncul.
“Pada saat pandemi, ketika rakyat dan oposisi lemah, banditisme itu pun memperoleh tempatnya dalam tatanan bernegara. Presiden dari perilakunya tidak menunjukkan komitmen terhadap demokrasi dalam pengambilan keputusan dan tindakannya. Kecenderungan otoriter dan praktik diktator semakin kuat ketika oposisi hilang dan masyarakat sipil lemah,” urai dia.
(Baca:Kepulangan Habib Rizieq Jadi Ujian Kualitas Demokrasi Indonesia)
Keadaan dan perilaku pemimpin bertemu dimana situasi pandemi dan ekonomi yang sulit, maka kekuasaan yang otoriter dapat dengan mudah dijalankan. Presiden dan aparat negara menjalankan konstitusi dan kebijakan tanpa konsultasi publik. Kemunduran demokrasi yang kian mengarah pada praktik pemerintahan otoriter tersebut yang disebut-sebut sebagai diktator konstitusional.
Anggota DPR RI 2004-2009 dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga melihat kemunduran demokrasi Indonesia ini seperti suatu siklus setelah 20 tahun demokrasi dijalankan. Menurut dia, kecenderungan berbalik menuju otoriter mulai dan bahkan sudah terjadi.
(muh)