Prospek dan Tantangan 48 Tahun PDIP

Senin, 11 Januari 2021 - 06:45 WIB
loading...
A A A
PDIP punya surplus kader yang bisa dipersiapkan mulai sekarang meski secara strata politik, trah Soekarno masih sangat dominan dan tak tergantikan. Namun perbincangan publik soal anak biologis dan ideologis Soekarno sebagai suksesor sebenarnya mengarah pada sejumlah nama favorit yang kadung menjadi rahasia umum. Publik sudah bisa menebak dengan mudah. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk regenerasi.

Setidaknya, jika regenerasi lekas dilakukan, Megawati bisa menjadi mentor secara langsung. Memapah serta mengajari bagaimana membesarkan partai yang kenyang asam garam kehidupan politik. Tentu tak mudah karena masa transisi kepemimpinan selalu menyisakan gejolak. Namun upaya regenerasi perlu dipikirkan matang. Entah itu kapan, yang jelas soal ini akan menjadi isu krusial di masa mendatang.

Berdamai dengan Islam
Terlepas dari urusan politik elektoral, salah satu problem mendasar yang dihadapi PDIP saat ini, mungkin juga ke depan, adalah soal renggangnya hubungan dengan kelompok Islam tertentu. Terutama Islam kanan yang agresif memperjuangkan jargon Islam di ruang publik. Sepanjang dua periode berkuasa, ketegangan tak kunjung reda. Bahkan makin keras. Apalagi setelah Front Pembela Islam (FPI) bubar, serangan terhadap PDIP kian kencang. Sahut-sahutan tagar bubarkan FPI dan PDIP di ruang maya masih berlanjut hingga sekarang.

Ada kecenderungan ketika segala hal terjadi dengan kelompok Islam tertentu, serangan sporadis politik selalu mengarah ke PDIP, bukan partai pendukung Jokowi lainnya. Mulai isu kriminalisasi ulama, penangkapan aktivis hingga pembubaran FPI, isunya dilokalisasi dengan hanya menyasar PDIP. Tentu ini tak kondusif bagi keberlanjutan politik di masa yang akan datang. PDIP dinilai mewakili nasionalis kiri versus kelompok Islam kanan.

Memang harus diakui, sepeninggal Taufik Kiemas, Baitul Muslimin sebagai wadah akomodasi politisi Islam tak terlampau jelas manuver politiknya. Terutama dalam membangun jembatan pengertian dengan kelompok Islam di luar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Warna Islam yang sempat membauri PDIP secara perlahan pudar seiring mengerasnya hubungan dengan kelompok Islam kanan.

Di usia yang makin menua, tentu persoalan ini juga penting dipikirkan oleh PDIP guna menganyam hubungan politik yang kembali mesra dengan kelompok Islam tertentu. Suka tak suka, PDIP merepresentasikan wajah negara. Berbagai peristiwa mutakhir makin menebalkan tesis tentang ketegangan relasi negara dengan Islam yang berlangsung sejak era Soekarno.

Publik tanpa henti terus menuding PDIP tak ramah Islam. Korespondensi politiknya akan selalu dikaitkan dengan pembubaran Masyumi di masa pemerintahan Orde Lama. Secara elektoral, kelompok Islam kanan mungkin tak terlampau menggiurkan karena persentasenya minimalis. Namun demi menjaga tautan batin kebangsaan, berdamai dengan mereka perlu juga dilakukan.
(bmm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1641 seconds (0.1#10.140)