Ruang ICU RS di Pulau Jawa Penuh, Kemenkes Diminta Evaluasi SPGDT
loading...
A
A
A
JAKARTA - Relawan Lapor Covid-19 meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengevaluasi Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) setelah penuhnya ruang Intensive Care Unit (ICU) untuk pasien Covid-19.
Dokter Spesialis Emergency Tri Maharani mengatakan, selama ini rumah sakit di Indonesia sudah memiliki SPGDT namun tidak diterapkan dengan baik. "Sistem itu sudah lama yang bikin profeser ku di Rumah Sakit dr Soetomo Surabaya. Itu tahun 80-an. Indonesia ini sistem SPGDT-nya lemah. Ada bencana begini jadi lemah lagi," kata Tri saat dihubungi Okezone, Rabu (6/1/2021). (Baca juga: Relawan Lapor Covid-19: ICU Rumah Sakit di Pulau Jawa Sudah Terisi Full 100%)
Tri yang juga relawan tenaga kesehatan Lapor Covid-19 itu menilai seharusnya SPGDT rumah sakit Indonesia sudah kuat lantaran sistemnya sudah dibangun sejak lama. Tapi nggak tahu kok nggak jalan," ucap dia. (Baca juga: Menkes Targetkan Vaksinasi 1,6 Juta Nakes Selesai Februari)
Menurut dia, tidak berjalannya SPGDT di rumah sakit mengakibatkan prehospital care ambyar. Apalagi, lanjut Tri, tingkat keterisian ruang ICU di rumah sakit yang ada di Pulau Jawa sudah full. Tri meminta, pemerintah segera menerapkan protokol kesehatan 7M dengan memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, membatasi mobilitas, membatasi interaksi, hingga memberikan vaksin kepada masyarakat untuk mengendalikan pandemi Covid-19.
"M keenam itu membatasi mobilitas. Indonesia nggak mau lockdown ya sudah diganti membatasi mobilitas. Inggris ada strain baru, Uni Eropa, Taiwan, semuanya lockdown. Malaysia lockdown. Jadi nomor 6 M itu tidak dilakukan. Baru M yang terakhir itu memberikan vaksin," jelas dia.
Tri juga meminta pemerintah untuk menggalakkan dan memperbanyak testing, tracing, tracking, dan treatmen (4T). Dia juga meminta pemerintah daerah untuk memperbanyak tempat isolasi mandiri bagi warga yang terpapar Covid-19 dengan tanpa gejala. Sehingga, isolasi mandiri warga yang terpapar Covid-19 tidak dilakukan di rumah. "Harusnya itu ruangan yang punya tekanan negatif seperti rumah sakit. Rumah isolasi itu dimana dia tidak berinteraksi dengan orang yang negatif. Jadi kalau di rumah ya itu bukan isolasi mandiri, karena ada yang negatif. Apalagi rumah tipe BTN yang kamarnya cuma 2. Mau isolasi dimana?" tuturnya.
Dokter Spesialis Emergency Tri Maharani mengatakan, selama ini rumah sakit di Indonesia sudah memiliki SPGDT namun tidak diterapkan dengan baik. "Sistem itu sudah lama yang bikin profeser ku di Rumah Sakit dr Soetomo Surabaya. Itu tahun 80-an. Indonesia ini sistem SPGDT-nya lemah. Ada bencana begini jadi lemah lagi," kata Tri saat dihubungi Okezone, Rabu (6/1/2021). (Baca juga: Relawan Lapor Covid-19: ICU Rumah Sakit di Pulau Jawa Sudah Terisi Full 100%)
Tri yang juga relawan tenaga kesehatan Lapor Covid-19 itu menilai seharusnya SPGDT rumah sakit Indonesia sudah kuat lantaran sistemnya sudah dibangun sejak lama. Tapi nggak tahu kok nggak jalan," ucap dia. (Baca juga: Menkes Targetkan Vaksinasi 1,6 Juta Nakes Selesai Februari)
Menurut dia, tidak berjalannya SPGDT di rumah sakit mengakibatkan prehospital care ambyar. Apalagi, lanjut Tri, tingkat keterisian ruang ICU di rumah sakit yang ada di Pulau Jawa sudah full. Tri meminta, pemerintah segera menerapkan protokol kesehatan 7M dengan memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, membatasi mobilitas, membatasi interaksi, hingga memberikan vaksin kepada masyarakat untuk mengendalikan pandemi Covid-19.
"M keenam itu membatasi mobilitas. Indonesia nggak mau lockdown ya sudah diganti membatasi mobilitas. Inggris ada strain baru, Uni Eropa, Taiwan, semuanya lockdown. Malaysia lockdown. Jadi nomor 6 M itu tidak dilakukan. Baru M yang terakhir itu memberikan vaksin," jelas dia.
Tri juga meminta pemerintah untuk menggalakkan dan memperbanyak testing, tracing, tracking, dan treatmen (4T). Dia juga meminta pemerintah daerah untuk memperbanyak tempat isolasi mandiri bagi warga yang terpapar Covid-19 dengan tanpa gejala. Sehingga, isolasi mandiri warga yang terpapar Covid-19 tidak dilakukan di rumah. "Harusnya itu ruangan yang punya tekanan negatif seperti rumah sakit. Rumah isolasi itu dimana dia tidak berinteraksi dengan orang yang negatif. Jadi kalau di rumah ya itu bukan isolasi mandiri, karena ada yang negatif. Apalagi rumah tipe BTN yang kamarnya cuma 2. Mau isolasi dimana?" tuturnya.
(cip)