Saksi Kasus Korupsi Benih Lobster Meninggal, Begini Reaksi KPK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Salah seorang saksi dalam kasus dugaan suap perizinan benih lobster meninggal dunia.Saksi itu adalah pengendali PT Aero Citra Kargo bernama Deden Deni.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun membenarkan informasi tersebut. "Informasi yang kami terima yang bersangkutan meninggal sekitar tanggal 31 Desember yang lalu," ujar Pelaksana Tugas Juru bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Seni (4/1/2021).
Deden pernah diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo pada 7 Desember 2020. Ketika itu tim penyidik mengonfirmasi mengenai aktivitas PT Aero Citra Kargo (ACK) dalam pengajuan izin benur atau ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Diketahui, PT Aero Citra Kargo (ACK) merupakan satu-satunya perusahaan kargo yang mendapatkan izin untuk mengangkut benur ke luar negeri. PT ACK memasang tarif pengangkutan Rp1.800 per ekor.
Berdasarkan pengusutan KPK, uang yang masuk ke rekening PT ACK itu selanjutnya didiuga ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.( )
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.
Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.( )
KPK menegaskan meninggalnya Deden tidak akan menghentikan perkara tersangka Edhy Prabowo (EP) terkait suap benur. "Namun demikian proses penyidikan perkara tersangka EP dkk tidak terganggu, sejauh ini masih berjalan dan tentu masih banyak saksi dan alat bukti lain yang memperkuat pembuktian rangkaian perbuataan dugaan korupsi para tersangka tersebut," kata Ali.
Diketahui KPK telah menetapkan Menteri KKP Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 atau suap ekspor benur.
KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP Safri, Staf Khusus Menteri KKP Andreau Pribadi Misata (APM).
Kemudian, pengurus PT ACK Siswadi (SWD), staf istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF) dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP Suharjito (SJT).
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun membenarkan informasi tersebut. "Informasi yang kami terima yang bersangkutan meninggal sekitar tanggal 31 Desember yang lalu," ujar Pelaksana Tugas Juru bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Seni (4/1/2021).
Deden pernah diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo pada 7 Desember 2020. Ketika itu tim penyidik mengonfirmasi mengenai aktivitas PT Aero Citra Kargo (ACK) dalam pengajuan izin benur atau ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Diketahui, PT Aero Citra Kargo (ACK) merupakan satu-satunya perusahaan kargo yang mendapatkan izin untuk mengangkut benur ke luar negeri. PT ACK memasang tarif pengangkutan Rp1.800 per ekor.
Berdasarkan pengusutan KPK, uang yang masuk ke rekening PT ACK itu selanjutnya didiuga ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.( )
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.
Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.( )
KPK menegaskan meninggalnya Deden tidak akan menghentikan perkara tersangka Edhy Prabowo (EP) terkait suap benur. "Namun demikian proses penyidikan perkara tersangka EP dkk tidak terganggu, sejauh ini masih berjalan dan tentu masih banyak saksi dan alat bukti lain yang memperkuat pembuktian rangkaian perbuataan dugaan korupsi para tersangka tersebut," kata Ali.
Diketahui KPK telah menetapkan Menteri KKP Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 atau suap ekspor benur.
KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP Safri, Staf Khusus Menteri KKP Andreau Pribadi Misata (APM).
Kemudian, pengurus PT ACK Siswadi (SWD), staf istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF) dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP Suharjito (SJT).
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP junto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
(dam)