Radikalisme dan Gerakan Moderasi Beragama
loading...
A
A
A
Dr. H. Nur Solikin AR., S.Ag., MH
Dosen Pascasarjan IAIN Jember
Dewan Ahli ISNU Jawa Timur
Penulis Buku Agama dan Problem Mondial
BERTAHANNYA eksistensi faham radikalisme keberagamaan serta intoleran di negeri ini sungguh mengkhawatirkan dan bisa berakibat retaknya hubungan dan kerukunan umat beragama. Faham radikal dan kelompok intoleran ini justru merebak bahkan cenderung melawan negara dalam praktik dan prilakunya. Pertanyaanya apakah ini dibiarkan atau diselesaikan dengan tegas- terukur dalam bingkai NKRI?
Dipilihnya Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) sebagai Menteri Agama yang baru diharapkan bisa memberi solusi strategis bagaimana mengatasi faham radikalisme keagamaan serta intoleran di Indonesia yang akhir-akhir ini sungguh masif keberadaanya. Dengan bekal pengalaman yang dimilikinya baik di dunia pesantren, DPR RI serta organisasi kepemudaan Ansor diharapkan bisa menyelesaikan dan bertindak tegas namun tetap dalam koridor persuasif-terukur dan cara-cara damai.
Selain itu Menag yang yang baru ini juga diharapakan menyemai dan menyebarkan bagaimana cara beragama yang damai dan moderat di Indonesia. Dengan visi-misi Kementrian agama yang diembanya tentunya tepat bila jargon yang di awal sambutan setelah pelantikan yaitu kementrian agama harus menjadi inspirasi bukan aspirasi dalam beragama mendapatkan momentumnya.
Memang tidak mudah menyelesaikan dan menghilangkan faham ini secara instan. Perlu proses-proses persuasif dan kebijakkan pemerintah yang lebih tegas dan menyeluruh guna menyentuh pada akar masalahnya yaitu keadilan dan kesejahteraan yang merata untuk seluruh rakyat Indonesia.
Faham kaum radikalis dan intoleran tidak akan berhenti perjuanganya sebelum keadilan dan kesejahteran terwujud di negeri ini. Sehingga perjuangan untuk mengganti sistim negara dengan bentuk Islam dengan khilafah sebagai sistem pemerintahannya akan terus disurakan dan diperjuangkan bahkan dengan cara-cara yang radikal sekalipun.
Sejatinya bahwa radikalisme adalah prinsip-prinsip atau praktik-praktik yang dilakukan secara radikal. Suatu pilihan tindakan yang umumnya dilihat dengan mempertentangkan secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangklan oleh kelompok (aliran) agama tertentu dengan tatanan nilai yang berlaku atau dipandang mapan pada saat itu.
Karena itu pula, radikalisme sering disejajarkan dengan istilah ekstremisme, militanisme, atau fundamentalisme . Istilah-istilah itu digunakan dalam banyak pengertian yang berbeda-beda, tetapi yang jelas, istilah-istilah tersebut tidak terbatas tertuju pada Islam, termasuk juga tidak terbatas pada kegiatan agama, karena banyak contoh tentang fundamentalisme dalam beberapa gerakan politik yang mempunyai ideologi-ideologi sekuler, jika bukan ateis yang memiliki watak radikal.
Dalam bidang politik, seperti halnya dalam bidang agama, radikalisme atau terkadang disebut fundamentalisme, diberi arti sebagai suatu pendirian yang tegas dan tidak ragu-ragu bahwa keyakinan-keyakinan tertentu tentang suatu kebenaran biasanya diambil dari teks-teks suci merupakan kewajiban orang-orang beriman untuk menggiatkan kehidupan mereka dan mengarahkan aktivitas-aktivitas mereka sesuai dengan keyakinan-keyakinannya itu, sehingga untuk beberapa hal membenarkan penggunaan istilah militan. Militansi di sini, umumnya terkait pada ciri usaha merombak secara total suatu tatanan politik atau tatanan sosial yang ada dengan menggunakan kekerasan dan dengan semangat militan.
Sikap militan itu ditunjukkan dari gerakan-gerakannya yang bersifat agresif, gemar atau siap berjuang, bertempur, berkelahi, atau berperang, terutama untuk memperlihatkan pengabdian mereka yang total terhadap suatu cita-cita. Sikap radikal dan tidak-tolerant demikian itu, adalah karena mereka menyederhanakan persoalan yang ada dalam suatu masyarakat secara berlebih-lebihan.
Dosen Pascasarjan IAIN Jember
Dewan Ahli ISNU Jawa Timur
Penulis Buku Agama dan Problem Mondial
BERTAHANNYA eksistensi faham radikalisme keberagamaan serta intoleran di negeri ini sungguh mengkhawatirkan dan bisa berakibat retaknya hubungan dan kerukunan umat beragama. Faham radikal dan kelompok intoleran ini justru merebak bahkan cenderung melawan negara dalam praktik dan prilakunya. Pertanyaanya apakah ini dibiarkan atau diselesaikan dengan tegas- terukur dalam bingkai NKRI?
Dipilihnya Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) sebagai Menteri Agama yang baru diharapkan bisa memberi solusi strategis bagaimana mengatasi faham radikalisme keagamaan serta intoleran di Indonesia yang akhir-akhir ini sungguh masif keberadaanya. Dengan bekal pengalaman yang dimilikinya baik di dunia pesantren, DPR RI serta organisasi kepemudaan Ansor diharapkan bisa menyelesaikan dan bertindak tegas namun tetap dalam koridor persuasif-terukur dan cara-cara damai.
Selain itu Menag yang yang baru ini juga diharapakan menyemai dan menyebarkan bagaimana cara beragama yang damai dan moderat di Indonesia. Dengan visi-misi Kementrian agama yang diembanya tentunya tepat bila jargon yang di awal sambutan setelah pelantikan yaitu kementrian agama harus menjadi inspirasi bukan aspirasi dalam beragama mendapatkan momentumnya.
Memang tidak mudah menyelesaikan dan menghilangkan faham ini secara instan. Perlu proses-proses persuasif dan kebijakkan pemerintah yang lebih tegas dan menyeluruh guna menyentuh pada akar masalahnya yaitu keadilan dan kesejahteraan yang merata untuk seluruh rakyat Indonesia.
Faham kaum radikalis dan intoleran tidak akan berhenti perjuanganya sebelum keadilan dan kesejahteran terwujud di negeri ini. Sehingga perjuangan untuk mengganti sistim negara dengan bentuk Islam dengan khilafah sebagai sistem pemerintahannya akan terus disurakan dan diperjuangkan bahkan dengan cara-cara yang radikal sekalipun.
Sejatinya bahwa radikalisme adalah prinsip-prinsip atau praktik-praktik yang dilakukan secara radikal. Suatu pilihan tindakan yang umumnya dilihat dengan mempertentangkan secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangklan oleh kelompok (aliran) agama tertentu dengan tatanan nilai yang berlaku atau dipandang mapan pada saat itu.
Karena itu pula, radikalisme sering disejajarkan dengan istilah ekstremisme, militanisme, atau fundamentalisme . Istilah-istilah itu digunakan dalam banyak pengertian yang berbeda-beda, tetapi yang jelas, istilah-istilah tersebut tidak terbatas tertuju pada Islam, termasuk juga tidak terbatas pada kegiatan agama, karena banyak contoh tentang fundamentalisme dalam beberapa gerakan politik yang mempunyai ideologi-ideologi sekuler, jika bukan ateis yang memiliki watak radikal.
Dalam bidang politik, seperti halnya dalam bidang agama, radikalisme atau terkadang disebut fundamentalisme, diberi arti sebagai suatu pendirian yang tegas dan tidak ragu-ragu bahwa keyakinan-keyakinan tertentu tentang suatu kebenaran biasanya diambil dari teks-teks suci merupakan kewajiban orang-orang beriman untuk menggiatkan kehidupan mereka dan mengarahkan aktivitas-aktivitas mereka sesuai dengan keyakinan-keyakinannya itu, sehingga untuk beberapa hal membenarkan penggunaan istilah militan. Militansi di sini, umumnya terkait pada ciri usaha merombak secara total suatu tatanan politik atau tatanan sosial yang ada dengan menggunakan kekerasan dan dengan semangat militan.
Sikap militan itu ditunjukkan dari gerakan-gerakannya yang bersifat agresif, gemar atau siap berjuang, bertempur, berkelahi, atau berperang, terutama untuk memperlihatkan pengabdian mereka yang total terhadap suatu cita-cita. Sikap radikal dan tidak-tolerant demikian itu, adalah karena mereka menyederhanakan persoalan yang ada dalam suatu masyarakat secara berlebih-lebihan.