2 Anak Tersangka Parodi Lagu Indonesia Raya, Begini Pedoman MA

Minggu, 03 Januari 2021 - 11:55 WIB
loading...
2 Anak Tersangka Parodi...
Dua warga negara Indonesia, NJ (11) dan MDF (16), pelaku pembuat parodi lagu Indonesia Raya telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap oleh dua penegak hukum di yuridiksi berbeda. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Dua warga negara Indonesia, NJ (11) dan MDF (16), pelaku pembuat parodi lagu Indonesia Raya telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap oleh dua penegak hukum di yuridiksi berbeda.

MDF ditangkap oleh tim Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri di Kampung Ciwaru, Desa Hegarmanah, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Kamis (31/12/2020) malam. Sedangkan NJ (11) lebih dulu dibekuk bersama ayahnya oleh Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM) di Sabah, Malaysia pada Senin (28/12/2020).

Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono menyatakan, tersangka MDF disangkakan melanggar pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Meski begitu penanganannya akan menggunakan UU Anak. ( )

Hampir bersamaan dengan pengungkapan kasus NJ (11) dan MDF (16), rupanya Mahkamah Agung (MA) menerbitkan pedoman pelaksanaan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penanganan dan penyelesaian perkara pidana di lingkungan peradilan umum di seluruh Indonesia.

Ihwal ini termaktub dalam Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) MA Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice). SK ini terdiri atas lima halaman dengan 15 lampiran yang ditandatangani oleh Dirjen Badilum Prim Haryadi di Jakarta pada 22 Desember 2020.

Pada BAB I Lampiran SK itu tertera pengertian keadilan restoratif yakni alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanisme tata cara peradilan pidana berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku, dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat. ( )

Dalam Pedoman ini juga disebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Pada BAB II Lampiran SK tersebut tertera empat tindak pidana yang diatur untuk keadilan restoratif. Satu di antaranya yakni poin B "Keadilan Restoratif pada Perkara Anak". Ada empat peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum.

Pertama, UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Kedua, UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Ketiga, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun. Keempat, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

Untuk penerapan keadilan restoratif pada perkara anak terdapat delapan ketentuan. Satu, sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). Dua, setiap penetapan diversi merupakan wujud keadilan restoratif.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1717 seconds (0.1#10.140)