Masalah Pandemi, Survei LKPI: Masyarakat Puas dengan Kebijakan Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Kajian Pemilu Indonesia (LKPI) melakukan survei terkait pendapat masyarakat Indonesia terhadap pemulihan akibat dampak pandemi virus Corona (Covid-19). Hasilnya, 76,6 persen masyarakat puas atas usaha bantuan tersebut.
(Baca juga: Pandemi Masih Mengancam, Pemprov DKI Tetap Berlakukan Belajar dari Rumah)
"Angka diketahui dari temuan penelitian pada 1.225 responden, sebanyak 76,6 persen yang puas dan 18,7 persen tidak puas usaha pemulihan ekonomi nasional oleh pemerintah karena tidak ada dampak positif terhadap keadaan ekonomi rumah tangga masyarakat, sedangkan 4,7 persen tidak menyatakan apapun,” kata Direktur Eksekutif LKPI, Arifin Nur Cahyono dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 2 Desember 2020.
(Baca juga: 2020, Kredit Perbankan Sulut Tumbuh Positif di Tengah Pandemi Covid-19)
Jajak pendapat juga menunjukkan 81,7 persen responden siap mengikuti program vaksinisasi covid 19. Arifin mengatakan bahwa survei dilakukan LKPI sejak 20-27 Desember 2020, dengan jumlah responden 1.225 orang yang terkenal secara provosional di 34 provinsi di Indonesia.
“Penentuan sampel dilakukan melalui Metode Mix-Mode karena riset yang berlangsung di era pandemi Covid-19 yang membatasi untuk melakukan wawancara tatap muka. Karena itu Survei Jajak Pendapat yang dipilih melalui sambungan telepon terhadap responden yang acak,” kata Arifin.
Survei menggunakan petugas wawancara yang telah mengajukan pertanyaan dan mencatat jawaban yang diberikan responden. Margin of error kurang lebih 2,8 persen dan pada tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
Dalam survei tersebut responden juga ditanya terkait tingkat korupsi di Indonesia, hasilnya 61,8 persen responden menilai tingkat korupsi di Indonesia mengalami peningkatan.
Dari hasil survei, 79,8 persen responden juga menyatakan bahwa pelaku korupsi lebih dominan dilakukan oleh kader dan politisi parpol yang ada di pemerintahan dan legislatif.
Sebanyak 81,9 persen responden memberikan persepsi bahwa korupsi dilakukan oleh kader parpol. Dan sebanyak 50,7 persen persepsi masyarakat menilai korupsi oleh kader untuk kepentingan pembiayaan parpol dan sebanyak 67,7 persen untuk pribadi kader parpol tersebut.
Dari hasil survei sebanyak 87,7 persen responden menyatakan bahwa prilaku korupsi yang dilakukan oleh kader parpol akan menjadi penilaian untuk memilih kader parpol dan parpol pengusung pada saat dilakukan pilkada maupun pemilu.
Survei LKPI lebih jauh menanyakan parpol apa yang akan dipilih jika pemilu digelar hari ini. Arifin mengaku, peringkat pertama masih partai pemenang Pemilu 2019, PDIP dengan 17,8 persen. Selanjutnya disusul Golkar keterpilihan sebanyak 15,2 persen.
Di posisi ketiga, bertengger Partai Demokrat (10,8 persen), PKB (8,8 persen), Nasdem (8,1 persen), dan PKS (6,9 persen).
Arifin mengatakan, kasus operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada dua kader parpol memberi dampak signifikan terhadap tingkat pilihan masyarakat terhadap PDIP dan Gerindra.
"Hal ini menunjukan bahwa persepsi korupsi di masyarakat negatif, baik di masa pandemi. Hal ini juga menunjukan bahwa persepsi masyarakat terhadap upaya pencegahan dan penegakan hukum bagi pelaku korupsi semakin negatif," kata Arifin.
(Baca juga: Pandemi Masih Mengancam, Pemprov DKI Tetap Berlakukan Belajar dari Rumah)
"Angka diketahui dari temuan penelitian pada 1.225 responden, sebanyak 76,6 persen yang puas dan 18,7 persen tidak puas usaha pemulihan ekonomi nasional oleh pemerintah karena tidak ada dampak positif terhadap keadaan ekonomi rumah tangga masyarakat, sedangkan 4,7 persen tidak menyatakan apapun,” kata Direktur Eksekutif LKPI, Arifin Nur Cahyono dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 2 Desember 2020.
(Baca juga: 2020, Kredit Perbankan Sulut Tumbuh Positif di Tengah Pandemi Covid-19)
Jajak pendapat juga menunjukkan 81,7 persen responden siap mengikuti program vaksinisasi covid 19. Arifin mengatakan bahwa survei dilakukan LKPI sejak 20-27 Desember 2020, dengan jumlah responden 1.225 orang yang terkenal secara provosional di 34 provinsi di Indonesia.
“Penentuan sampel dilakukan melalui Metode Mix-Mode karena riset yang berlangsung di era pandemi Covid-19 yang membatasi untuk melakukan wawancara tatap muka. Karena itu Survei Jajak Pendapat yang dipilih melalui sambungan telepon terhadap responden yang acak,” kata Arifin.
Survei menggunakan petugas wawancara yang telah mengajukan pertanyaan dan mencatat jawaban yang diberikan responden. Margin of error kurang lebih 2,8 persen dan pada tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
Dalam survei tersebut responden juga ditanya terkait tingkat korupsi di Indonesia, hasilnya 61,8 persen responden menilai tingkat korupsi di Indonesia mengalami peningkatan.
Dari hasil survei, 79,8 persen responden juga menyatakan bahwa pelaku korupsi lebih dominan dilakukan oleh kader dan politisi parpol yang ada di pemerintahan dan legislatif.
Sebanyak 81,9 persen responden memberikan persepsi bahwa korupsi dilakukan oleh kader parpol. Dan sebanyak 50,7 persen persepsi masyarakat menilai korupsi oleh kader untuk kepentingan pembiayaan parpol dan sebanyak 67,7 persen untuk pribadi kader parpol tersebut.
Dari hasil survei sebanyak 87,7 persen responden menyatakan bahwa prilaku korupsi yang dilakukan oleh kader parpol akan menjadi penilaian untuk memilih kader parpol dan parpol pengusung pada saat dilakukan pilkada maupun pemilu.
Survei LKPI lebih jauh menanyakan parpol apa yang akan dipilih jika pemilu digelar hari ini. Arifin mengaku, peringkat pertama masih partai pemenang Pemilu 2019, PDIP dengan 17,8 persen. Selanjutnya disusul Golkar keterpilihan sebanyak 15,2 persen.
Di posisi ketiga, bertengger Partai Demokrat (10,8 persen), PKB (8,8 persen), Nasdem (8,1 persen), dan PKS (6,9 persen).
Arifin mengatakan, kasus operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada dua kader parpol memberi dampak signifikan terhadap tingkat pilihan masyarakat terhadap PDIP dan Gerindra.
"Hal ini menunjukan bahwa persepsi korupsi di masyarakat negatif, baik di masa pandemi. Hal ini juga menunjukan bahwa persepsi masyarakat terhadap upaya pencegahan dan penegakan hukum bagi pelaku korupsi semakin negatif," kata Arifin.
(maf)