DPR Minta Petugas Terapkan Prokes secara Ketat pada Malam Tahun Baru

Kamis, 31 Desember 2020 - 11:38 WIB
loading...
DPR Minta Petugas Terapkan Prokes secara Ketat pada Malam Tahun Baru
DPR minta petugas menerapkan protokol kesehatan secara ketat saat malam tahun baru. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sejumlah daerah, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan, melarang adanya pesta perayaan pergantian tahun. Saban tahun, kebiasaan masyarakat adalah berkerumun di pusat-pusat kota dan area rekreasi untuk menikmati berbagai hiburan dan pesta kembang api. (Baca juga: Jokowi Habiskan Malam Tahun Baru 2021 Bersama Keluarga di Istana Bogor)

Pemerintah dan aparat sudah mengimbau masyarakat agar diam di rumah. Masalahnya, sebagian sudah melakukan perjalanan, entah pulang kampung atau berlibur. Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Muchamad Nabil Haroen meminta masyarakat untuk memahami situasi saat ini dengan tetap menerapkan protokol kesehatan (Prokes). (Baca juga: Malam Tahun Baru, Angkutan Umum di Jakarta Hanya Beroperasi hingga Pukul 20.00 WIB)

“Memang pandemi ini masih berlangsung, maka mari saling memperkuat diri, disiplin, serta saling bantu. Dengan izin Allah, ikhtiar, kerja keras, dan disiplin, semoga kita bisa bersama-sama melewati pandemi ini,” ujar politis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kepada SINDONews, Rabu (30/12/2020). (Baca juga: Jelang Tahun Baru 2021, Polri Minta Masyarakat Waspadai Aksi Teror)

Dia menjelaskan penyebaran virus Sars Cov-II yang semakin parah disebabkan beberapa faktor, seperti ketidaktegasan, keterlambatan respons di awal masa pandemi, dan kepatuhan terhadap prokes. Di beberapa daerah, kerap ditemukan kerumunan. Sementara itu, tenaga medis sudah banyak yang kelelahan dan kewalahan.

Nabil menegaskan situasi ini membutuhkan strategi kepemimpinan yang solid, terkoordinasi, dan benar-benar tegas untuk melawan pandemi. Dengan kondisi seperti ini, penerapan prokes oleh masyarakat tidak bisa ditawar lagi. Pemerintah daerah (pemda) dan aparat keamanan diminta melakukan penegakkan prokes. “Demi kebaikan bersama. Mendagri telah menyampaikan bahwa pemda harus proaktif untuk penanganan pandemi, yang melanggar akan ada sanksi. Nah, ini pemerintah kan harus jadi contoh bagi warganya. Para pejabat dari pusat sampai daerah harus jadi teladan terkait pematuhan protokol kesehatan,” tuturnya.

Komisi IX berharap kehadiran Budi Gunadi Sadikin sebagai nakhoda baru dapat memperbaiki manajerial Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dia tak menutup mata, jika selama ini kemenkes telah bekerja keras dalam menanggulangi pandemi Covid-19. “Maka dengan kepemimpinan baru diharapkan akan ada inovasi-inovasi dan kebijakan strategis untuk penanganan pandemi. Untuk kasus di sejumlah faskes yang mengalami overload, kami akan terus berkoordinasi dengan pihak rumah sakit (RS) dan otoritas di atasnya, untuk mencari solusi dan langkah terbaik,” ungkapnya.

Sementara itu, anggota Komisi IX lainnya, Kurniasih Mufidayati mengusulkan agar tetap ada kegiatan di tengah masyarakat saat tahun baru. Hal itu dikarenakan masyarakat sudah jenuh selama sembilan bulan ini, maka membutuhkan hiburan. Dia mengatakan kegiatan yang dimaksud hanya boleh di lingkup rukun tetangga (RT) saja. “Sekupnya lebih kecil. RT-nya juga kenal, ini siapa, sakit atau tidak. Tentu saja kegiatannya dengan menerapkan prokes. Artinya hiburan masih bisa, tapi dengan cara apa? Per kelompok atau per RT, kemudian dipersilakan, misalnya pengajian atau kegiatan lain, yang penting tidak menerapkan 3M. media-media juga bisa memberikan opsi hiburan (yang menarik),” ucapnya.

Di tengah situasi yang serba sulit dalam menghadapi pandemi ini, suara-suara meminta lockdown kerap muncul. Namun, Epidemiolog Riris Andono Ahmad menyebut lockdown itu membutuhkan sejumlah syarat dan memiliki konsekuensi tinggi. Dia mencontohkan peristiwa di India yang justru meningkatkan transmisi karena masyarakat yang kehilangan pekerjaan berbondong pulang kampung.

Beda di negara-negara Eropa yang lockdown-nya berjalan efektif. Menurut dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, hal tersebut disebabkan masyarakat tetap bisa menjalankan kehidupannya dalam situasi dibatasi ketat. Maka, dia menyarankan pemerintah untuk memilih aktivitas apa, terutama yang tidak terlalu esensial, dihentikan atau dibatasi dulu.

Bisa saja menerapkan seperti awal, yakni bekerja, beribadah, dan sekolah di rumah. Juga meniadakan kerumunan. “Itu sudah menghentikan mobilitas. Kalau itu bisa efektif, 70% penduduk ada di rumah dalam jangka waktu dua mingguan karena periode infeksi Covid-19 ini sekitar seminggu-dua minggu, strategi (ini) bisa mengendalikan,” pungkasnya. Fahmi Bahtiar
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1147 seconds (0.1#10.140)