Serapan Anggaran Belum Maksimal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyerapan anggaran di daerah menjadi salah satu kunci dalam pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi Covid-19. Kenyataannya hal tersebut belum sepenuhnya terlaksana sehingga perlu upaya ekstra untuk merealisasikannya.
Bukti masih rendahnya realisasi penyerapan anggaran di daerah ialah adanya dana Rp274 triliun yang mengendap di daerah. Padahal, komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam penanganan pandemi Covid-19 sangat diperlukan untuk mendorong kembali bangkitnya perekonomian yang sempat lesu akibat pandemi.
Direktur Eksekutif Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, ada tiga masalah klasik dalam pemerintahan daerah, yakni proporsi untuk birokrasi lebih besar dibandingkan belanja modal, serapan anggaran yang kurang optimal, dan kualitas laporan keuangan yang kurang baik. Menurut Robert, masih ada daerah yang belum mendapatkan penilaian wajar tanpa pengecualian. ( )
Dia menambahkan poin terakhir, yakni terkait kualitas laporan keuangan sangat berhubungan dengan asas tata kelola yang baik (good governance). Dia pun mengkritik pemda-pemda yang tidak bisa menyerap anggaran secara maksimal. Alasannya, sejak Maret-April pemerintah pusat telah meminta pemda untuk melakukan realokasi dan refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19. Besarannya yang harus disisihkan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebanyak 35%.
"Refocusing itu ketiga bidang, yakni kesehatan, jaring sosial, dan penanganan dampak ekonomi. Kalau masih ada daerah daya serapnya itu bukan semata kinerja rendah, tapi komitmen daerah terhadap penanganan Covid-19 sangat rendah. Perintahnya jelas, minimal 35%. Kalau komitmennya benar, itu angka dasar ditambah dengan yang lain, minimal sudah bisa 90% yang terserap," kata dia saat dihubungi SINDO Media, Minggu (27/12/2020) kemarin.
Sebelumnya Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga mengatakan, masih ada sekitar Rp247 triliun dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang masih tersimpan di daerah per 10 Desember lalu. Dia pun berharap ada kenaikan penyerapan anggaran APBD oleh pemerintah daerah di ujung tahun. "Ada ironi karena di satu sisi ada anggaran yang tidak terpakai, sementara ada masyarakat yang membutuhkan bantuan pemerintah. Kami selalu memantau penyerapan APBD karena bila tidak dibelanjakan stagnasi perekonomian akan terus terjadi di masyarakat," ujar Kastorius pekan lalu.
Berdasarkan catatan KPPOD, rendahnya daya serap anggaran selalu muncul saban tahun selama 20 tahun terakhir. Ini disebut oleh lembaga tersebut sebagai masalah fundamental yang belum bisa dibereskan. (
)
Robert menyatakan, terkait anggaran yang masih menganggur yang jumlahnya cukup besar, Rp274 triliun, tentu akan sulit untuk merealisasikannya di tahun ini. Di sisi lain, pandemi telah menghancurkan perekonomian masyarakat sehingga masyarakat membutuhkan penanganan kesehatan yang prima mengingat sudah banyak korban jiwa karena terpapar Covid-19. "Secara administrasi belanja itu tutup buku pada 15 Desember, jadi tidak mungkin ada belanja besar. Ini tinggal untuk penyelesaian administrasi saja. Kita tinggal melihat realisasi dari proyek, bukan realisasi anggaran," tuturnya.
Pada April lalu Kementerian Keuangan juga pernah memberikan peringatan kepada 381 pemda yang belum merealokasi anggaran untuk penanganan pandemi. Namun, Robert menjelaskan pemerintah pusat harus memperhatikan secara detail realokasi yang dilakukan pemda. Dikhawatirkan di atas kertas sudah, tapi realisasinya belum. "Ini harus dilihat apa masalahnya? Kalau teknis, apa itu? (Misal) di lapangan sulit menyerap anggaran secara langsung. Atau memang masalah politis, yakni komitmen rendah. Kalau teknis, ini bisa jadi pembelajaran ke depan bagaimana strategi manajemen keuangan di masa pandemi. Belanja tetap terserap dan pihak ketiga menjalankan proyek di masa pandemi," paparnya.
Ke depan, kata Robert, harus ada jalan keluar agar realisasi serapan anggaran tidak lagi seret. Dia menyarankan pemerintah pusat, mulai dari Kemendagri hingga Kemenkeu, bisa memberikan sanksi kepada pemda yang serapan anggarannya rendah. Kemendagri bisa memberikan sanksi administrasi mulai dari teguran hingga menahan dana alokasi umum (DAU). Artinya, DAU untuk tahun depan tidak berikan karena yang ada belum terpakai. ( )
Menurut Robert, penggunaan anggaran ini memang dilematis. Pasalnya, serapan yang rendah tentu menjadi masalah, namun apabila jor-joran membelanjakan APBD yang tidak jelas juga tidak dibenarkan. "Yang terpenting adalah akuntabilitas dan kualitas belanja yang baik. Saya kira pemda bisa menjalankan kedua-duanya, optimal daya serapnya dan berkualitas sasaran programnya. Tinggal komitmen saja ke arah sana," katanya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, secara umum realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 per 22 Desember 2020 telah mencapai Rp2.468,01 triliun atau 90,1% dari target yang ditetapkan Rp2.739,2 triliun.
Menurut Sri Mulyani, seluruh jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kini sedang fokus untuk menyelesaikan APBN Tahun Anggaran 2020 ini. Apalagi jika melihat sisa anggaran yang masih sekitar Rp271,1 triliun merupakan angka yang terbilang besar.
Di sisi penerimaan negara, Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa hingga 23 Desember lalu tercatat baru mencapai Rp1.019,56 triliun atau 85,05% dari target Rp1.198,8 triliun sesuai Perpres Nomor 72/2020. (fw bahtiar/hafid fuad)
Bukti masih rendahnya realisasi penyerapan anggaran di daerah ialah adanya dana Rp274 triliun yang mengendap di daerah. Padahal, komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam penanganan pandemi Covid-19 sangat diperlukan untuk mendorong kembali bangkitnya perekonomian yang sempat lesu akibat pandemi.
Direktur Eksekutif Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, ada tiga masalah klasik dalam pemerintahan daerah, yakni proporsi untuk birokrasi lebih besar dibandingkan belanja modal, serapan anggaran yang kurang optimal, dan kualitas laporan keuangan yang kurang baik. Menurut Robert, masih ada daerah yang belum mendapatkan penilaian wajar tanpa pengecualian. ( )
Dia menambahkan poin terakhir, yakni terkait kualitas laporan keuangan sangat berhubungan dengan asas tata kelola yang baik (good governance). Dia pun mengkritik pemda-pemda yang tidak bisa menyerap anggaran secara maksimal. Alasannya, sejak Maret-April pemerintah pusat telah meminta pemda untuk melakukan realokasi dan refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19. Besarannya yang harus disisihkan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebanyak 35%.
"Refocusing itu ketiga bidang, yakni kesehatan, jaring sosial, dan penanganan dampak ekonomi. Kalau masih ada daerah daya serapnya itu bukan semata kinerja rendah, tapi komitmen daerah terhadap penanganan Covid-19 sangat rendah. Perintahnya jelas, minimal 35%. Kalau komitmennya benar, itu angka dasar ditambah dengan yang lain, minimal sudah bisa 90% yang terserap," kata dia saat dihubungi SINDO Media, Minggu (27/12/2020) kemarin.
Sebelumnya Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga mengatakan, masih ada sekitar Rp247 triliun dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang masih tersimpan di daerah per 10 Desember lalu. Dia pun berharap ada kenaikan penyerapan anggaran APBD oleh pemerintah daerah di ujung tahun. "Ada ironi karena di satu sisi ada anggaran yang tidak terpakai, sementara ada masyarakat yang membutuhkan bantuan pemerintah. Kami selalu memantau penyerapan APBD karena bila tidak dibelanjakan stagnasi perekonomian akan terus terjadi di masyarakat," ujar Kastorius pekan lalu.
Berdasarkan catatan KPPOD, rendahnya daya serap anggaran selalu muncul saban tahun selama 20 tahun terakhir. Ini disebut oleh lembaga tersebut sebagai masalah fundamental yang belum bisa dibereskan. (
Baca Juga
Robert menyatakan, terkait anggaran yang masih menganggur yang jumlahnya cukup besar, Rp274 triliun, tentu akan sulit untuk merealisasikannya di tahun ini. Di sisi lain, pandemi telah menghancurkan perekonomian masyarakat sehingga masyarakat membutuhkan penanganan kesehatan yang prima mengingat sudah banyak korban jiwa karena terpapar Covid-19. "Secara administrasi belanja itu tutup buku pada 15 Desember, jadi tidak mungkin ada belanja besar. Ini tinggal untuk penyelesaian administrasi saja. Kita tinggal melihat realisasi dari proyek, bukan realisasi anggaran," tuturnya.
Pada April lalu Kementerian Keuangan juga pernah memberikan peringatan kepada 381 pemda yang belum merealokasi anggaran untuk penanganan pandemi. Namun, Robert menjelaskan pemerintah pusat harus memperhatikan secara detail realokasi yang dilakukan pemda. Dikhawatirkan di atas kertas sudah, tapi realisasinya belum. "Ini harus dilihat apa masalahnya? Kalau teknis, apa itu? (Misal) di lapangan sulit menyerap anggaran secara langsung. Atau memang masalah politis, yakni komitmen rendah. Kalau teknis, ini bisa jadi pembelajaran ke depan bagaimana strategi manajemen keuangan di masa pandemi. Belanja tetap terserap dan pihak ketiga menjalankan proyek di masa pandemi," paparnya.
Ke depan, kata Robert, harus ada jalan keluar agar realisasi serapan anggaran tidak lagi seret. Dia menyarankan pemerintah pusat, mulai dari Kemendagri hingga Kemenkeu, bisa memberikan sanksi kepada pemda yang serapan anggarannya rendah. Kemendagri bisa memberikan sanksi administrasi mulai dari teguran hingga menahan dana alokasi umum (DAU). Artinya, DAU untuk tahun depan tidak berikan karena yang ada belum terpakai. ( )
Menurut Robert, penggunaan anggaran ini memang dilematis. Pasalnya, serapan yang rendah tentu menjadi masalah, namun apabila jor-joran membelanjakan APBD yang tidak jelas juga tidak dibenarkan. "Yang terpenting adalah akuntabilitas dan kualitas belanja yang baik. Saya kira pemda bisa menjalankan kedua-duanya, optimal daya serapnya dan berkualitas sasaran programnya. Tinggal komitmen saja ke arah sana," katanya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, secara umum realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 per 22 Desember 2020 telah mencapai Rp2.468,01 triliun atau 90,1% dari target yang ditetapkan Rp2.739,2 triliun.
Menurut Sri Mulyani, seluruh jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kini sedang fokus untuk menyelesaikan APBN Tahun Anggaran 2020 ini. Apalagi jika melihat sisa anggaran yang masih sekitar Rp271,1 triliun merupakan angka yang terbilang besar.
Di sisi penerimaan negara, Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa hingga 23 Desember lalu tercatat baru mencapai Rp1.019,56 triliun atau 85,05% dari target Rp1.198,8 triliun sesuai Perpres Nomor 72/2020. (fw bahtiar/hafid fuad)
(abd)