Aktivis Hukum Sebut Surat Kapolri Bukan Acuan Tak Lapor LHKPN

Kamis, 16 April 2020 - 22:26 WIB
loading...
Aktivis Hukum Sebut Surat Kapolri Bukan Acuan Tak Lapor LHKPN
Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis diminta mencabut Surat Keputusan Kapolri Nomor Kep/1059/X/2017, yang tidak mewajibkan Wakapolda menyetor LHKPN. (Foto/Ilustrasi/SINDOnews)
A A A
JAKARTA - Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis diminta mencabut Surat Keputusan Kapolri Nomor Kep/1059/X/2017 yang tidak mewajibkan Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) menyetor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Sebab, surat tersebut dinilai tidak sejalan Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN).

Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan pejabat negara termasuk Kepolisian Republik Indonesia tetap menyerahkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN).

(Baca juga: Wakapolda Yogyakarta Terpilih Jadi Deputi Penindakan KPK)

Hal itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 yang mewajibkan penyelenggara negara, termasuk pejabat kepolisian, menyerahkan LHKPN. "Harusnya itu dicabut. Surat Kapolri itu enggak bisa mengenyampingkan undang-undang," terang Feri dihubungi SINDOnews, Kamis (16/4/2020).

Merujuk pada Pasal 1 Ayat 1 UU 28 Tahun 1999, disebutkan bahwa Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian pada Pasal 2, kriteria yang merupakan wajib lapor LHKPN adalah Pejabat Negara pada Lembaga tertinggi Negara, Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim, Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Wakapolda masih bagian eksekutif. Masak Kapoldanya bagian eksekutif, dia (Wakapolda) malah bukan bagian dari eksekutif. Kalau tidak wajib lapor, bisa-bisa hasil kejahatan diserahkan saja ke rekening Wakapolda dulu. Bisa malah jadi modus," ungkapnya.

Feri menduga, surat tersebut bisa jadi alasan untuk menghindarkan kewajiban pejabat negara serahkan LHKPN. Menurutnya, bukan kewenangan Kapolri untuk menyatakan mana yang boleh dan mana yang tidak melaporkan harta kekayaan.

"Itu kewenangan KPK berdasarkan undang-undang. Jadi mestinya yang bersangkutan (Brigjen Pol Karyoto) harus lapor saat ikut seleksi KPK," tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Penindakan KPK yang baru, Karyoto, diketahui belum menyetor LHKPN selama menjabat sebagai Wakapolda DI Yogyakarta. Karyoto tercatat terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 18 Desember 2013 sebelum mengisi pos tersebut.

Dalam kurun 2013 hingga 2019, ia pernah menduduki jabatan yang cukup strategis di kepolisian. Mulai dari Dirreskrimum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Wakapolda Sulawesi Utara hingga Wakapolda Daerah Istimewa Yogyakarta.

Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati menyatakan, sebagai wakapolda, Karyoto tidak diwajibkan menyerahkan LHKPN sebagaimana diatur dalam Keputusan Kapolri Nomor No. Kep/1059/X/2017.

"Mengacu pada daftar jabatan di Lampiran C Keputusan Kapolri No. Kep/1059/X/2017 posisi Wakapolda bukan termasuk wajib lapor LHKPN," kata Ipi.

Keputusan Kapolri No. Kep/1059/X/2017, posisi Wakapolda bukan termasuk wajib lapor LHKPN. Dalam lampiran C, untuk tingkat kepolisian daerah yang wajib lapor LHKPN yaitu Kapolda, Irwasda, Kepala Biro, Direktur, Kepala Bidang, Kasat Brimob, Karumkit, Kayanma, Kapolres hingga penyidik.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3530 seconds (0.1#10.140)