4 Skema Solusi Sengketa Lahan Pesantren di Megamendung antara PTPN VIII dan Habib Rizieq
loading...
A
A
A
(3) Pelepasan Hak Guna Usaha yang merupakan aset BUMN/BUMND dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pelepasan tanah aset BUMN/BUMD.
(4) Pernyataan pelepasan Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Kenapa skema ketiga ditawarkan? Musababnya, pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2017 terdapat diktum tentang pemantauan dan evaluasi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 56.
Pemantauan dan evaluasi terhadap penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah HGU dilakukan oleh Kementerian berdasarkan laporan dari pemegang HGU, pengaduan masyarakat atau hasil pemantauan di lapangan. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala terhitung 1 tahun sejak diterbitkannya sertifikat HGU.
Skema solusi lainnya atau terakhir adalah menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Perpres ini secara spesifik menuangkan di antaranya tentang sengketa agraria dan konflik agraria.
Pasal 1 ayat (9) Perpres tersebut tersurat bahwa sengketa agraria yang selanjutnya disebut sengketa adalah perselisihan agraria antara orang perorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas. Sedangkan Pasal 1 ayat (10) tercantum, konflik agraria adalah perselisihan agraria antara orang perorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosial, politis,ekonomi, pertahanan atau budaya.
Masih dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018, terdapat BAB IV "Penanganan Sengketa dan Konflik Agraria", Pasal 17. Secara utuh pasal ini berbunyi:
Pasal 17
(1) Penanganan Sengketa dan Konflik Agraria dilaksanakan berdasarkan prinsip kepastian hukum dan keadilan
sosial, terhadap para pihak yang melibatkan:
a. antara orang perorangan;
b. perorangan/kelompok dengan badan hukum;
c. perorangan/kelompok dengan lembaga;
d. badan hukum dengan badan hukum;
e. badan hukum dengan lembaga; dan
f. lembaga dengan lembaga.
(2) Penanganan Sengketa dan Konflik Agraria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Gugus Tugas
Reforma Agraria secara berjenjang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan Sengketa dan Konflik Agraria diatur dengan Peraturan Menteri.
(4) Pernyataan pelepasan Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Kenapa skema ketiga ditawarkan? Musababnya, pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2017 terdapat diktum tentang pemantauan dan evaluasi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 56.
Pemantauan dan evaluasi terhadap penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah HGU dilakukan oleh Kementerian berdasarkan laporan dari pemegang HGU, pengaduan masyarakat atau hasil pemantauan di lapangan. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala terhitung 1 tahun sejak diterbitkannya sertifikat HGU.
Skema solusi lainnya atau terakhir adalah menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Perpres ini secara spesifik menuangkan di antaranya tentang sengketa agraria dan konflik agraria.
Pasal 1 ayat (9) Perpres tersebut tersurat bahwa sengketa agraria yang selanjutnya disebut sengketa adalah perselisihan agraria antara orang perorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas. Sedangkan Pasal 1 ayat (10) tercantum, konflik agraria adalah perselisihan agraria antara orang perorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosial, politis,ekonomi, pertahanan atau budaya.
Masih dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018, terdapat BAB IV "Penanganan Sengketa dan Konflik Agraria", Pasal 17. Secara utuh pasal ini berbunyi:
Pasal 17
(1) Penanganan Sengketa dan Konflik Agraria dilaksanakan berdasarkan prinsip kepastian hukum dan keadilan
sosial, terhadap para pihak yang melibatkan:
a. antara orang perorangan;
b. perorangan/kelompok dengan badan hukum;
c. perorangan/kelompok dengan lembaga;
d. badan hukum dengan badan hukum;
e. badan hukum dengan lembaga; dan
f. lembaga dengan lembaga.
(2) Penanganan Sengketa dan Konflik Agraria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Gugus Tugas
Reforma Agraria secara berjenjang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan Sengketa dan Konflik Agraria diatur dengan Peraturan Menteri.