4 Skema Solusi Sengketa Lahan Pesantren di Megamendung antara PTPN VIII dan Habib Rizieq
loading...
A
A
A
Bagaimana caranya? Ada beberapa skema solusi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara berurutan berdasarkan tahun, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU Agraria); Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak atas Tanah; Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan HGU; dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
Skema pertama, menggunakan Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 34 UU Agraria. Di Pasal 28 ayat (3) termaktub bahwa HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pada Pasal 34 sebenarnya secara spesifik mengatur tentang HGU terhapus karena tujuh keadaan. Di antaranya "dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir" (huruf c) dan "diterlantarkan" (huruf e).
Skema kedua, memakai PP Nomor 40 Tahun 1996. Khususnya, Pasal 16 ayat (1) di mana HGU dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain serta Pasal 17 ayat (1) hingga ayat (3). Pasal 17 secara spesifik mencatumkan ihwal terhapusnya HGU. HGU terhapus karena karena tujuh keadaan. Dua di antaranya sama seperti pada Pasal 34 UU Agraria.
Hanya, ada kata sedikit berbeda pada Pasal 17 ayat (1) huruf e PP tersebut yaitu "ditelantarkan". Ketika tanah HGU ditelantar, maka berlaku ketentuan Pasal 17 ayat (2) huruf e PP a quo. Bunyinya, "Hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara."
Skema pertama dan kedua ditawarkan karena ada pernyataan dari Habib Rizieq bahwa tanah HGU PTPN VIII ditelantarkan oleh PTPN VIII dan pernah digarap oleh masyarakat. Menurut HRS, berdasarkan hal tersebut, maka masyarakat juga berhak mengajukan sertifikat untuk HGU atas tanah tersebut.
Untuk skema pertama dan kedua, maka sangat dibutuhkan kehadiran negara. Apalagi jika benar lahan seluas 31,91 hektare di Megamendung ditelantarkan atau tidak diberdayagunakan. Karena, menyitir Pasal 17 ayat (2) PP Nomor 40 Tahun 1996 ketika tanah HGU ditelantarkan, maka HGU terhapus dan tanah tersebut menjadi milik negara.
Skema ketiga berupa pelepasan hak atas HGU dengan merujuk pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2017. Ketentuan pelepasan tercatat pada Pasal 44 yang terdiri atas empat ayat Peraturan a quo. Berikut bunyi lengkapnya.
Pasal 44
(1) Pelepasan Hak Guna Usaha kepada Negara diketahui oleh pejabat yang berwenang dengan menyerahkan sertipikat Hak Guna Usaha yang bersangkutan.
(2) Pelepasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam buku tanah dan daftar umum lainnya.
Skema pertama, menggunakan Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 34 UU Agraria. Di Pasal 28 ayat (3) termaktub bahwa HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pada Pasal 34 sebenarnya secara spesifik mengatur tentang HGU terhapus karena tujuh keadaan. Di antaranya "dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir" (huruf c) dan "diterlantarkan" (huruf e).
Skema kedua, memakai PP Nomor 40 Tahun 1996. Khususnya, Pasal 16 ayat (1) di mana HGU dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain serta Pasal 17 ayat (1) hingga ayat (3). Pasal 17 secara spesifik mencatumkan ihwal terhapusnya HGU. HGU terhapus karena karena tujuh keadaan. Dua di antaranya sama seperti pada Pasal 34 UU Agraria.
Hanya, ada kata sedikit berbeda pada Pasal 17 ayat (1) huruf e PP tersebut yaitu "ditelantarkan". Ketika tanah HGU ditelantar, maka berlaku ketentuan Pasal 17 ayat (2) huruf e PP a quo. Bunyinya, "Hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara."
Skema pertama dan kedua ditawarkan karena ada pernyataan dari Habib Rizieq bahwa tanah HGU PTPN VIII ditelantarkan oleh PTPN VIII dan pernah digarap oleh masyarakat. Menurut HRS, berdasarkan hal tersebut, maka masyarakat juga berhak mengajukan sertifikat untuk HGU atas tanah tersebut.
Untuk skema pertama dan kedua, maka sangat dibutuhkan kehadiran negara. Apalagi jika benar lahan seluas 31,91 hektare di Megamendung ditelantarkan atau tidak diberdayagunakan. Karena, menyitir Pasal 17 ayat (2) PP Nomor 40 Tahun 1996 ketika tanah HGU ditelantarkan, maka HGU terhapus dan tanah tersebut menjadi milik negara.
Skema ketiga berupa pelepasan hak atas HGU dengan merujuk pada Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2017. Ketentuan pelepasan tercatat pada Pasal 44 yang terdiri atas empat ayat Peraturan a quo. Berikut bunyi lengkapnya.
Pasal 44
(1) Pelepasan Hak Guna Usaha kepada Negara diketahui oleh pejabat yang berwenang dengan menyerahkan sertipikat Hak Guna Usaha yang bersangkutan.
(2) Pelepasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam buku tanah dan daftar umum lainnya.