MA: Perbuatan Homoseksual Prajurit TNI Bertentangan dengan Norma Kedinasan

Minggu, 20 Desember 2020 - 18:18 WIB
loading...
MA: Perbuatan Homoseksual...
Mahkamah Agung (MA) memastikan perbuatan homoseksual prajurit/perwira TNI bertentangan dengan norma/aturan kedinasan, aturan agama, dan norma kesusilaan di masyarakat. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) memastikan perbuatan homoseksual prajurit/perwira TNI bertentangan dengan norma/aturan kedinasan, aturan agama, dan norma kesusilaan di masyarakat. Hal ini merupakan satu dari 8 pertimbangan MA memvonis Lettu Cba Apollonius Bimoseno Rayca Wibowo terbukti melakukan hubungan seksual sesama jenis sehingga dipidana penjara selama 8 bulan serta diberhentikan dari dinas militer TNI AD.

Perkara kasasi atas nama Lettu Cba Apollonius Bimoseno Rayca Wibowo (11120024130490) ditangani dan diadili oleh majelis hakim agung kasasi yang dipimpin Burhan Dahlan dengan anggota Dudu DM dan Hidayat Manao. Di salinan putusan kasasi tercatat Apollonius menjabat sebagai Kaurkanpermin Sibek pada kesatuan: Bekangdam I/Bukit Barisan (BB). (Baca juga: Terbukti Lakukan Homoseksual, Lettu Apollonius Divonis Diberhentikan dari TNI)

Majelis hakim agung kasasi menyatakan, ada delapan pertimbangan Mahkamah Agung (MA) terhadap alasan-alasan kasasi diajukan oleh Oditur Militer pada Oditurat Militer I-02 Medan atas putusan bebas Lettu Cba Apollonius Bimoseno Rayca Wibowo di tahap Pengadilan Militer I-02 Medan. Delapan pertimbangan terdiri atas tiga pertimbangan utama dan lima pertimbangan turunan. (Baca juga: Oknum TNI AD Terlibat Penggelapan Puluhan Mobil dan Motor di Pematangsiantar)

Pertimbangan utama pertama, putusan judex facti Pengadilan Militer I-02 Medan yang menyatakan terdakwa Apollonius Bimoseno Rayca Wibowo tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan alternatif kesatu “ketidaktaatan yang disengaja” sebagaimana dalam Pasal 103 ayat (1) KUHPM atau kedua “dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan” sebagaimana dalam Pasal 281 ke-1 KUHP, karenanya membebaskan terdakwa dari dakwaan-dakwaan tersebut, harus dibatalkan.

"Karena judex facti dalam putusannya khususnya dalam mempertimbangkan dakwaan alternatif kesatu Pasal 103 ayat (1) KUHPM telah salah dalam menerapkan hukum," tegas majelis hakim agung kasasi dalam pertimbangan putusan, seperti dikutip KORAN SINDO dan MNC News Portal, di Jakarta, Minggu (20/12/2020).

Pada pertimbangan utama pertama, majelis membeberkan terdapat lima pertimbangan turunan. Satu, pertimbangan hukum judex facti dalam menyatakanketidakterbuktian dakwaan kesatu Oditur Militer Pasal 103 ayat (1) KUHPM, adalah: “dalam perkara terdakwa ini tempus delicti yang ada pada dakwaan Oditur Militer adalah pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2017, dalam hal ini terdakwa sejak masuk menjadi Prajurit TNI-AD pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2017 belum pernah mengetahui adanya aturan dalam dinas keprajuritan yang melarang seseorang melakukan hubungan seksual sesama jenis" (putusan judex facti a quo halaman 43).

Menurut majelis hakim agung kasasi, lertimbangan tersebut tidak dapat dibenarkan. Pasalnya sejak 2009 Kepala Staf TNI AD (KASAD) telah menerbitkan Surat Telegram yaitu berupa Surat Telegram KASAD Nomor 1313/2009 tertanggal 4 Agustus 2009 yang isinya menegaskan larangan bagi Prajurit TNI AD melakukan hubungan seksual sesama jenis (homoseksual) sebagaimana perbuatan yang dilakukan terdakwa in casu.

Surat Telegram KASAD tersebut telah didistribusikan kepada seluruh jajaran komando, dinas, dan jawatan kesatuan TNI AD dan untuk selanjutnya disosialisasikan oleh Para Komandan Kesatuan dan dijadikan sebagai norma bagi Prajurit TNI AD. Oleh karenanya pertimbangan putusan judex facti yang menyatakan terdakwa tidak mengetahui larangan Prajurit TNI AD melakukan homoseksual tidak dapat dibenarkan. "Karena sejak diterbitkan Surat Telegram KASAD tersebut mengikat seluruh Prajurit TNI AD," imbuh majelis hakim agung kasasi.

Dua, pertimbangan judex facti yaitu yang menyatakan bahwa Surat Telegram KASAD Nomor 1313/2009 tersebut adalah bukan surat yang khusus ditujukan kepada terdakwa Apollonius sebagai bentuk perintah kepada terdakwa (putusan judex facti a quo halaman 44) oleh karenanya tidak mengikat terdakwa, tidak dapat dibenarkan.

Karena, lanjut majelis hakim agung kasasi, judex facti telah salah dalam memahami Surat Telegram KASAD tersebut. Bagi majelis hakim agung kasasi, Surat Telegram KASAD tersebut adalah mengikat perilaku selama Prajurit TNI AD dalam perilakuhubungan seksual yang menyimpang. In casu Prajurit TN AD dilarang melakukan hubungan homoseksual (hubungan seksual sesama jenis).
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1976 seconds (0.1#10.140)