Pengamat: Reshuffle Kabinet Kebutuhan untuk Menjawab Kebuntuan Sistem

Jum'at, 18 Desember 2020 - 15:10 WIB
loading...
Pengamat: Reshuffle Kabinet Kebutuhan untuk Menjawab Kebuntuan Sistem
Analis Kebijakan Publik Abi Rekso menyatakan kebutuhan reshuffle semakin nyata untuk menjawab kebuntuan sistem. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Stabilitas pemerintahan kian terganggu setelah dua Menteri Kabinet Presiden Joko Widodo Jokowi, terseret kasus korupsi. Kedua menteri tersebut yakni, Menteri KKP dan Menteri Sosial di mana keduanya adalah kader partai pendukung Jokowi-Ma'ruf pada putaran Pilpres 2019.

Kejadian yang berturut ini bukan saja mencengangkan publik luas, namun juga menjadi tamparan kuat kepada para pendukung Jokowi yang selama ini konsisten melawan budaya korup dalam pemerintahan. Sikap Presiden Jokowi yang mendukung segala bentuk penegakan hukum, tanpa pandang bulu adalah sebuah sikap yang patut diacungkan jempol. Artinya, dalam urusan korupsi Presiden Jokowi tidak pandang bulu. Setelah sebelumnya Idrus Marham sebagai Menteri Sosial juga pernah tersangkut masalah korupsi. (Baca juga: Pendukung Jokowi Nilai Dua Nama Ini Layak Jadi Menteri KKP)

Menanggapi kegentingan ini, Analis Kebijakan Publik Abi Rekso menyatakan kebutuhan reshuffle semakin nyata. Sudah saatnya Presiden Jokowi mempertimbangkan hal ini secara segera. "Reshuffle kali ini adalah kebutuhan atas menjawab kebuntuan sistem. Sudah ada dua Menteri Kabinet Jokowi yang tersangkut masalah korupsi. Sebelum catatan Itu bertambah ada baiknya Presiden mulai mempertimbangkan rombak kabinet segera mungkin. Ini bukan soal politik akomodatif, ini tentang keberlangsungan sistem pemerintah di masa krisis pandemi," papar Abi Rekso. (Baca juga: Cari Pengganti Edhy dan Juliari, Jokowi Ditantang Keluar dari Tekanan PDIP dan Gerindra)

Kemudian juga muncul pertanyaan publik, apakah ada juga catatan buruk kinerja kementerian di luar dua Menteri yang tersangkut masalah korupsi? Abi Rekso menjelaskan, di luar dua nama yang sudah tersangkut korupsi nama Menkes Terawan juga menjadi sorotan penilaian yang kurang memuaskan. "Sektor kesehatan adalah barang publik yang sangat vital bagi masyarakat. Sudah semestinya sejak awal orang yang memimpin Kementerian Kesehatan adalah orang yang selalu bergumul pada problem kesehatan rakyat. Bukan semata-mata orang yang meletakan pelayanan kesehatan sebagai sektor bisnis jasa. Itu bertentangan dengan paradigma keadilan sosial." tambah Abi Rekso. (Baca juga: Jokowi Sudah Tak Punya Beban, Reshuffle Kabinet Disarankan Libatkan KPK)

Abi Rekso juga menilai absennya kepemimpinan birokrasi dan komunikasi publik selama Menteri Terawan memimpin. Kedua hal tersebut dianggap sangat buruk, hal Itu juga yang membuat Kementerian Kesehatan semakin tidak berperan selama pandemi. Bahkan dalam banyak survei independen menjelaskan jika terjadi reshuffle kabinet maka nama Terawan Agus Putranto yang paling awal diganti. Survey Datalyst Center menjelaskan dari 2,2 juta pembicaraan publik selama Juli hingga November, nama Terawan mendapatkan 74% sentimen yang paling buruk.

Indonesia Political Opinion merilis bahwa 57% dari pembicaraan terkait Presiden Jokowi menuntut pencopotan Menteri Terawan. Dan yang terakhir soal kinerja kementerian yang di rilis Vox Populi Research Center merilis Menteri Terawan kinerja 0,1%. Artinya sangat tidak kredibel kinernya sebagai Menteri Kesehatan.

"Selama Pak Terawan menjabat, sama sekali tidak terlihat kepemimpinan baik secara birokrasi maupun sektor kesehatan. Terlihat Pak Menteri tidak bisa menguasai birokrasi di Kementerian. Maka semua hal macet dan tidak produktif. Juga dalam bentuk komunikasi kepada publik. Banyak pertanyaan publik yang tidak direspons atau diinformasikan terkait situasi dan kondisi selama pandemi. Hal ini juga menimbulkan banyak pertanyaan publik, apa saja sih kerja Menteri Terawan?" jelas Abi Rekso.

Sebagai penutup bahwa kasus kepemimpinan Menteri Terawan harus menjadi perhatian khusus Presiden Jokowi, untuk mencari figur lain yang sesuai dengan kriteria kepemimpinan, komunikasi publik, dan keberpihakan pada kesehatan rakyat. Bukan semata-mata fokus pada sektor bisnis kesehatan yang membuat biaya sehat menjadi lebih tinggi.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2114 seconds (0.1#10.140)